Terjebak Rencana Sendiri

1009 Words
Wajah Agrin begitu merah saat melihat mobil di depan matanya, mobil sedan berwarna putih yang dulunya di gunakan oleh Aksa kini menjadi miliknya, tak masalah walaupun itu hanya mobil bekas, bagi Agrin ini adalah anugerah terindah yang ia dapatkan setelah sekian lama hidup bersama Aksa, mulai sekarang ia bisa pergi kemana saja yang ia inginkan, setelah ini ia akan meminta kepada Aksa agar dirinya di ijinkan untuk pergi ke tempat dimana ia menghabiskan masa kecilnya bersama sang Ibu dulu. Banyak kenangan dan orang-orang yang ia sayang yang masih tinggal di sana. Agrin mulai menghidupkan mesin mobilnya, jantungnya berdegup kencang saat memegang setir. "Apakah ini mimpi?" tanyanya yang masih terpaku. Matanya melirik ke arah Aksa yang berdiri di depan pintu, pria paruh baya itu seakan-akan sedang memberi kode dengan menunjuk-nunjuk ke arah jam yang melingkar di tangannya. Agrin mengerti maksud Aksa dan ia dengan segera melajukan mobil sebelum pria yang sedang berdiri di depan pintu itu berubah pikiran. Agrin melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, malam ini ia mengenakan dress berwarna merah menyala selutut, namun bagian dadanya sedikit terbuka. Agrin sedikit risih sehingga ia terus menarik-narik bagian dadanya agar tak melorot hingga menunjukkan lebih dalam bagian dadanya. "Baju apaan sih ini?" gerutu Agrin. Sepanjang jalan Agrin terus mengomeli dress dan riasan yang ia gunakan sampai gadis itu tak sadar kini ia sudah sampai tepat di depan Restoran Amuz. Agrin memarkirkan mobilnya di depan pelataran Restoran. Restoran mewah yang biasanya terlihat ramai kini malah terlihat sangat sepi. "Setahuku Restoran ini selalu ramai oleh kalangan atas, kok tumben sepi?" batin Agrin. Namun ia tak mau ambil pusing, Agrin turun dari mobil lalu merapikan dress yang ia pakai. "Aku harus tenang, aku sudah memikirkan rencana untuk membuat pria itu menolak perjodohan ini, aku yakin bisa!" ucapnya menyemangati diri. Agrin menarik nafasnya dalam-dalam lalu memasang wajah datar seperti biasanya. Gadis itu dengan percaya diri masuk ke dalam Restoran, di depan pintu ia sudah di tunggu dua orang Pelayan. "Siapa nama Nona?" tanya salah seorang Pelayan yang berdiri tepat di samping kiri. "Saya Agrin Celestine Darmayudha," "Silahkan Nona, Tuan Tristan Willard sedang menunggu," Agrin mengangguk "Ooo... aku hampir lupa menanyakan namanya pada Aksa, jadi namanya Tristan," batin Agrin. Ia mengikuti langkah kaki Pelayan yang tepat di depannya, Agrin sangat terkejut melihat kondisi Restoran yang sepi melompong. "Mas, kenapa Restoran ini sangat sepi? bukankah biasanya Restoran ini selalu ramai?" tanya Agrin yang sangat penasaran, kali ini ia tak lagi bisa menahan rasa penasarannya. "Apa Nona tidak tahu, Tuan Tristan sengaja mengosongkan Restoran khusus malam ini, kebetulan pemilik Restoran adalah teman baik Tuan Tristan," jawab sang Pelayan. Agrin membulatkan kedua matanya. "Apa uangnya sebanyak itu? untuk apa mengosongkan Restoran segala," batin Agrin. "Dasar orang kaya gak berbobot!" umpat Agrin dalam hatinya. Agrin terus mengikuti langkah kaki Pelayan itu. "Di sana Nona, Tuan Tristan sudah menunggu Anda," Agrin mengangguk. "Terima kasih ya," ucapnya pada sang Pelayan. Agrin hanya melihat punggung pria yang menggunakan setelan jas itu, pria itu memang membelakangi dirinya, namun Agrin sempat berkenalan saat di peresmian Hotel, sepintas ia ingat dengan wajah pria yang terlihat dingin dan kaku itu. Agrin berjalan anggun layaknya wanita terhormat, ia mengangkat sedikit dagunya dan mendekat ke arah pria yang terlihat sedang asyik dengan ponselnya. "Selamat malam Tristan," ucap Agrin. Tristan yang masih fokus dengan ponselnya sama sekali tak mengangkat kepalanya dan hanya berdehem "Duduklah," ujarnya tanpa melihat ke arah Agrin. "Pria sombong!" umpat Agrin dalam hatinya. Agrin menarik kursi lalu duduk tepat di hadapan Tristan. Tristan mengangkat wajahnya, pria dengan hidung mancung dan mata tajam itu menatap Agrin dengan intens, bibirnya terangkat sedikit membuat Agrin mengeryit. "Kenapa dia melihat ku seperti itu, apa ada yang salah dengan wajah atau pakaianku," batin Agrin. Agrin melihat dengan jelas saat Tristan melihat ke arah bagian dadanya. Refleks tangan Agrin menutupi bagian dadanya. Tristan yang melihat tingkah laku aneh Agrin hanya tersenyum tipis. Pria itu kembali fokus dengan ponselnya. "Apa-apaan ini? kenapa pria ini hanya diam, kalau begitu aku juga akan diam, aku tidak akan memulai pembicaraan lebih dulu," batin Agrin. Keduanya hanya diam, bahkan sudah hampir setengah jam waktu berlalu, namun Tristan masih saja fokus dengan ponselnya dan sesekali meneguk wine, sedangkan Agrin sudah menghabiskan segelas Orange jus yang ia pesan dari Pelayan. "Apa sih maksud pria ini? baiklah aku ingin segera pulang, aku akan melakukan semua lebih dulu sesuai rencana," batinnya. "Ayo kita pesan kamar!" ujar Agrin sambil menggigit bibirnya. Tristan Willard yang tengah meneguk wine di tangannya menatap datar ke arah wanita cantik dan sexy di depannya. "Pesan kamar? aku bahkan tidak mengingat namamu," sindir Tristan dengan senyuman sinisnya. Tristan yang dingin dan bersikap arogan itu membuat Agrin tersenyum. "Sesuai perkiraanku, ternyata pria kaya ini tidak sulit di singkirkan," kekeh Agrin dalam hatinya. Agrin berdiri lalu mengambil tas di atas meja dan menentengnya. "Baiklah, sepertinya kita sama-sama tak menginginkan perjodohan ini, saya akan pergi," tegas Agrin yang sudah melangkahkan kakinya. Namun tangannya di tahan oleh Tristan, pria tampan dengan setelan jas lengkap itu menyeringai. "Kenapa pergi? bukankah kita akan menghabiskan malam ini bersama, sepertinya berkeringat bersama gadis cantik sepertimu cukup menarik, " ucap Tristan yang masih memegang tangan Agrin. Agrin melotot, ia tak menyangka pria kaku dan arogan yang baru dua kali ia temui ini akan menyanggupi ajakan gilanya, Agrin sengaja mengajak Tristan memesan kamar karena ia ingin laki-laki yang dijodohkan dengannya itu merasa ilfeel dengan dirinya. Agrin yang refleks menarik kasar tangannya. "Apa maksud Anda?" tanya Agrin berusaha tenang. Tristan yang sudah setengah jam itu hanya diam, terkekeh sambil memegangi perutnya. "Baru beberapa detik kamu mengajak saya memesan kamar, kenapa sekarang kamu malah gugup? saya tahu Hotel bintang lima terdekat, sebaiknya kita pergi sekarang," ucap Tristan. Agrin meremas dress selutut yang ia pakai. "Sialan!" batinnya. "Kenapa?" tanya Tristan dengan senyuman liciknya. "Baiklah, mari kita ke Hotel," ucap Agrin datar. Tristan pun memasukkan ponsel yang sejak tadi ia pegang ke dalam saku jasnya. Pria itu berdiri dan langsung menggenggam tangan Agrin dan menarik membawanya berjalan keluar. Agrin yang kaget bahkan sampai terseok-seok mengikuti langkah cepat Tristan. "Matilah aku!" gumamnya. Sedangkan Tristan, pria itu hanya terkekeh merasakan tangan Agrin yang basah karena berkeringat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD