Chapter 37

1174 Words
Grace menghela napas. Ia harus kembali ke New York. Waktunya semakin sedikit. Ia tidak ingin membuang-buang waktunya hanya untuk makan bersama Edward. "Aku harus kembali ke New York. Kau makan saja bersama Alex." Ujar Grace berusaha melepas tangan Edward yang mencengkram tangannya. "sebentar saja. Aku juga ingin mengenalkanmu pada temanku." ujar Edward. "Memangnya aku siapamu?" tanya Grace. Edward tercekat. "Em. Kau. Kau wanita yang kucintai. Ayolah sebentar saja."  "Aku tidak menerima perintah." ucap Grace. "ini bukan perintah, ini permintaanku Grace." ucap Edward. Grace menyerah. Jika ia terus berdebat disini dengan Edward sama saja membuang waktunya.  "Ya sudah. Tapi sebentar saja. aku tak punya banyak waktu." ujar Grace pasrah.  "Baiklah. Ayo ikut aku."                                ---- "aku hanya memberinya waktu tiga hari. Dan jika besok dia tidak membawa kekasihnya. Aku akan memberitahunya bahwa ia aku jodohkan dengan putramu" ujar Federico sembari menyesap kopinya . Sedangkan Ludwig menatapnya tajam. "Dan jika dia membawa kekasihnya, perjodohan ini hanya akan menjadi omong kosong." ucap Ludwig. "Lalu untuk apa kau memberi pilihan seperti itu. Itu sama saja kau mempertaruhkan perjodohan ini." ucap Ludwig. "Aku juga ingin melihat anakku bahagia. Setidaknya aku masih memberinya pilihan. Walaupun akhirnya dia harus tetap memilih perjodohan ini." ujar Federico. "Bahagia? Jika begitu, seharusnya kau tak memberi pilihan yang sebenarnya hanyalah harapan palsu!"  "Kau tenang saja. Grace tidak mungkin membawa pasangan. Waktunya hanya tersisa hari ini dan besok. Terlalu sempit untuk mencari pasangan sesuai kriterianya. Putriku itu sangat pemilih." Ludwig menyeringai. "Benarkah. Memangnya sebaik apa kau mengetahui putrimu? Apa kau tahu password untuk membuka kunci ponselnya? Kau tidak sebaik itu hingga mengetahui perasaan putrimu. Bisa saja dia sudah memiliki kekasih tanpa memberitahumu." ujar Ludwig. "jika pun dia punya kekasih. Aku tidak akan merestuinya, kecuali kekasihnya adalah putramu." ucap Federico tegas. "jika sampai perjodohan ini dibatalkan hanya karena tindakan bodohmu itu. Kau tahu aku tak akan memaafkanmu. Putraku sangat mencintai Grace. Ingat itu!" ujar Ludwig.  Federico terkekeh. "Oh ayolah Ludwig. Kau seperti tak mengenalku saja. Santailah. Kita bisa berbuat apapun untuk menjodohkan mereka. Kekasihnya Grace bukanlah halangan berarti. Kau tenang saja." Federico menepuk bahu Ludwig. "Aku hanya cemas. Aku tidak ingin Edward kehilangan untuk kedua kalinya. Sudah cukup dia gila hanya karena satu wanita. Aku berharap Grace benar-benar wanita yang tepat untuknya." ujar Ludwig. "Tenanglah. Itu tak akan terjadi. Dan Edward adalah pria yang tepat untuk menjadi menantuku." ucap Federico menimpali.                             ---- Grace dan Edward baru saja sampai di salah satu restoran yang cukup ternama di Italia. Dan hebatnya, restoran ini memiliki jarak yang lumayan jauh dari hotel tempat Grace menginap. 'Hebat Edward. Kau hanya membuang waktuku di jalan.' batin Grace. Edward mempersilahkan Grace duduk terlebih dahulu dengan menarikkan kursi untuk Grace. "disini tidak ada ruang VIP. Jadi tidak apa-apa kan jika kita makan disini?" ucap Edward. "tidak masalah" ujar Grace acuh. Grace segera mengeluarkan ponselnya. Ia ingin tahu bagaimana keadaan Devani sekarang. Cepat selesaikan pekerjaanmu. Setelah aku kembali dari Italia, kita akan segera mencari Leo Tulis Grace pada pesan singkat yang ia kirimkan untuk Devani. "jadi mana temanmu?" tanya Grace. Edward yang juga sedang memainkan ponselnya menoleh. Ia baru saja selesai menanyakan keberadaan Leo. "sedang dalam perjalanan. Sebentar lagi ia akan sampai." jawab Edward. "suruh ia cepat datang! Membuang waktu saja menunggu temanmu yang lambat itu." ujar Grace kesal. "sabarlah."  Tenang saja, Grace. Lebih baik kau nikmati dulu acara makanmu bersama Edward. Grace membulatkan matanya, ketika membaca pesan balasan dari Devani. bagaimana Devani bisa tahu. 'Ah iya. Pasti Alex yang memberitahunya' Batin Grace. Grace lantas tidak membalas pesan dari Devani tersebut.                             ---- "maaf membuat kalian menunggu." ujar Leo yang baru tiba setelah Edward menunggu selama lima belas menit. Sedangkan Grace yang dalam posisi duduk membelakangi arah datangnya Leo. Masih sibuk memainkan ponselnya. Ia ingin sekali menghajar teman Edward yang membuatnya lama menunggu. Edward tersenyum. "tidak masalah." ujarnya. 'Tidak masalah apanya. Ini adalah masalah bagiku.' Batin Grace. "Jadi ini calon istrimu." ujar Leo. Grace membalikkan tubuhnya, ia mengira teman Edward ini mengigau. Apa maksudnya dengan kata 'calon istri' ? Seketika ia mematung menyaksikan teman Edward yang membuatnya menunggu cukup lama. Ia terkejut mendapati bahwa kini Leo telah berada di hadapannya. Matanya membulat, terkejut sekaligus bahagia. Akhirnya ia bisa bertemu dengan Leo. Menatap Leo sedekat ini. Namun ia merasa sedikit tak percaya. 'Apa ini mimpi?' Grace langsung mencubit lengannya. Dan terasa sakit. Itu artinya ini bukan mimpi, dan Leo yang ia lihat adalah benar-benar nyata. Leo pun sama, ia nampak terkejut dengan kehadiran Grace. Namun sejurus kemudian ia tersenyum. "Ayo silahkan duduk" tawar Edward mempersilahkan. Leo lantas mengambil posisi duduk disebelah Edward, dihadapan Grace. Grace membisu. Detak jantungnya berpacu sangat cepat. Ia ingin memeluk Leo saat ini juga. Jika saja bukan Edward yang berada disini bersamanya sekarang. Leo merasakan suasana menjadi sedikit canggung. "Grace, kenalkan ini Leo. Temanku. Leo, ini Grace." ujar Edward. Leo tersenyum dan menatap Grace. Sejurus kemudian ia mengulurkan tangannya. "Kenalkan, Leonardo Pearson. Senang berjumpa dengan anda ms.Grace." ujar Leo. Grace tercekat.  Apakah Leo tidak mengenalnya? Atau apakah Leo melupakannya? Namun dilihat dari keterkejutan Leo yang berusaha ia sembunyikan. Leo sepertinya masih mengingat Grace. Entahlah, atau mungkin ini hanya formalitas Leo saja. Dengan ragu. Grace mengulurkan tangannya juga, lalu berjabat tangan dengan Leo. "Grace, Grace Dominica." ucap Grace dengan tangannya yang gemetaran saat bersalaman dengan Leo.  Ia berusaha tersenyum semanis mungkin. 'aku merindukanmu Leo.' Grace merasakan tangan Leo yang lembut. Ia benar-benar merindukan pria itu. Sangat, sangat, sangat merindukanya. Raut terkejut kembali muncul diwajah Leo. Namun ia langsung tersenyum. Dan melepas jabat tangannya dengan Grace. "Wah. Kau sangat pandai memilih calon istri Ed. Sangat cantik." ujar Leo kepada Edward. Edward tersenyum. Grace mendelik, menatap Edward. Meminta penjelasan atas apa yang ia dengar tadi. "Anda sangat beruntung ms.Grace, mendapatkan calon suami sebaik Edward. Semoga kehidupan pernikahan kalian selalu diberkati kebahagiaan." Grace semakin bingung. Ia menerka-nerka dalam hatinya. Apakah Edward mengaku-aku pada Leo bahwa ia adalah calon istrinya. Gila! Edward benar-benar mencari mati. "Apa maksudmu? Calon istri? Aku bu-" "Terimakasih atas doamu Leo. Semoga Tuhan mengabulkannya." ujar Edward memotong ucapan Grace. Grace menatap Edward dengan mata membulat.  "sama-sama. Omong-omong, aku sudah pesankan makanan terlezat di sini. Kalian pasti akan menyukainya." ujar Leo. Grace terdiam. Ia tahu Leo masih mengenalnya. Dan tunggu. Bagaimana bisa Leo berada disini? Grace memikirkan ucapan Devani. Apa benar ia bertemu dengan Leonardo Pearson , bagian dari masa lalu Grace. Atau itu hanya sebuah kebetulan dimana Devani bertemu dengan orang yang namanya percis dengan Leo. Tapi, rasanya tidak mungkin. Tapi bisa saja benar.  Tapi jika itu benar. Bagaimana mungkin Leo bisa ada disini. Dan dia berteman dengan Edward. 'Sejak kapan kau berteman dengan Edward si playboy?' Ingin sekali Grace melontarkan pertanyaan itu. "Apa kabar?" tanya Grace. Bodoh! Batinnya.  Mengapa ia mengeluarkan pertanyaan konyol seperti itu.   Leo menoleh dengan cepat, begitu juga Edward. Dan Edward terlihat menaikkan satu alisnya. "Baik" sahut Leo dengan senyum manisnya. 'Tidak. Jangan tersenyum lagi, atau aku akan pingsan disini.' Tapi Grace merindukan senyuman itu. Ia berterima kasih pada Tuhan karena bisa mempertemukan nya dengan Leo disini. Grace dapat melepas kerinduannya pada Leo meskipun ada Edward di hadapannya. Tapi, sepertinya ia perlu juga berterimakasih pada Edward. Karena Edward membantu mempertemukanya pada Leo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD