Biarkan Saja

2058 Words
Sesampai di kelasnya, Nagara hanya berlalu saja dan tak memperdulikan orang lain yang membicarakan kepindahannya secara tiba-tiba. Nagara tau apa yang terjadi padanya akan selalu salah di mata orang lain, meski begitu Nagara tak ingin memperdulikannya. Sudah cukup Nagara membebani pikiran mamah tadi, jadi ia berusaha dengan keras agar tidak lagi terlibat dalam masalah. Pelajaran di mulai semuanya pun kembali sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, hanya Nagara yang menatap keluar dengan tatapan kosong. Hati Nagara masih tak tenang dan perasaan bersalah masih tetap saja mengikat hati dan pikirannya, hingga Nagara tak menyadari jika sekarang pelajarannya telah usai. Setelah menyadari sudah waktunya pulang maka tak butuh lama untuk Nagara merapihkan seluruh bukunya ke dalam tas, merasa telah selesai Nagara menatap kelasnya datar namun senyumnya menyeringai dalam diam. Baginya mau sekarang apapun saat pagi kelasnya sepi, karena ketika jam pulang tak ada satupun orang memberitahu untuknya pulang. Hanya menyisakan dirinya dan kehampaan di kelas yang memang tak pernah memberikan warna untuk Nagara, maka dengan mudahnya Nagara menyerigai karena ia tau orang-orang di kelas ini tak menginginkan kehadirannya. Ada atau tidak dirinya bagi mereka Nagara tak berarti apapun, selain hanya sebagai bahan bercandaan. Thanks god! Kini Nagara merasa terbebaskan, mungkin ucapannya terdengar konyol tapi nyatanya Nagara benar-benar merasa bebas layaknya burung. Dengan langkah santai Nagara meninggalkan kelasnya dan menunggu Naraya di perpustakaan karena biasanya Naraya ada ekskul hingga sore hari, senyum Nagara semakin mengembang saat perpustakaan terlihat sepi. Bermenit-menit telah berlalu dan membuat Nagara tenggelam dalam dunianya, hingga tak lama Nagara mendengar orang lain saling berbisik-bisik membicarakan Nagara dan Naraya yang memanfaatkan Bintang. "Eh udah denger belum soal Nagara sama Naraya yang manfaatin kebaikan Bintang?," tanya murid lain. "Udah. Iya kabarnya mereka tuh nyari perhatian gitu ke Bintang biar bisa gak selalu di omongin orang iya gak sih?," sahut murid lain menimpali. "Katanya sih bener begitu. Tapi katanya Nagara itu nyuruh adiknya godain Bintang juga biar gak ada yang ngalihin perhatian Bintang dari Mereka ih parah banget gak sih?," ujar murid lain mengompori. Pembicaraan itu mengusik Nagara, bukan berarti ia membenarkan apa yang beredar di sana. Namun Nagara tak terima bila Naraya juga ikut terseret hanya karena Naraya kembarannya, Naraya tak salah apapun dan tak boleh di persalahkan seperti ini begitu pikir Nagara. Reflek Nagara berdiri hingga kursi yang duduki terjatuh dan membuat semua orang menatapnya, beberapa terkejut melihat kehadiran Nagara dan sisanya menatap Nagara seakan dirinya telah melakukan kesalahan besar kepada mereka. Hampir saja Nagara memaki semua yang menyalahkan dirinya dan Naraya, memang apa yang mereka lakukan? hingga semua yang mereka lakukan terlihat salah dimata orang lain. Memangnya Nagara menginginkan hal seperti ini?, tidak! Tidak pernah sama sekali dirinya membayangkan hari-harinya akan terasa berat. Untungnya Nagara berusaha keras mengendalikan emosinya saat ini, Nagara tidak ingin kembali membuat pikiran mamahnya terbebani jika dia kembali marah saat ini. Untuk itulah Nagara hanya bisa menatap sinis mereka yang menatap Nagara sekarang, kemudian Nagara meninggalkan perpustakaan. Langkahnya membawa Nagara ke lapangan, meski pikirannya terasa berantakan, Nagara memilih menyibukkan diri dengan menumpuk batu yang ia temukan. Mungkin apa yang ia lakukan terlihat tak berguna, mau bagaimana lagi? Tak ada yang bisa Nagara lakukan selain seperti ini. Toh menjelaskan bagaimana keadaan yang kita rasakan tak akan membuat orang lain mengerti bukan? Mau sekeras apapun kita menjelaskan tapi jika mendengarkan saja mereka tak pernah, lalu bagaimana mereka mengerti menjadi kita. Bermenit-menit telah Nagara lakukan menumpuk batu hingga ia hancurkan lagi lalu ia susun kembali, begitu seterusnya hingga sebuah suara mengajaknya mengobrol. Merasa mengenal suara ini membuat Nagara menolehkan kepalanya, dan ia melihat Bintang sedang tersenyum ke arahnya. "Lu sendirian aja Nagara?" tanya Bintang lembut. Nagara hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban pertanyaan Bintang, baginya semakin Nagara terlihat dekat atau akrab dengan Bintang maka semakin membenarkan rumor yang beredar. Meski Nagara tak ingin menyakiti kebaikan Bintang tapi pikiran saat ini serba salah, menjauhi akan membuat Nagara di nilai sebagai orang tak tau berterima kasih. Dekat dengan Bintang di nilai memanfaatkan Bintang, jika ada pilihan pergi maka Nagara akan memilih pergi. Bintang yang melihat Nagara melamun sedih membuat Bintang bingung, sebenarnya apa yang Nagara pikirkan sekarang. Tapi saat Bintang ingin bertanya untuk lebih akrab dengan Nagara, ucapan Nagara justru membuat Bintang semakin bingung. "Gi mana kelas hari ini Nagara ...," ucap Bintang terhenti. "Jangan pernah coba baik sama gue Bintang. Gue gak butuh dikasihanin," ujar Nagara datar. Belum sempat Bintang mempertanyakan maksud ucapan Nagara, Nagara sudah lebih dulu meninggalkannya. Tak ingin dalam suasana seperti ini membuat Bintang mengejar Nagara dan Bintang berusaha keras meluruskan hal yang mungkin salah di sini, Nagara yang lengannya di tahan pun ia tepis dan tatapan Nagara terlihat dingin. "Ini cuma salah paham aja kan Nagara? Gue baik ya karena kita bakal sekelas, prestasi lu bagus banget jadi lu masuk kelas akselerasi. Mana ada gue baik cuma karena kasihan? Apa pas gue baik ke elu itu salah?" tanya Bintang bingung. Nagara menyerigai, tatapannya tak lagi dingin tapi kini menjadi tajam dan menusuk. Bintang merasa terintimidasi tapi mengapa Nagara seakan menjauhinya, memang apa salahnya? Belum sempat Bintang kembali bertanya ucapan Nagara sudah memberi pukulan keras ke bintang. "Lu ngerti arti gak kan? gue gak butuh dikasihanin. Gue gak butuh temen di manapun jadi gak usah ikutin gue," ujar Nagara datar. Bintang masih tak mengerti mengapa Nagara bersikap seperti itu, tapi saat Bintang ingin menahan lengan Nagara. Nagara kembali menepis tangan Bintang dan berjalan menghampiri Naraya yang baru keluar kelasnya, Naraya yang melihat kembarannya terlihat marah membuatnya mengerutkan dahinya bingung. Nagara yang merasa kembarannya akan bertanya mengenai raut wajahnya, langsung menggenggam tangan Naraya menjauh dari sana dan segera mengajaknya pulang. Selama di perjalanan pun Nagara tetap diam bahkan mengabaikan Naraya yang berulang kali memanggilnya, Naraya tak mengerti mengapa Nagara seperti ini? Apakah ada hal lain yang tak Naraya ketahui tadi. "Na! Lu kenapa sih Na? Lu kok diemin gue sih? Lu kenapa kayak gini sih? Ada yang terjadi sebelum kita pulang Na," ujar Naraya bingung. Nagara terus mengabaikan Naraya, seakan kehadiran Naraya bagaikan angin lalu saja. Tak lama keduanya sudah sampai di rumah dan Nagara langsung berjalan memasuki rumahnya, Naraya yang belum mendapat jawaban yang ia inginkan pun terus mengekori Nagara bahkan ke kamarnya. Sementara mamah yang melihat Nagara dan Naraya saling diam tapi saling mengikuti membuat mamah bingung, anak-anaknya kenapa? Apakah mereka berkelahi? Rasanya tidak mungkin. Lama kelamaan Nagara risih dan akhirnya berlindung di balik mamahnya membuat Naraya merengek ke kembarannya, tapi Nagara justru mengabaikannya. Tak ingin putra-putrinya bertingkah aneh seperti ini membuat Gioraya mendamaikan keduanya dan mencari solusi atas apa yang terjadi, Naraya pun setuju karena memang dia tak memiliki masalah apapun dengan Nagara. Sementara Nagara menghela nafasnya kasar, sebenarnya memang bukan salah Naraya di sini. Namun rasanya Nagara ingin sendiri karena ia marah pada dirinya sendiri, melihat putranya merasa sedih membuat Gioraya mengusap bahu Nagara lembut dan menenangkan Nagara agar perasaaannya lebih baik tak kalut seperti ini. "Gi mana kalo kalian damai aja Nagara, Naraya? Kalo ada masalah tuh kalian bicarakan jangan kayak gini lagi ok? Gak akan selesai masalah kalo kalian diem-dieman," ujar Gioraya lembut. "Setuju mah! Nagara tuh diemin Naraya," ucap Naraya sebal. "Bukan berantem kok mah, Nagara emang pengen sendiri aja gak ada apa-apa kok. Naraya aja tuh yang ngikutin Nagara mulu mah," ujar Nagara datar. Naraya yang mendengarkan ucapan kakaknya pun merasa semakin kesal, padahalkan kakak yang duluan terlihat kesal. Kenapa jadi dirinya yang di sebut-sebut? Menyebalkan sekali Nagara hari ini, melihat keduanya tak juga berdamai membuat mamahnya mencoba mengobrol dengan lebih santai. "Yaudah gini deh, mamah mau nanya. Gi mana hari kalian di sekolah? Nagara gi mana? Naraya gi mana? aman? Tadi mamah abis ke Nagara tapi gak sempet ke Naraya. Maaf ya sayang," ujar Gioraya lembut. "Iya gak apa-apa mah, iya kok aman mah. Cuma tadi ada yang nyebar rumor kalo Naraya bilang suka ke kakak kelas padahal gak sama sekali," ujar Naraya geli. "Loh bisa gitu, ada-ada aja ya. Kalo Nagara tadi gi mana pas nungguin Naraya ada yang gangguin gak? Atau ada apa gitu," tanya Gioraya lembut. Nagara hanya terdiam memandang lantai, kemudian beranjak pergi meninggalkan Gioraya dan Naraya yang kebingungan. Tak biasanya Nagara seperti ini, Gioraya pun mengingatkan Naraya untuk berganti baju dan beristirahat. Soal Nagara biar Gioraya yang urus, nanti Gioraya coba ajak bicara Nagara berdua. Mungkin ada hal yang membuat Nagara seperti ini tapi ia tidak bisa menjelaskannya di hadapan Naraya, apapun itu Gioraya selalu berharap anak-anaknya dalam lindungan-Nya. "Mungkin Nagara butuh waktu sendiri, Naraya ganti baju terus istirahat ya sayang. Biar mamah aja yang coba ngobrol sama Nagara ok?," ujar Gioraya lembut. Naraya yang mendengar perintah ibunya pun langsung berjalan memasuki kamarnya, tak lama Gioraya berjalan menghampiri kamar Nagara dan mengetuk-ngetuk pintu untuk minta izin agar mamahnya bisa mengobrol berdua. "Nagara! Mamah boleh masuk ke kamar Nagara gak? Kalo ada apa-apa cerita Na. Yuk sini cerita ke mamah ada apa Nagara," ujar Gioraya lembut. Nagara yang mendengar suara mamahnya merasa dilema, Nagara tidak bisa mengabaikan mamahnya. Tetapi Nagara tak ingin membebani pikiran mamah, tak ingin membuat mamahnya menunggu terlalu lama membuat Nagara membukakan pintu kamarnya perlahan. Gioraya yang melihat putranya baik-baik saja pun tersenyum lembut, Gioraya tau pasti sekali lagi putranya mengalami hal yang berat. Gioraya pun mengenggam tangan Nagara dan membawa putranya ke ruang TV, di sana dahi Nagara berkerut tanda mengerti sementara Gioraya memulai obrolan ringannya. "Kalo ada sesuatu yang terasa berat di hati, jangan kamu pendam sendirian Nagara. Terkadang berbagi duka tidak selamanya terlihat buruk kok," ujar Gioraya lembut. Nagara yang mendengar ucapan mamahnya hanya terpaku, bukan dirinya tak ingin berbagi duka hanya saja Nagara tak ingin membuat mamahnya menanggung semua beban keluarga sendirian. Mamahnya telah berjuang dengan keras demi kelangsungan hidup Nagara dan Naraya, dan rasanya tak adil bila kembali membebani mamah hanya karena rumor yang beredar di sekolahnya. "Nagara gak apa-apa mah, Nagara cuma mau sendiri aja gak lebih kok," ujar Nagara sedih. "kalo Nagara gak apa-apa. Nagara pasti gak akan diem seperti ini? Ada yang ngancem Nagara? Ada yang bikin Nagara gak suka? Ada apa hm?," ujar Gioraya lembut. "Ada rumor yang bilang kalo Nagara sama Naraya sok baik ke kelas karena mau manfaatin kakak kelas itu terus ada yang bilang Nagara nyuruh Naraya deketin kakak kelas biar di lindungin dan gak ada yang ngomongin kita mah," lirih Nagara sedih. Gioraya yang mendengar rumor aneh ini pun menggelengkan kepalanya tak percaya, kenapa harus ada rumor seperti itu? Memang apa salahnya Nagara dan Naraya baik ke kakak kelasnya? Apakah putra-putrinya harus jahat ke orang lain? Sungguh Gioraya tak mengerti sebenarnya apa yang mereka mau. Mendengar hal ini tentu menyakitkan untuk Gioraya, karena bagaimana pun hati seorang ibu tak menginginkan putra-putrinya tertekan seperti inI. Saat Gioraya sedang melamun Nagara justru meluapkan apa yang Nagara rasakan, mendengar perasaan terpendam Nagara membuat Gioraya menyimaknya dengan seksama. "Kenapa Nagara salah terus mah, Nagara baik di bilang manfaatin. Nagara jahat di bilang murid yang ngelakuin k*******n, padahal Nagara juga serba salah mau jauhin kakak kelas di kiranya gak tau terima kasih, mau baik malah di bilang ada maunya sama orang lain. Terus Nagara harus apa mah?" lirih Nagara sedih. Gioraya pun mengusap-usap bahu Nagara lembut, dirinya mengerti perasaan Nagara benar-benar terbebani sekarang dan posisinya sungguh terasa tidak tepat. Apapun yang Nagara lakukan selalu salah di mata orang lain, tapi meski begitu Nagara harus tetap tenang. "Lain kali jangan Nagara simpen semuanya sendirian, jangan lupa berbagi sama Naraya ya. Meski mereka jahat ke Nagara tapi jangan Nagara bales biarin aja karena mamah percaya Nagara dan Naraya gak akan nyakitin orang," ujar Gioraya menasehati. Nagara yang mendengarkan nasihat mamahnya pun menggangguk mengerti, karena nasihat mamah nyatanya memang benar tak perlu menyakiti siapapun untuk bertahan. Dan tak perlu memendam semuanya sendirian karena Nagara memiliki mamah dan Naraya di sisinya, lagipula berjuang akan terasa lebih baik jika bersama-bersama. Gioraya yang melihat putranya telah membaik pun memeluknya dan mengusap-usap punggung Nagara lembut dan menyuruhnya beristirahat, Karena Nagara pasti lelah seharian di sekolah dengan banyaknya hal berat yang ia lewati. "Udah merasa baikan Nagara? Istirahat sana pasti kamu capek seharian di sekolahkan," ujar Gioraya lembut. "Iya mah. Iya Nagara ke kamar dulu ya," ujar Nagara riang. Setelah kepergian Nagara ke kamarnya, Gioraya tersenyum senang di berkahi anak-anak yang kuat. Tak lama saat Gioraya sibuk memasak dadanya terasa tercekat sakit dan membuatnya hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya, tapi Gioraya berusaha keras untuk tenang. Dia tidak boleh seperti ini, anak-anaknya membutuhkannya. Hanya dirinya lah tempat bergantung anak-anaknya selama ini, Gioraya yang merasa lebih baik pun kembali melanjutkan masakannya yang sempat terhenti. |Bersambung|
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD