Menjual Keperawanan

1028 Words
"Paman butuh istri, aku butuh uang. Kita sama-sama mencari sebuah keuntungan." Ujar Gina dengan penuh ketegasan tanpa merasa ragu sedikitpun di hatinya, rela menjual tubuhnya dengan harga yang fantastis, demi sebuah uang. Axel menatap gadis 21 tahun itu, yang tak lain adalah Gina, dengan tatapannya yang dingin dan tajam seperti pisau yang siap menyayat sesuatu, membuat Gina berusaha menelan air liurnya dengan susah payah, karena mendapat tatapan yang tidak biasa dari pria yang baru saja diajak untuk bekerjasama. Karena Gina merasa tidak nyaman, Mendapat tatapan yang tidak biasa dari Axel, akhirnya Gina langsung mengibaskan tangannya di depan mata Axel. "Kamu yakin mau menjadi istriku?" tanya Axel meminta kepastian dari Gina. "Tentu saja aku yakin." Jawab Gina tanpa ragu "Baiklah. Aku akan memberikan sebuah kontrak sebelum kamu memutuskan untuk menjadi istriku." Ujar Axel yang langsung menarik pergelangan tangan Gina, dan membawanya masuk ke dalam mobilnya. Setelah mereka berdua sudah berada di dalam mobil yang begitu sangat mewah, Axel meminta kontrak yang sudah disiapkan oleh asistennya. Axel mengambil surat kontrak dari asistennya tersebut, dan menyerahkan langsung pada Gina. Gina pun mengambil kontrak yang dimaksud oleh Axel, dan dengan gerakan pelan, Gina mulai membaca isi dari kontrak yang sudah disiapkan oleh Axel. Kedua bola mata Gina membola sempurna saat membaca isi dari kontrak yang disiapkan oleh Axel. Gina merasa terjebak dalam mimpi buruk yang tiada akhir. Benar-benar sangat tidak percaya dengan syarat yang diajukan oleh Axel. Axel sendiri hanya diam saja memandang lurus ke depan, tanpa peduli dengan reaksi yang diperlihatkan oleh Gina. Gina langsung menutup berkas yang berupa kontrak kerjasama itu secara kasar, lalu melempar pada d**a Axel secara kasar. "Benar-benar manusia yang tidak memiliki hati!" Seru Gina yang langsung membuka pintu mobil Axel untuk segera pergi, namun langsung ditahan oleh Axel. "Jadi kamu membiarkan uang itu hilang begitu saja?" tanya Axel yang masih menggenggam tangan Gina. "Aku bisa mencari pria lain untuk membeli keperawanan ku." Ujar Gina dengan penuh ketegasan, membuat Axel tersenyum. "Memangnya siapa yang bisa membayar kamu mahal seperti tawaranku? Apa kamu mau menjajahkan tubuhmu seperti pasar rendahan?" tanya Axel sambil tertawa. Axel tetap memperlihatkan senyumnya, tapi kata-katanya begitu sangat menyakitkan hati Gina. Gina langsung pergi begitu saja tanpa memperdulikan pertanyaan Axel. Gina terus menggerutu dan bahkan mengumpat Axel hingga berulang kali, karena Gina benar-benar sangat kesal pada Axel. "Dasar pria tua. Nyebelin. Sok laku. Dia pikir, aku ini…" Gina langsung menghentikan kalimatnya saat mendengar ponselnya berdering. Dengan cepat Gina menerima panggilan masuk tersebut, saat Gina melihat ternyata papa tercintanya yang menghubunginya. "Sayang, cepatlah pulang, Mama pingsan." Betapa terkejutnya Gina saat mendengar kabar bahwa sang mama tercinta pingsan. Dengan cepat Gina langsung membawa langkahnya mendekati mobilnya, untuk segera pulang. Sepanjang perjalanan menuju ke rumah, Gina tiada hentinya berdoa, berharap sang Mama baik-baik saja, dan semua masalahnya segera terselesaikan. Karen Gina membawa mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, tak butuh waktu lama, mobil Gina sudah terparkir cantik di halaman rumahnya. Gina berlari masuk ke dalam rumah, dan langsung menaiki anak tangga untuk menuju ke kamar sang Mama. Brak Gina berlari masuk ke kamar Lina, Mama Gina setelah membuka pintu kamar Lina dengan kasar. Semua orang yang ada di kamar Lina langsung menoleh pada Gina. "Mama, Apa yang terjadi sama Mama? Gina kan sudah bilang, kalau Gina akan menyelesaikan masalah perusahaan." Ujar Gina dengan penuh kesedihan sambil mengelus wajah Lina dengan lembut, dan mengecup punggung tangan Lina dengan sayang. "Gina, Kakak percaya kamu bisa mengatasi masalah ini. Tolong segera cari solusinya." Ujar Revan pada sang adik, membuat Gina kesal. "Disini kan yang memegang perusahaan Kakak, harusnya Kakak bisa dong cari solusi." Ujar Gina yang sudah menatap sang Kakak dengan wajah yang terlihat sudah tidak bersahabat lagi. "Kakak sudah meminta bantuan pada semua keluarga kita yang ada di Indonesia, tapi tidak ada satupun dari mereka yang mampu untuk memberi sedikit suntikan dana pada perusahaan, terlebih kita butuh suntikan banyak, dan keluarga kita tidak ada yang mampu. Kakak sudah berusaha." Ujar Revan yang memang sudah mencari bantuan pada keluarga yang ada di Indon, tapi Revan masih belum membawa kabar baik. "Sudah. Kalian tidak perlu berantem. Sebenarnya Mama meminta kalian untuk menyelamatkan perusahaan itu bukan karena Mama gila harta. Bukan karena Mama takut tidak memiliki kemewahan. Bukan karena Mama takut jadi gelandangan atau lain sebagainya. Mama tetap ingin mempertahankan perusahaan itu, itu karena Mama tidak ingin kehilangan perjuangan Grandpa kalian di masa lalu. Mama melakukan semua karena Mama ingin tetap menjaga perjuangan Grandpa kalian. Kalian tidak tahu betapa sulitnya perjuangan Grandpa kalian dulu, saat ingin mendirikan perusahaan itu, sangat butuh perjuangan keras dari Grandpa kalian." Ujar Lina panjang lebar, membuat Gina langsung meneteskan air matanya, bahkan wajah Gina sudah dibanjiri oleh air matanya yang terus terjun begitu saja dari mata indahnya. Gina yang mendengar sedikit cerita tentang perjuangan Grandpa dimasa lalu, langsung mengepalkan tangannya kuat, berjanji akan tetap melindungi dan mempertahankan apa yang menjadi salah satu perjuangan Grandpa dimasa lalu. Setelah dirasa Gina mengerti, kenapa sang Mama begitu sangat menganggap masalah perusahaan itu penting, Gina berpamitan keluar dari kamar sang Mama, dan mencoba untuk menenangkan Lina, dengan memberi sedikit janji kalau dirinya bisa menyelamatkan perusahaan. Tidak hanya Gina yang keluar dari kamar Lina, tapi Revan dan juga Ashar ikut keluar dari kamar Lina, dan meminta agar Lina beristirahat. "Apa yang harus Gina lakukan, Pah?" tanya Gina dengan wajah sedihnya pada Ashar, setelah semuanya berkumpul di ruang tamu. "Kalau kamu mau ikut saran dari Kakak, maka Kakak akan memberitahumu apa yang harus kamu lakukan." Ujar Revan saat melihat Ashar hanya diam saja dan memandang Gina dengan wajah yang terlihat sangat jelas kalau Ashar tidak tega meminta bantuan anak perempuannya. Ashar yang mendengar ucapan anak sulungnya langsung menoleh pada Revan, dan begitupun dengan Gina. "Kalau Kakak tidak bisa membantu menyelamatkan perusahaan, katakan saja apa yang harus aku lakukan untuk menyelamatkan perusahaan." Ujar Gina mencoba untuk yakin bisa menyelamatkan apa yang selama hidup Grandpa perjuangkan. "Semua keluarga kita sudah aku coba untuk minta bantuan, bukan mereka tidak ingin memberi bantuan pada kita, tapi bantuan yang kita butuhkan memang sangat banyak, dan mereka tidak mampu. Sekarang, jalan satu-satunya itu, ada pada kamu. Kamu yang harus berusaha." Ujar Revan dengan wajah yang sudah berubah, terlihat sangat serius. "Lalu? Aku harus minta bantuan sama siapa?" tanya Gina "Axel…"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD