Ian dan Carlo, dua pria yang tidak pernah menunjukkan persaingan secara terang - terangan. Keduanya bagai badai dalam dunia ekonomi yang tak segan melibas pesaing dan adil dengan rekan kerjanya.
Tak pernah sekalipun Ian menginginkan merebut istri orang apalagi istri temannya. Namun sekarang dua menginginkan Mega lebih dari segalanya.
Strategi sudah ia persiapkan, yang mana saat ini dia sedang menunggu salah satu orang yang memiliki akses untuk merambah dunia obat- obatan. Ian dengan tenang duduk di mobil sampai pria yang ia tunggu itu keluar dari toko.
Sopir segera membukakan pintu, dan muncullah pria yang berusia tiga puluhan.
"Ini tuan, pesanan anda sudah ada di sini," ucap orang itu takut - takut.
"Bagus. Kembalilah dan kau akan mendapatkan promosi naik jabatan."
Mata sang pria tadi langsung berbinar, mensyukuri anugerah yang datang tanpa di duga. Ia mengira jika kariernya meningkat tanpa usaha yang keras. Padahal Ian selalu mengawasi perusahaan dan memilih dan tahu siapa saja yang berjasa dan tidak. Dan pria di depannya ini bekerja lebih keras dari lainnya, lebih awal dan pulang lebih lama. Meski bukan tugasnya dia selalu mengecek apakah semuanya sesuai dengan administrasi atau tidak. Jadi Ian memilih pria ini untuk diberi tugas.
Setelah memberikan ribuan ucapan terima kasih pada Ian, pegawainya tadi undur diri.
Mata dingin Ian menatap genggaman tangannya. Dia tidak akan menyangka jika bisa melakukan sesuatu yang licik seperti ini hanya untuk mendapatkan seorang kekasih. Dan Ian tahu kalau masyarakat mengetahui rencana kejinya maka semua orang akan mengutuknya.
Seharusnya dia bisa melakukan cara yang baik untuk mendapatkan hati seorang wanita, bukannya cara sekeji itu. Namun dia sudah tidak sanggup menunggu lebih lama lagi sehingga akan melakukan segala cara untuk mendapatkan hati Mega.
Seandainya saja Ian lebih dahulu bertemu dengan Mega bukannya Carlo maka semuanya tidak akan menjadi sulit. Megaa juga tidak akan mengalami hal yang menyedihkan karena ulah Carlo. Sayangnya Ian sudah sangat lambat karena hati Mega sudah tertancap pada Carlo, dan untuk mendapatkan hatinya, Ian terpaksa menggunakan cara yang tidak akan pernah dilakukan oleh orang baik.
Mobil Ian meninggalkan tempat pertemuan tadi. Dia akan menunggu saat yang tepat untuk menggunakannya.
***
Sedangkan di perumahan elite di pondok indah. Seorang gadis nampak duduk dengan gusar. Matanya terpejam dengan kening yang mengerut seolah memikirkan sesuatu yang berat.
"Carlo menikah..." lirih Monica.
Dia merasa tidak bisa menerima jika pria yang mengaku sangat mencintainya sudah menikah. Ada rasa jengkel yang luar biasa saat ia harus menerima fakta itu.
"Tapi kenapa dia justru memelukku seperti itu di pesta kemarin?"
Ini pula yang menjadi buah pikirannya. Nampak jelas jika Carlo masih mengharapkan dirinya. Apalagi pria itu memeluknya di tengah pesta dan di depan Mega, istrinya.
"Apa yang sebenarnya terjadi...?"
Camelia yang merupakan managernya mendadak duduk di kursi sebelah Monica. Dia memperhatikan jika artis asuhannya sedang berpikir keras.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Camelia.
"Kurasa kau pasti tahu tentang insiden di pesta kemarin Amel. Carlo yang ternyata sudah menikah tiba - tiba memelukku. Padahal aku yakin dia akan menungguku, ternyata dia sudah menikah..." gerutu Monica.
"Kenapa tidak kau ambil lagi Carlo?" saran Camelia sambil menyeringai kejam.
"Apa?! Itu gila. Aku tidak mungkin menjadi perebut suami orang!"
Camelia tertawa keras. "Ahaha jangan sok polos Honey. Siapa yang tidak menginginkan pria seperti Carlo...? " tanya Camelia. "Kau harus merebutnya dengan menggunakan otak agar tidak mempengaruhi kariermu. Ingat kau butuh sokongan dana untuk gaya hidupmu Honey. Sampai kapan kau akan tetap cantik dan bisa jadi artis. Semua akan pudar dengan lewatnya waktu. "
Apa yang Camelia katakan tidak ada salahnya sama sekali. Dia memang sudah menghasilkan banyak uang. Tapi masih belum cukup untuk menunjang gaya hidupnya yang glamour. Outfit yang ia kenakan bahkan bisa untuk beli rumah, tapi penghasilannya akan habis selama sebulan jika terus membeli merk ori luar negeri.
"Pikirkan Honey... kekayaan Kusuma yang merambah pasaran International bukan pilihan buruk. Lagi pula ada banyak kok artis yang merebut suami orang. "
"Yah, kau benar. Lagi pula Carlo sendiri yang awalnya memelukku. "
Camelia tertawa senang. "Ini baru Monica ku..."
Keduanya pun kembali bergosip ria dan membicarakan rencana untuk menggoda Carlo. Monica bahkan mengingat kembali apa saja yang Carlo sukai dan berniat mengunjunginya.
"Lebih baik aku ke kantornya hari ini."
"Kau benar. Serang dia di saat istrinya jauh. Yang aku tahu dia punya postur tubuh yang bagus dan wajah yanh oke. Jadi kau harus memperlihatkan pesonamu juga."
Tanpa pikir panjang, Monica melenggang keluar. Untuk kali ini Camelia tidak menemaninya pergi karena tidak ingin mengganggu. Dia hanya perlu memikirkan job yang datang pada Monica agar kariernya tidak meredup. Sesuatu yang harus ia cegah karena pendapatannya juga berasal dari Monica.
Pintu gedung Kusuma Corporation terbuka otomatis begitu Monica tiba. Hal ini membuatnya menjadi pusat perhatian. Akan tetapi tidak ada yang berani menghalangi Monica masuk sebab dahulu Carlo selalu mengajak Monica ke kantor. Sesuatu yang tidak pernah pria itu lakukan pada istrinya.
"Selamat siang, Nona. Ada yang bisa aku bantu?" tanya receptionis.
"Apa Carlo di dalam?" tanya Monica.
"Sebentar aku akan menanyakan pada sekertaris beliau."
Sesuai dugaan, tidak ada penolakan dari Carlo. Resepsionis tadi mensyukuri sikap ramahnya yang tidak mengusir Monica.
"Silakan, tuan Carlo sudah menunggu anda."
Monica tersenyum manis dan naik lift. Dan begitu tiba di lantai tempat Carlo berada, dia tidak perlu repot - repot lapor pada sekertaris Carlo.
"Carlo..."
Carlo yang baru menghadapi sikap dingin Mega, sedikit terhibur dengan kedatangan Monica. Tapi belum saatnya bagi Carlo untuk terang - terangan merayu Monica, yang tindakannya berbeda dengan Monica.
"Carlo. Aku tidak menyangka kamu akan menikah..."
Setetes air mata menuruni pipi Monica. Sebagai artis dia memiliki keterampilan menangis tanpa sebab.
Air mata Monica membuat hati Carlo sakit. Carlo segera mendekat pada Monica dan menghiburnya.
"Monica... "
"Apa kau sudah tidak mencintaiku lagi...? " Dia terus menerus mendesak Carlo dengan air matanya. Dan tahu jika Carlo sama sekali tidak berdaya jika ia menangis. Ternyata dugaannya tidak salah. Carlo kebingungan. Dia menawarkan banyak pilihan pada Monica agar tidak menangis. Biasanya Carlo akan memberikan ia barang yang ia sukai.
Kali ini tidak ada bedanya dengan dahulu. Carlo terpaksa membawa Monica jalan - jalan agar tidak menangis. Padahal dia dulu tidak perduli pada Mega yang menangis karena caci makinya.
Tbc