Meskipun semalam turun hujan yang sangat deras, tapi pagi ini hujan sudah sepenuhnya terhenti. Benar-benar terhenti, padahal biasanya akan ada gerimis, tapi kali ini sama sekali tidak air lagi yang turun membasahi bumi.
Jika semalam Reno dan Nesya tidur dengan posisi saling berhadapan-hadapan dengan bantal guling yang menjadi pembatas, maka pagi ini posisi tidur keduanya sudah sepenuhnya berubah.
Reno tidur dengan posisi terlentang, sedangkan Nesya tertidur dengan kepala yang berada tepat di bawah dagu Reno. Kedua tangan perempuan itu kini memeluk erat leher Reno, dan juga kaki kirinya yang kini berada tepat di atas kedua kaki Reno.
Tidak ada jarak lagi antara keduanya, karena kini tubuh keduanya sudah sama-sama menempel.
Orang yang pertama kali terbangun adalah Reno. Pria lajang tersebut cukup terkejut ketika melihat posisi tidur antara dirinya dan Nesya.
Seingat Reno, semalam posisi tidur mereka saling berhadapan-hadapan, bukan malah seperti sekarang ini di mana Nesya memeluk erat tubuhnya.
Pelukan Nesya memang sangat erat, tapi tidak sampai membuatnya merasa sesak nafas.
Reno menunduk, lalu memberanikan diri untuk meraih dagu Nesya dan mengangkatnya, membuatnya bisa melihat dengan jelas wajah cantik Nesya yang tengah terlelap.
Reno memilih untuk tetap pura-pura tertidur. Alasannya karena Reno tidak ingin momen pagi ini berlalu begitu saja, mengingat ini adalah momen pertama sekaligus langka yang mungkin tidak akan lagi terjadi dalam kurun waktu dekat ini.
Reno juga yakin, kalau ia sampai terbangun lebih dulu, pasti Nesya akan ikut terbangun, karena itulah ia memilih tetap diam meskipun sudah terbangun.
Sebenarnya Reno sudah terbangun sejak beberapa menit yang lalu dan saat ia sadar kalau ada pergerakan dari Nesya yang artinya Nesya akan terbangun, ia pun kembali memejamkan matanya. Reno tidak ingin Nesya tahu kalau ia sudah terbangun lebih dulu.
Perlahan tapi pasti, kelopak mata Nesya yang sebelumnya terpejam mulai terbuka. Nesya mengerjap, kemudian mendongak dan hal pertama kali yang ia lihat adalah wajah Reno yang sedang tertidur pulas.
Wajar Nesya berpikir kalau Reno masih tertidur, itu karena Reno memang terlihat seperti masih tertidur pulas. Nesya tidak akan sadar kalau sebenarnya Reno sudah terbangun sejak tadi, jauh sebelum perempuan itu bangun.
"Kenapa wajah Reno sangat dekat dengan wajahnya?" tanyanya dalam hati.
Nesya lantas menunduk dan ia baru sadar kalau bantal guling yang semalam berada di tengah-tengah dirinya dan Reno sudah tak ada lagi.
Nesya mengerjap, lalu kedua matanya membola dengan sempurna tat kala ia sadar kalau dirinya memeluk Reno.
Sejak kapan ia memeluk Reno? Apa sudah lama? Atau baru saja? Astaga! Kenapa tidak ada jarak di antara dirinya dan Reno? Seingatnya, semalam ada bantal guling di antara dirinya dan Reno? Lalu kemana perginya bantal guling tersebut?
Nesya meringis saat bantal guling yang semalam menjadi pembatas antara dirinya dan Reno berada tepat di bawah kakinya. Jangan-jangan ia lagi yang melemparkan bantal guling tersebut ke sana? Kalau memang benar, maka jangan sampai Reno tahu kalau posisi tidur mereka saat ini sangatlah intim, karena dirinyalah yang akan merasa malu.
Nesya takut kalau Reno akan terbangun, karena itulah ia segera menjaga jarak dengan Reno.
Nesya menolehkan kepalanya ke samping kiri untuk melihat jam berapa saat ini? Masih pagi buta atau sudah waktunya untuk bangun?
Nesya menghela nafas lega tat kala melihat waktu yang kini sudah menunjukan pukul 4 lewat 45 menit. Baguslah, ini sudah bukan pagi buta dan sudah waktunya mandi, lalu bersiap-siap untuk pergi bekerja.
Nesya menuruni tempat tidur secara perlahan. Tak ingin pergerakannya membuat Reno terusik sampai akhirnya Reno terbangun dari tidurnya. Nesya harap, Reno tidak akan terbangun dan baru akan terbangun ketika nanti ia sudah berada di luar kamar pria tersebut.
Nesya juga melakukan hal sama ketika membuka pintu kamar. Setelah berhasil keluar dan kembali menutup pintu kamar, Nesya segera berlari pergi menuju kamarnya.
Sebelum pergi mandi, Nesya terlebih dahulu merapihkan kamarnya, dan begitu selesai merapihkan kamarnya, barulah ia pergi mandi.
45 menit kemudian.
Nesya sudah mandi. Penampilannya pun sudah jauh lebih rapih dari sebelumnya. Kini Nesya sudah berada di lantai 1 sambil menenteng tasnya dan kini Nesya sedang menuju ruang makan.
Saat Nesya memasuki ruang makan, ia di kejutkan oleh Reno yang ternyata sudah duduk di meja makan dengan secangkir kopi di hadapannya.
Penampilan Reno juga sudah rapih, dan tak bisa Nesya pungkiri kalau Reno terlihat sangat tampan.
"Nesya!"
Panggilan bernada teguran dari Reno membuat Nesya tersadar kalau ia baru saja melamun.
"II-iya Abang," sahut Nesya gugup sekaligus terbata.
"Kamu kenapa? Kok gugup?" Reno tahu apa alasan Nesya gugup, pasti karena kejadian tadi. Tapi pria itu memilih pura-pura tak tahu, agar Nesya tidak semakin gugup sekaligus menghindarinya.
Nesya menggeleng, lalu kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.
Reno menepuk kursi kosong di sampingnya, meminta Nesya duduk di sana.
Nesya ingin sekali menolak, tapi ia takut kalau hal itu malah akan membuat Reno semakin curiga padanya, karena itulah ia memilih untuk duduk di samping Reno.
Sarapan keduanya pagi ini adalah roti bakar, karena semalam Nesya sudah memberi tahu pelayan agar tidak usah masak dan membuat roti bakar saja.
Seusai menikmati sarapan, Reno dan Nesya pun pergi ke kantor. Nesya tentu saja di antar oleh Reno. Awalnya Nesya menolak, karena ia ingin pergi ke kantor sendiri, tapi Reno menolak dan tetap memaksa Nesya agar pergi bersamanya.
Reno dan Nesya ssmpat berdebat, tapi pada akhirnya perdebatan itu di menangkan oleh Reno.
Setelah hampir 15 menit berkutat dengan jalanan yang cukup padat, akhirnya Reno sampai di kantor miliknya. Tentu saja sebelum pergi ke kantornya, Reno terlebih dahulu mengantar Nesya.
Reno baru saja memarkirkan mobilnya tepat di tempat parkir begitu ponsel dalam saku celananya berbunyi.
Ternyata yang menghubunginya adalah Rinda, Bundanya. Reno segera mengangkat panggilan Rinda, tak ingin membuat Rinda menunggu lama.
Sebelum sang Bunda menyapa, Reno sudah terlebih dahulu menyapa dan Rinda pun membalas sapaan Reno dengan sama hangatnya.
"Kamu di mana Bang?"
"Di kantor Bun, kenapa?"
"Tidak apa-apa, Bunda hanya bertanya karena Bunda pikir kamu masih di rumah."
"Reno sudah di kantor, begitupun dengan Nesya."
"Syukurlah kalau kalian berdua tidak bangun kesiangan."
Reno keluar dari mobil, lalu menuju lift, masih sambil mengobrol dengan Rinda. Reno bukan hanya mengobrol dengan Rinda, tapi juga mengobrol dengan Anita.
Katanya, mereka berempat akan pulang besok malam. Jadi malam ini Reno masih harus menemani Nesya, dan Reno pun tentu saja setuju.
***
Lelah, itulah yang Reno dan Nesya sama-sama rasakan. Pekerjaan keduanya hari ini benar-benar sangat menyita waktu, tenaga, serta pikiran mereka.
Ada banyak sekali meeting yang harus keduanya hadiri. Jika Reno banyak melakukan meeting di luar kantor, lain halnya dengan Nesya yang meeting di kantor, karena Nesya melakukan meeting dengan para pegawainya untuk mempersiapkan acara ulang tahun perusahaan yang saat ini ia pimpin.
Seperti janji Reno sebelumnya, Reno akan menjemput Nesya dan kini pria itu sudah berada di kawasan perkantoran Nesya.
Saat ini Reno sedang menunggu Nesya yang katanya sudah berada dalam lift. Sebelumnya Reno sudah mengirim pesan pada Nesya, memberi tahu perempuan itu kalau ia sudah sampai dan Nesya pun membalas pesannya, memberi tahunya kalau sudah berada dalam lift.
Reno sontak menolehkan kepalanya ke samping kiri begitu ia mendengar suara lift terbuka, lalu keluarlah sosok perempuan yang sejak tadi sudah ia tunggu kedatangannya.
Satpam yang sejak tadi berada di dekat mobil Reno lantas membuka pintu mobil samping kemudi untuk Nesya.
"Terima kasih Pak," ucap Nesya sesaat sebelum memasuki mobil.
"Sama-sama Bu." Satpam yang bernama Pak Dadang tersebut membalas dengan ramah ucapan terima kasih Nesya.
Begitu Nesya sudah memakai sabuk pengaman, Reno pun melajukan mobilnya keluar dari area parkir kantor dan sebelum pergi, Reno tak lupa untuk mengucap terima kasih pada pada Dadang.
Saat ini, mobil yang Reno kemudikan sudah memasuki jalan raya yang tentu saja ramai oleh kendaraan roda empat.
Lampu merah menyala, itu artinya mobil di larang untuk terus melaju dan harus berhenti.
Sekilas Reno melirik Nesya yang sejak tadi fokus pada ponselnya. Apa sih yang sebenarnya sedang Nesya mainkan? Kenapa Nesya begitu fokus pada ponselnya?
Reno menyipitkan matanya untuk melihat, apa yang sebenarnya sedang Nesya lakukan. Oh, ternyata Nesya sedang melakukan sesi chat dengan orang yang bernama Alvian.
Alvian? Siapa Alvian? Kenapa ia merasa asing dengan nama pria tersebut. Apa ia teman barunya Nesya? Atau mungkin Nesya dan Alvian adalah rekan kerja? Tapi jika keduanya adalah rekan kerja, mereka berdua pasti tidak akan melakukan chat di luar jam kerja, bukan begitu?
Reno sepertinya terlalu sibuk berpikir tentang siapa itu Alvian sampai tidak sadar kalau lampu lalu lintas sudah berubah menjadk hijau. Reno baru sadar ketika mobil yang berada tepat di belakangnya membuyikan klakson yang tentu saja membuat Reno dan Nesya sama-sama terkejut.
"Abang kenapa?"
"Kamu yang kenapa? Kenapa senyum-senyum sendiri?" Reno mengabaikan pertanyaan Nesya dan memilih untuk balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Nesya. Saat bertanya, fokus Reno tetap tertuju pada jalanan karena sedetik saja ia tidak fokus, maka mungkin ia bisa saja menabrak kendaraan milik orang lain.
Nesya tidak bisa mencegah agar keningnya tidak berkerut begitu ia mendengar nada bicara Reno yang sangat ketus, sama sekali tidak bersahabat. "Loh memangnya kenapa kalau Nesya senyum? Enggak boleh?" tanyanya dengan intonasi santai.
"Enggak boleh!"
Nesya merasa dejavu. Jawaban yang baru saja Reno berikan adalah jawaban yang sama seperti yang kemarin pernah ia berikan pada Reno.
"Jadi kenapa kamu senyum-senyum?" Reno kembali bertanya karena Nesya yang belum juga menjawab pertanyaannya.
Nesya lantas menjawab jujur pertanyaan Reno. Perempuan itu memberi tahu Reno kalau ia sedang bertukar pesan dengan seorang pria bernama Alvian. Pria yang di kenalnya kenalnya ketika ia melakukan kerja sama dengan perusahaan tempat di mana kini Alvian bekerja.
Setelah Nesya memberi penjelasan, Reno pun diam. Pria itu sama sekali tidak memberi tanggapan atas penjelasan yang baru saja Nesya berikan.
Nesya semakin merasa kebingungan ketika melihat Reno yang tiba-tiba menjadi pendiam. Nesya lantas mengalihkan atensinya pada kedua tangan Reno yang berada di atas setir kemudi. Setelah itu kembali menatap Reno dan ia bisa melihat rahang Reno yang mengeras.
"Sepertinya Reno marah, tapi karena apa? Apa ia baru saja melakukan kesalahan?" Itulah sederet pertanyaan yang kini ada dalam benak Nesya. Nesya ingin sekali bertanya, tapi setelah ia pikir-pikir, akan jauh lebih baik kalau ia diam dan tidak mengatakan apapun.
Nesya memilih untuk menatap jalanan yang begitu padat. Tentu saja padat, ini kan jam pulang kantor.
Jika pikiran Nesya terus tertuju pada Alvian, maka lain halnya dengan Reno. Pikiran pria tersebut sangat kacau dan tentu saja ia sedang memikirkan perempuan yang saat inj duduk di sampingnya.
"Saat loe berani mencintainya dalam diam, maka loe juga harus siap untuk terluka dalam diam."
Itulah kalimat yang pernah Reno dengar dari Arsa, dan saat itu Reno berpikir kalau ia sama sekali tidak akan pernah merasakan hal itu. Tapi sekarang Reno mulai ragu, karena ia mulai berpikir kalau cepat atau lambat, ia pasti akan terluka.
Saat berada di dekat Nesya, Reno selalu merasa bahagia, dan begitu berada jauh dari Nesya, Reno merasa cemas, takut, sekaligus khawatir. Reno takut, takut kalau akan terjadi sesuatu yang buruk pada Nesya dan yang lebih menbuatnya takut adalah, jika Nesya dekat dengan pria lain, kemudian sosok pria tersebut membuat Nesya nyaman atau bahkan mungkin jatuh cinta.
Semakin hari, Reno semakin merasa bahwa mencintai seseorang secara diam-diam itu begitu berat sekaligus sulit.
Saat berada di dekat Nesya, Reno harus bisa bersikap seperti biasanya seakan semua perasaan yang ia miliki tidak ada, dan hanya perasaan sayang seperti Kakak pada adiknyalah yang ia miliki pada perempuan tersebut.
Ya Tuhan, apa yang harus ia lakukan? Apa ia harus memberi tahu Nesya kalau ia mencintai perempuan itu? Tapi bagaimana jika Nesya tidak memiliki perasaan yang sama dengannya? Lalu hubungan di antara mereka berdua pun merenggang?
Tentu saja hubungan mereka akan merenggang, jika Nesya tidak memiliki perasaan yang sama dengan Reno.
Reno menggeleng, belum siap untuk menanggung semua resiko atas ungkapan cintanya pada Nesya. Untuk saat ini, akan jauh lebih baik kalau ia tetap memendam perasaannya dan tidak memberi tahu Nesya.
Tak lama kemudian, mereka sampai di kediaman kedua orang tua Nesya. Kini mobil milik Reno sudah berhenti tepat di depan pintu utama dan kedua pengawal yang berjaga tepat di depan pintu utama langsung menghampiri mobil Reno.
Salah satu pengawal membuka pintu mobil Nesya, dan satunya lagi akan membuka pintu mobil Reno, tapi Reno mengangkat tangan kanannya, menolak.
Tanpa kata, Nesya keluar dari mobil milik Reno, karena Nesya pikir, Reno juga akan mengikuti langkahnya dan membiarkan mobilnya di parkirkan oleh salah satu pengawal yang sudah menghampiri Reno.
Setelah melihat Nesya memasuki rumah, Reno memutuskan untuk pulang. Mungkin malam ini ia akan menginap di rumah orang tuanya dan membiarkan Nesya tidur sendiri. Sebenarnya Nesya tidak benar-benar sendiri, karena ada banyak sekali orang yang tidur di rumah itu, bahkan para pengawal berjaga selama 24 jam non stop.
Langkah Nesya terhenti begitu ia sadar kalau tidak terdengar suara langkah kaki Reno di belakangnya. Nesya menoleh dan ternyata memang tidak ada Reno di belakangnya. "Abang kemana?" gumamnya tanpa sadar.
Nesya berbalik, lalu berlari menuju jendela untuk melihat kemana Reno akan pergi? Apa Reno akan memarkirkan mobilnya di garasi atau mungkin akan pergi keluar tat kala ia mendengar mobil Reno melaju.
"Abang mau pergi kemana?" gumam Nesya kebingungan. Nesya pikir Reno akan pergi memarkirkan mobilnya di garasi, tapi ternyata tebakannya salah, karena mobil milik Reno kini keluar dari gerbang rumah.
"Mungkin mau beli makanan," lirih Nesya, mencoba untuk berpikir positif, meskipun sebenarnya kini pikirannya penuh dengan pikiran negatif.
Nesya segera mengalihkan atensinya pada ponselnya yang baru saja berbunyi sebagai pertanda ada pesan masuk.
Senyum di wajah Nesya kembali mengembang dengan sempurna tat kala ia tahu kalau orang yang baru saja mengirim pesan padanya adalah Alvian. Dengan penuh semangat, Nesya membalas pesan yang Alvian kirimkan, dan untuk sesaat, ia pun lupa pada Reno.