Bab 4 | Malam Pertama Penuh Prasangka

1070 Words
Banyaknya tamu undangan membuat Hasna merasakan lelah itu, kakinya sudah terasa kram namun dia tidak ingin mengeluh kepada suaminya di hari pertama. Fayez juga begitu baik terus memberi perhatian padanya. “Sebentar lagi selesai, sabar ya.” Bisik Fayez tersenyum padanya, pria itu juga terlihat lelah sama sepertinya. Mereka akhirnya bisa meninggalkan panggung sekitar pukul sebelas malam. Wajahnya sudah terlihat pias, matanya menahan kantuk yang berat, rasanya Hasna ingin segera bertemu dengan kasurnya, andai tadi setelah dia ijin solat Isya dia bisa langsung ke kamar, namun nyatanya tamu undangan masih begitu banyak yang datang setelah Isya, membuatnya harus kembali berada di pelaminan sekitar empat jam bersama Fayez. Resepsi memang sengaja diadakan di kediaman Fayez karena permintaan Abi pria itu, mengingat memang keluarga Fayez berpengaruh, maka Hasna dan Abinya setuju saja. “Malam ini kita tidur di rumah orang tuaku dulu ya? Besok Insya Allah kita akan pindah ke rumah kita.” Ucap Fayez menunjukkan jalan pada Hasna untuk menuju ke kamarnya. Hasna hanya mengangguk saja, badannya sudah begitu letih. “Kamu membersihkan diri saja dulu ya, Abi memanggilku.” Ucap Fayez begitu mengantarkan Hasna ke kamar, Hasna mengangguk dan tersenyum, dia lalu mulai melepaskan segala asesoris di hijabnya juga tiara di kepalanya, menghapus make up yang yang telah di re-touch sebanyak empat kali selama seharian ini. Rasanya matanya memang mengantuk dan berat sekali, namun dia tidak ingin melewatkan satu malam saja tanpa mengamalkan surat Al-Mulk yang telah rutin dia kerjakan setiap malam. Dia memilih untuk mandi agar badannya lebih segar dan tidurnya juga lebih nyenyak. “Aduh, aku kan tidak ada pakaian di kamar ini.” Hasna langsung menggigit bibirnya kebingungan, dia baru sadar saat telah selesai mandi, hanya ada bathrobe di kamar mandi itu dan sepotong handuk. Dia memilih memakainya dahulu lalu keluar dari kamar dengan mengintip terlebih dahulu, beruntung Fayez belum datang, dia lalu bergegas mengunci pintu kamar lalu menatap ke sekeliling kamar, di atas kasur ada mukena dan juga sebuah pakaian yang terlipat rapi. Namun begitu Hasna melihatnya lebih dekat, dia meringis dan menggigit bibirnya. “Astaghfirullah, pakaian macam apa ini?” Hasna mendecak tidak percaya dengan sepotong lingerie yang ada di depannya. Dia berpikir begitu banyak, setidaknya pakaian itu bisa menjadi pakaian dalamnya, dari pada dia hanya menggunakan bathrobe saja. Maka Hasna melepas bathrobe-nya dan menggunakan lingerie itu, lalu kembali menggunakan bathrobe-nya dan menggunakan mukenanya. Setelah dia menutup dirinya dengan sempurna, Hasna membuka kunci kamar Fayez, takut jika pria itu masuk kamar sedangkan dirinya ketiduran. Hasna lalu naik ke tempat tidur, membuka aplikasi Alquran di ponselnya dan membaca Surat Al-Mulk, karena di antara fadhilah Surat Al-Mulk, -Bahwasannya ada satu surat dalam Alquran yang memiliki 30 ayat yang bisa memberi syafaat kepada pembacanya dari siksa kubur- Fayez kembali ke kamar dan mendapati Hasna telah terlelap dengan mukenanya, ponsel wanita itu ada di sampingnya, membuat Fayez hanya mendesah, pasti wanita itu sibuk membalas pesan ucapan selamat atas pernikahannya daripada temannya, karena seharian ini memang dia tidak melihat Hasna memegang ponsel sedetik pun di pelaminan. Dia lalu mengambil ponsel itu dari tangan Hasna, ternyata ponsel itu masih menyala, karena aplikasi Alquran yang ada di ponsel itu akan terus menyala dan tidak mengunci handphone selama belum keluar dari aplikasi itu, dan hal itu seolah menjawab prasangka buruk Fayez tentang Hasna. “Kamu mengamalkan Surat Al-Mulk sebelum tidur? Astaghfirullah, betapa buruknya prasangkaku padamu.” Fayez berbisik begitu lirih, rasa bersalah menyelimutinya telah menuduh Hasna yang bukan-bukan. Wanita itu tadi terlihat begitu lelah dan mengantuk, namun kini wangi harum yang familiar menguar menusuk penciuman Fayez, itu wangi sabun yang biasa Fayez pakai, artinya wanita itu mandi, lalu membaca Alquran dulu sebelum tidur, melawan rasa kantuknya untuk mempertahankan amalan yang mungkin telah rutin dikerjakan wanita itu. Mukena Hasna tersingkap, membuat Fayez menyadari jika wanita itu mengenakan bathrobe. Dia langsung meringis, tidak ada baju Hasna di sini, dan mungkin orang yang bertugas menyiapkan kamar pengantin ini lupa membawakan Hasna baju ganti. Fayez lalu keluar lagi untuk mendapatkan baju ganti Hasna, walau dia sendiri tidak akan tega membangunkan Hasna yang terlihat sangat lelap dalam tidurnya. Pada akhirnya begitu mendapatkan baju ganti, Fayez meletakkan baju itu di samping Hasna, sedangkan dirinya langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia akan tidur di sofa dulu sebelum membicarakan bagaimana keadaan perasaannya pada wanita itu dan tentang pernikahan ini. Sungguh, dia tidak bisa memaksakan dan memberikan lebih terkait perasaannya pada Hasna, hanya perlakuan baik yang kini bisa ia usahakan pada wanita itu. Hasna terjaga sekitar pukul setengah tiga pagi, memang telah menjadi kebiasaannya bangun di waktu tersebut, namun yang membuatnya terkejut adalah melihat Fayez yang memilih tidur di sofa dari pada di ranjang bersamanya. Kenapa? Bukankah mereka sudah sah? Pikiran itu terlintas di kepalanya. Pria itu menolak tidur di sampingnya karena tidak mencintainya? Sekali pun mereka suami istri? Tiba-tiba hatinya merepih memikirkan kemungkinan itu adalah kenyataan. Dia memeluk erat selimutnya dengan matanya yang tiba-tiba memanas, malam pertama mereka sebagai sepasang suami istri nyatanya berlalu begitu saja. Tidak ada obrolan hangat atau hal lainnya agar mereka lebih saling mengenal. Pria itu, secara tidak langsung melakukan penolakan pertamanya kan? Dengan memilih tidur di sofa daripada di ranjang yang sama dengannya. Saat melihat pergerakan dari Fayez, Hasna reflek langsung kembali memejamkan matanya, yang bisa dia lakukan kini hanya mendengarkan dan menebak-nebak apa yang dilakukan pria itu. Pria itu masuk ke kamar mandi, mungkin mengambil wudhu? Hasna masih menebak-nebak, dan kembali memejamkan matanya saat pintu kamar mandi kembali terbuka, lalu dia kembali mendengar suara lemari di buka, mungkin pria itu mengganti pakaiannya, dan tidak lama setelah itu dia mendengar pintu kamar yang dibuka lalu ditutup kembali. Pria itu telah pergi, mungkin pergi ke masjid? Hasna bisa menebaknya. Memang rumah orang tua Fayez memang berada di dalam lingkungan pesantren, pesantren yang cukup besar dan bisa dikategorikan masuk ke dalam daftar pesantren besar di Jawa Timur. Lalu Hasna bangun dari tidurnya dan duduk sejenak, menekan dadanya yang entah kenapa terasa nyeri, apakah dia salah? Berharap terlalu banyak agar Fayez menerima dirinya sepenuhnya sebagai seorang istri dan mengharapkan pria itu membalas perasaannya yang telah dia pendam selama bertahun-tahun? Dia tidak ingin setan terus mengusik apa yang ada di dalam dadanya, perempuan memang sering disibukkan oleh perasaan dan prasangkanya, dan hal itu yang membuat setan mudah membisikkan pengaruh buruk yang membuat orang menjadi berburuk sangka, memiliki kedengkian dan akhirnya lalai. Hasna tidak sengaja melihat baju gamis kaos yang terlipat rapi di depannya, dia tersenyum, membuka mukenanya dan membawa baju gamis itu ke kamar mandi sekalian mengambil wudhu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD