“Baguslah David tidak rewel,” sang nyonya majikan melihat putranya tidur dengan tenang dan pengasuhnya tidur di kasur tebal yang digelar di lantai dan menggunakan selimut tebal karena dinginnya AC. Kamar pembantu tak ada yang pakai AC.
“Ti. Kamu kembali ke kamarmu sana,” nyonya majikan membangunkan Sarti.
“Eh … iya Nyonyah,” sahut Sarti yang sedang asyik bermimpi bergulat dengan Xavier.
“Besok kamu libur. Saya akan bersama David seharian,” sang nyonya memberitahu kalau dia besok tidak ke kantor.
“Baik Nyonyah,” kata Sarti sedih. Pupus sudah harapan esok pagi akan bertemu pujaan hatinya.
≈≈≈≈≈
Xavier kaget, kamar David kosong. Tak ada Sarti mau pun David. Belum mandi dia turun ke ruang makan.
‘Apa David masih di kamar Pricilla?’ batin Xavier, sejak Pricilla hamil hingga melahirkan memang mereka tak pernah satu kamar. Bahkan sejak menikah. Xavier hanya beberapa kali masuk kamar Pricilla untuk menanam benih, sehabis itu dia keluar kamar.
Xavier melihat Pricilla masih ada di rumah dan belum mengenakan pakaian kerja, artinya perempuan yang masih sah jadi istrinya itu tak pergi kerja atau berangkat siang. Pupus sudah harapannya bercum-bu pagi dengan Sarti.
“Sudah kumpul semua Nyonyah,” Ratna membeli laporan pada nyonya-nya yang akan memberi gajian rutin.
Dari jauh Xavier melihat semua mendapat penilaian dari Pricilla, juga amplop gaji. Sehabis itu dia lihat Sarti masuk ke ruang belakang. Lokasi yang tak pernah dia masuki.
≈≈≈≈≈
“Saya izin ya Bu, mau ke bank dan kantor pos, mungkin juga keluae seharian lah,” Sarti ingin keluar mumpung dia libur. Ratna tahu Sarti anak baik. Kalau tak jam kerja bajkan jarang ke teras depan. Dia hanya diam di belakang. Jadi kalau dia minta izin seperti ini pasti sedang butuh suasana baru. Ratna pun mengizinkan karena memang hari ini Sarti libur.
Liburan, Sarti ingin mengirim uang dan juga mengirim ponsel lama yang dari tuannya. Sarti sedang menunggu angkot ketika ada mobil berhenti di sebelahnya. Kaca mobil terbuka. Dia lihat Xavier tersenyum manis.
“Masuk,” perintahnya.
Tanpa membantah Sarti pun naik ke mobil juragannya. Xavier memang tak mau pakai sopir, karena dia pakai mobil sport.
“Mau ke mana?”
“Mau ke bank dan kantor pos,” jawab Sarti.
Mobil berhenti di sebuah bangunan yang Sarti tak tahu apa namanya. Mobil terparkir di lantai bawah.
“Kenapa kesini Tuan?” tanya Sarti.
“Nanti aku transfer uang untuk ibumu. Sekarang temani aku dulu,” Xavier menuntun Sarti masuk ke lift.
Mereka memasuki sebuah kamar, ups bukan ini seperti rumah kecil. Dengan dua kamar, ada ruang tamu dan dapur. Rupanya Xavier membawa Sarti ke apartemen miliknya.
≈≈≈≈≈
Tanpa membuang waktu begitu pintu di tutup Xavier langsung menyerang Sarti. Dia bopong tubuh mungil pembantunya. Dia buka kaos yang Sarti gunakan juga penutup gunung kembarnya.
“Semalam aku sudah berjanji akan naik gunung kan? Ayo kita mulai Sayangku,” dan Sarti sekarang yang mulai mendesah ketika puncak gunungnya penuh dalam mulut sang majikan. Dan banyak kiss mark yang majikannya buat di lereng gunung miliknya.
“Panggil aku SAYANG,” pinta Xavier sambil terus memainkan lidahnya di puncak mahameru milik Sarti.
“Aku kebelet pipis Tuan,” rengek Sarti.
“Itu bukan pipis, enggak usah ditahan. Dan jangan panggil tuan. Sebut aku Sayang,” balas Xavier. Dia pun mulai membuka semua baju yang dia pakai.
Kembali dia tuntun Sarti memuaskan pisangnya. Sementara dia sendiri sibuk di gunung kembar Sarti. Celana panjang Sarti masih utuh. Belum dibuka Xavier, tapi dia sendiri sudah naked.
“Sayang, lakukan lagi yang seperti semalam di semua tubuhku,” pinta Xavier. Dia ingin diberi kepuasan oleh Sarti. Sarti menuruti perintah, dia arahkan bibirnya kebagian tubuh yang diminta Xavier.
“Sayang, kecup lembut ini. Dia ingin berkenalan dengan bibir indahmu,” rayu Xavier yang minta Sarti mengecup eagle.
Xavier benar-benar dosen live. Langsung praktek. Dan sang mahasiswi juga patuh dan pandai. Langsung bisa menguasai semua materi yang diajarkan sang dosen.
“Jangan cuma kecup dong Sayang. Dihisap seperti biasa,” rajuk Xavier.
“Sayang kamu hebat,” Xavier memegang kepala Sarti dan dia yang mengatur agar Sarti terus memanjakan eagle miliknya dengan mulut Sarti hingga lahar putih sang eagle kembali keluar.
Dengan lembut Xavier memeluk Sarti dengan erat. Dia ciumi anak kecil yang telah bisa membuatnya or-gasme.
“Istirahat sebentar, kita makan dulu ya,” Xavier memesan makanan online. Dia pun mengajarkan Sarti cara memesan baju online.
Xavier juga mengajarkan cara transfer antar bank. Sayang waktu mendaftar rekening, Sarti belum mengaktivkan mBanking sehingga dia belum bisa melakukan hal itu.
“Mana nomor rekeningmu dan nomor rekening ibumu?” tanya Xavier.
Sarti yang kelelahan hanya memperlihatkan nomor rekening sang ibu.
“Kamu biasa kirim berapa?” tanya Xavier.
“Satu juta,” jawab Sarti sambil tersengal.
“Kamu baru segitu saja cape. Ini sudah saya kirim dua juta untuk ibumu,” Xavier memperlihatkan jumlah transferan.
“Sekarang mana nomor rekeningmu?” tanya Xavier sambil berjalan ke arah lemari. Dia menggunakan celana pendek tanpa dalaman dan kaos pendek untuk menutupi tubuhnya yang penuh kissmark.
“Aku sudah transfer untukmu Sayang,” Xavier memperlihatkan jumlah transferan ke rekening Sarti. Dia lalu keluar ketika bell berbunyi.
Sarti terbengong melihat angka yang masuk ke rekeningnya. Sama dengan yang dikirim untuk mamake. Artinya Xavier memberinya empat juta hari ini. Padahal semalam dia baru dibelikan ponsel baru.
“Ayo makan dulu,” ajak Xavier.
Saat mau membuka makanan, bel kembali berbunyi dan Xavier menerima plastik kecil yang dia pesan.
“Ingat, kamu enggak boleh panggil Tuan bila kita sedang berdua ya Sayangku,” bisik Xavier sambil menyuap makanan yang ada.
“Baik Tuan eh Sayang,” sahut Sarti dengan senang. Setidaknya dia punya orang yang menyayanginya walau itu suami orang.
Sarti makan tanpa malu, dia sangat lapar setelah beberapa kali pelepasan. Sehabis makan dia membuag semua sampah dan Xavier kembali menariknya untuk duduk di sofa, tadi mereka melakukan kegiatan di dalam kamar Xavier.
≈≈≈≈≈
“Sini Sayang, duduk sini,” sehabis makan, Xavier mengajak Sarti duduk di sofa, dia sudah menyalakan televisi besar di ruangan itu. Xavier mengajak Sarti menonton sebuah tayangan. Rupanya sebuah cerita romantis dewasa yang membuat bagian inti Sarti ikut berdenyut.
“Lihat, mereka mesra sekali ya sayang,” bisik Xavier sambil melu-mat telinga Sarti. Dia sengaja membiarkan Sarti melihat pelajaran itu hingga tuntas.
Sarti yang baru pertama kali melihat film romantis ikut terbawa suasana. Dia yang terbiasa mendapat belaian dari Xavier kali ini tanpa penolakan pun menerima semua perlakuan manis sang majikan.
“Liat seperti itu ya Sayang. Jangan takut ya? Aku mencintaimu Sayangku,” Xavier berbisik sambil memilin puncak bukit menoreh milik Sarti yang tadi telah habis dia kulum. Sekarang hanya jemarinya di sana, dia biarkan Sarti tamat menonton kisah romantis itu.
Tanpa kedip Sarti menyimak semua pelajaran, dia rekam dalam benaknya agar bila ujian tak mendapat nilai jeblok.