Ziya tanpa ragu langsung menampar Reinan. Membuat pipi pria itu tercetak jelas jejak telapak tangannya memerah. Selama ini dia sudah cukup bersabar dan menoleransi segala sikap buruk Reinan. Tapi pria itu justru semakin bertingkah dan membuatnya merasa sangat muak.
"Hentikan sikap mendominasimu itu. Apa kamu selama ini berpikir kalau semua wanita itu sama? Selama kamu kaya, maka kamu bebas untuk bisa tidur dengan siapa pun yang kamu mau hm?"
Reinan tidak sepenuhnya mabuk, dia masih sadar akan apa yang terjadi. Melihat reaksi Ziya, dia tidak menyangka kalau wanita ini berani menolak dan menamparnya.
"Kita adalah suami istri. Seluruh tubuhmu, adalah milikku."
"Aku bukan milik siapapun. Aku berhak atas diriku sendiri. Pernikahan kita hanyalah kontrak, jangan pernah melebihi batasanmu." Kedua mata Ziya menatap tajam pada obsidian segelap malam milik Reinan.
Melihat sikap Ziya yang semakin menentangnya, membuat Reinan malah semakin ingin untuk mendapatkannya. Membuat wanita ini bertekuk lutut dan tidak bisa lepas darinya.
"Sayangnya aku tidak peduli." Reinan sama sekali tidak memedulikan ucapan Ziya. Dia kembali berusaha untuk menciumnya.
Membuat Ziya melotot kaget dan berusaha keluar dari kukungan pria ini. Dia selama ini bisa menggunakan bela diri dengan baik. Namun di hadapan Reinan, dia sama sekali tidak bisa melawan. Butuh waktu lama bagi Ziya untuk mencoba mempertahankan diri. Sayangnya tenaga Reinan yang terlampau besar membuatnya merasa kewalahan. Dia akhirnya hanya bisa pasrah saat pria itu mulai merobek paksa bagi yang dikenakannya. Membuat kancing kemejanya jatuh berhamburan ke segala arah.
"Reinan, lepash ..." Ziya tidak sempat melanjutkan ucapannya ketika bibirnya dibungkam oleh Reinan. Pria itu bahkan menggigit bibirnya saat rontaan dari Ziya tidak kunjung berhenti.
Saat ini Reinan berbalik melepaskan bajunya sendiri dengan terburu-buru. Dia tidak peduli lagi dengan akal sehatnya. Melakukan sesuatu hal seperti ini dengan cara yang tidak pantas, sekalipun mereka adalah suami istri. Dia hanya tidak menyukai perasaan gelisah dan tidak karuan yang ada dalam dirinya.
"Kenapa kamu terus menolakku hmm? Apa kamu sedang berusaha menjaga tubuhmu untuk pria lain? Untuk Rendy?"
"Untuk siapa pun aku menjaga diri dari binatang buas sepertimu, itu sama sekali bukan urusanmu!" Napas Ziya naik turun tak beraturan. Ada sebercak darah di sudut bibirnya karena Reinan telah menggigitnya dengan keras. "Jangan kamu kira karena kamu kaya, maka kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau seenaknya!"
Ekspresi Reinan semakin jelek. Penampilan Ziya yang sedang marah malah terlihat semakin menggoda di matanya. Meski perkataan wanita ini sangat tidak nyaman didengar, tapi terlepas dari semua itu dia malah semakin ingin menaklukkannya.
Kancing kemeja di tubuh Ziya telah terbuka semua, sebelah lengan bajunya juga telah melorot ke bawah. Menunjukkan tulang selangka dan bahunya yang halus dan bersih. Jejak yang sebelumnya dia tinggalkan telah hilang, membuat kening Reinan mengerut tidak senang. Dia seakan ingin memberikan tanda dirinya di tubuh Ziya untuk menyatakan kepemilikannya. Dia tidak tahu sejak kapan rasa ingin memiliki dan sisi posesif dalam dirinya tumbuh. Entah sejak mereka mulai menghabiskan satu malam penuh gairah atau bahkan sebelum itu.
"Kamu yang telah membuatku seperti ini, ini semua adalah tanggung jawabmu."
Bibir Ziya hanya bisa membuka saat mendengar jawaban tidak masuk akal yang muncul dari bibir Reinan. Pria ini otaknya seperti baru saja kemasukan air. Dia baru saja pulang dan tidak tahu apapun mengenai apa yang terjadi pada Reinan. Itupun dia pulang karena kepala pelayan terus saja menghubunginya. Jika tahu akan seperti ini, dia pasti enggan untuk kembali ke rumah ini.
"Berhenti berbicara omong kosong."
Saat Ziya ingin menarik kembali bajunya yang tampak sangat berantakan. Reinan dengan sigap kembali menahannya. Firasat wanita itu memburuk. Hanya melihat dari tatapan Reinan, dia tahu bahwa pria ini tidak bisa diajak berdiskusi lagi.
"Reinan, tunggu dulu." Ziya berusaha menahan Reinan saat pria itu terus saja menciumi lehernya. Menimbulkan gelenyar aneh yang pernah dia rasakan sekali pada malam itu. Dia tidak ingin melakukannya lagi. Mengingat rasa sakit pada malam itu, dia menjadi ketakutan.
"Hentikan Reinan, kita bisa membicarakan hal ini terlebih dahulu. Inga kontrak yang ada di antara kita." Ziya mulai panik, dia hanya bisa menahan d**a pria itu agar tidak terlalu menempel padanya. Karena dia tahu perlawanannya hanya akan menjadi sebuah kesia-siaan. Semakin dia melawan, pria ini akan semakin kasar dan melakukan lebih dari yang dia inginkan. Dia tidak ingin kejadian malam itu terulang lagi.
"Aku tidak bisa, karena aku menginginkanmu." Reinan berbicara dengan suara serak dan dalam, tepat di samping telinga Ziya. Membuat gadis itu bisa merasakan embusan napas hangat milik Reinan yang membuat sekujur tubuhnya bergidik.
"Tapi hubungan kita,"
Reinan kali ini membungkam bibir Ziya dengan ciuman penuh tuntutan. Dia tidak ingin mendengar penolakan lagi dari wanita di bawahnya ini. Bedanya Reinan kali ini melakukannya dengan lebih lembut. Membuat perlawanan Ziya juga menjadi lebih lemah. Meski wanita itu sedang berjuang untuk menekan rasa ingin menampar. Tapi ini mungkin jalan baginya untuk bisa lebih dekat dan mengetahui mengenai sosok pria ini setelahnya.
Alhasil Ziya hanya bisa pasrah, membiarkan Reinan melakukan apapun yang diinginkannya. Menekan segala perasaan bersalah dan gejolak penuh pertentangan dalam hati dan pikirannya. Ketika otak dan keinginan tersembunyi dalam dirinya tidak bisa sinkron dengan respon tubuhnya, yang menyambut tiap sentuhan dari Reinan.
Sudut bibir Reinan perlahan naik ke atas, melihat bagaimana istrinya tidak lagi melawan, tentu saja membuatnya merasa senang. Reinan yang tidak lagi mendapatkan perlawanan dari Ziya segera melanjutkan aksinya. Mencium bibir Ziya dengan penuh gairah. Dia selama ini sangat jarang berhubungan intim dengan wanita lain karena memiliki riwayat OCD akut. Dia juga takut kalau wanita-wanita di luaran sana telah sering terjamah oleh pria lain, hingga membuatnya merasa jijik tak tertahankan. Meski reputasinya tidak baik, namun dia bukan tipikal pria yang mudah menabur benih ke setiap wanita di luar sana. Bahkan bisa dihitung dengan jari berapa kali dia pernah melakukan hubungan intim sebelum ini. Itu pun kebanyakan karena dia telah terjebak dan tidak memiliki pilihan lain.
Saat mengetahui malam itu adalah kali pertama bagi wanita ini, entah mengapa Reinan merasa senang. Dia tidak akan rela jika sesuatu yang telah dia klaim menjadi miliknya akan berakhir di tangan pria lain, meski itu adalah temannya sendiri. Karena apa yang baginya telah menjadi miliknya, maka selamanya akan tetap menjadi miliknya.
"Jangan dekat-dekat dengan Rendy lagi."
"Aku dan Rend--" Ziya belum sempat melanjutkan ucapannya, namun Reinan kembali membungkam bibirnya dengan ciuman penuh tuntutan. Seolah dia tidak rela ketika istrinya menyebut nama pria lain di atas ranjang mereka.
Pada akhirnya Ziya pasrah sekali lagi ketika seluruh bajunya telah dilucuti oleh Reinan hingga berserakan di lantai. Berpadu dengan baju milik pria itu. Untuk kali pertama memang terasa sangat sakit, namun saat ini tidak begitu sakit sehingga Ziya bisa ikut menikmatinya. Segala hal yang dilakukan oleh Reinan, membuat Ziya merasa bahwa dia tengah berhubungan dengan orang berbeda. Pria ini mejadi jauh lebih lembut dari biasanya, membuatnya terlena dan perlahan masuk ke dalam pusaran gairah yang terus dibakar oleh pria itu hingga lupa waktu.
***
Dia tempat lain, sosok pria sedang melihat beberapa foto seorang gadis dengan senyum ceria dengan background universitas ternama di luar negeri. Senyum di bibirnya terangkat, matanya menatap sosok wanita dalam foto tersebut penuh kasih sayang dan kerinduan.
"Entah apa yang sebenarnya terjadi, seharusnya kamu baru saja lulus kuliah dan bisa melanjutkan hidupmu dengan bahagia tanpa beban. Aku akan mencoba melindungimu sebisaku."
Setelahnya tatapan mata pria itu menajam, menatap lurus ke depan. Dia jelas tahu bahwa ini tidak mudah. Dia tidak ingin wanita ini terluka, namun dia juga tidak bisa membantu dalam banyak hal. Semua yang terjadi di luar prediksinya. Entah bagaimana bisa menjadi sosok istri dari Reinan yang selama ini tidak pernah terpublikasikan.
Semuanya terasa janggal di mata pria itu. Tapi dia sedang berusaha untuk menyelidikinya. Karena dua orang ini seharusnya tidak memiliki ikatan apapun dan tidak bersebrangan. Tidak peduli berapa kali dia mencoba untuk menarik ulur benang merah di antara keduanya, tetap saja terlalu rumit untuk bisa dia pecahkan akar permasalahannya.
Tatapan matanya sejak tadi telah berubah menjadi tajam, menatap lurus ke depan dan tidak bisa menahan emosi dalam dirinya. Meninju tembok di sampingnya hingga membuat punggung tangannya memerah. Namun masih belum bisa meredakan emosi dalam dirinya yang telah berkobar.
"Cepat atau lambat, aku akan memisahkan kalian."