Play

2229 Words
Tanganku meraba kearah sumpalan di mulutnya. Melonggarkannya? Bukan. Tapi lebih pada sebuah pembebasan hakiki dimana aku memang berniat untuk melepaskannya secara utuh. Alih-alih berteriak minta dibebaskan atau hal-hal yang wajar untuk dikatakan aku justru menemukan dia tidak mengatakan apapun selain menghirup udara seakan itu adalah udara segar pertama didalam hidupnya. Aku berpikir dia akan memintaku untuk membuka penutup matanya. Karena itu aku membiarkan dia menikmati kebebasannya meskipun terbatas daripada menghirup oksigen saja. “Kau tidak akan menyentuhku lagi?” tanyanya ketika keheningan mendominasi. Aku tidak tahu maksudnya apa. Apakah dia sedang mencoba untuk mengundangku dalam jebakannya? “Untuk apa aku menyentuhmu?” aku mengabaikan omongkosongnya. Segelas limun lebih aku butuhkan dibandingkan mendengar omong kosong tak jelas dari pria itu. “Kurasa ada sesuatu yang aku lihat sekilas dari kopermu.” Pancingnya. Aku yang baru saja menegak limun pertamaku hampir tersedak. Apa dia melihatnya? “Kau ingin mencoba bermain dengan itu?” sesungguhnya aku tidak betulan berpikir untuk menawarkan sesuatu padanya. Hanya sebuah balasan yang bermaksud untuk iseng terhadapnya. “Kupikir kau ingin bermain dengan itu, sebab kau masih mengikatku seperti ini. dan jangan lupakan fakta bahwa mataku masih tertutup.” Ah… jadi dia mengartikan sesuatu yang setengah-setengah itu sebagai sebuah kesengajaan bahwa aku ingin menggunakan tubuhnya? Aku tidak mengatakan apapun. sebagai gantinya aku mendekat kearah koper besar yang disana terdapat berbagai macam mainan. Aku mengambil sebuah vibrator dan juga pelumas. Aku sadar betul bahwa saat ini kondisi tubuh Adrien tidak benar-benar cukup vit. Dia pastinya kelelahan dan lemas setelah tubuhnya kuhajar beberapa saat yang lalu dengan jarum suntikan. Sudah begitu aku juga mengikatnya pada kursi supaya dia tidak membuat pergerakan yang tidak perlu. Aku mengambil napasku. Aku juga merasa lelah dan kurasa sedikit hiburan bisa menghibur kami berdua. Aku memutuskan untuk melepas ikatanku pada kedua anggota gerak tubuhnya. Membiarkan dirinya bebas. Kemudian mendekat padanya dan memberikan sebuah pelukan. “Kau menginginkannya?” tanyaku lagi. ini adalah sebuah bentuk daripada konfirmasi ulangku. “why not?” tapi si sialan ini memang selalu sesantai itu. membuatku terkadang sedikit kewalahan lantaran sifatnya yang tidak bisa ditebak dengan mudah seperti para pria disekitarku. Tanganku bergerak. Kali ini aku hanya bermaksud untuk mengikat kedua tangannya saja. membiarkan dirinya terkurung dan terbatas. Pria itu nampak pasrah menerima keadaannya. Dia malah bersandar padaku saat aku melakukannya. Selama beberapa menit berlalu dia tetap berstagnasi di posisinya. “Aku suka aromamu Zelda,” ujarnya. Kulitnya benar-benar terasa begitu panas sekarang. dia berkeringat cukup banyak, proses tato ini sebegitu menyakitkannyakah? Kurasa memang seperti itu. Aku menghentikan interaksi. Tanpa kata. tanpa suara. Setengah menendang pria itu hingga tubuhnya terjembab ke atas ranjang. Dia terlihat reflek jatuh. Ekspresi mukanya nampak kaget sesaat. Sementara tubuh bagian belakangnya terangkat kebelakang. Lihat mahakarya apa lagi yang berhasil aku ciptakan? Ini indah. Tanganku bergerak melucuti pertahanannya. Membuat pria itu bergetar sebab beberapa kali tanganku kedapatan menyentuh kulitnya yang tidak terlapis apapun. “Tetap diposisi itu,” perintahku. Pria itu seperti anjing yang patuh terhadap majikannya. Dia melakukan apa yang aku intruksikan dan secara tidak sadar aku menyadari bahwa ini cukup menyenangkan. Aku merentangkan kedua kakinya. Membuka lebar dan memastikan sesuatu yang dapat aku gapai dengan jemariku. Bagian bawah tubuhnya sudah cukup bersemangat dibawah sana hanya karena sedikit sentuhan. Ketika aku menyentuhnya pria itu sampai pada titik dimana dia memiringkan panggulnya sendiri sementara aku sibuk dengan dirinya. kemudian dengan satu tangan aku mengambil pelumas dan membiarkannya membasahi bagian bawah pria itu. memasukan vibrator yang aku temukan kedalam sana dan kemudian menyentuh satu tombol yang merupakan remote kontrol daripada benda mungil itu. seketika pula ketika tombol itu tersentuh Adrien mendesah. Sepertinya benda kecil itu cukup efektif memberikan rangasangan getaran didalam bagian tubuhnya yang aku jamin belum pernah disentuh sebelumnya. “Henti—kan,” setengah memohon aku mendengar Adrien buka suara. Pria itu sepertinya tidak nyaman dengan apa yang sedang aku lakukan. Tapi bukankah beberapa saat yang lalu dia meminta untuk bermain? Apa dia pikir aku yang akan menggunakannya didepan muka pria itu? jangan harap! Tapi bukannya simpati terhadap suaranya yang mengiba aku justru malah menaikan getarannya sehinggga tubuh pria itu melengkung. “Suaramu indah juga, perdengarkan padaku lagi,” lirihku denagn suara rendah menggoda dan napas hangat yang aku pastikan akan menggelitik telinga pria itu. tanpa pelas kasih aku terus membiarkan benda itu bergetar didalam sana. membuat pangkal kejantanan pria itu mengeras hebat dan mengeluarkan cairan. Kupikir dia sudah dekat dengan ejakulasi lantaran bibirnya terbuka dan ada saliva yang sedikit mengalir disana. Sebegitu nikmatnyakah? Sebab beberapa menit kemudian tubuhnya meliuk. Terus terang aku sedikit terkejut atas reaksi luar biasa yang pria itu perlihatkan daripada kinerja benda kecil yang terpasang dianusnya. Sepeka itukah dia? Kemenarikan pemandangan ini tidak bisa aku sia siakan. Maka kemudian aku memutuskan untuk menciptakan kontak fisik dengan tanganku. Aku menggenggam erat organnya yang menegang. Dia mungkin tidak menyangka bahwa panas kulit pertama yang akan menyentuhnya malah mengunci klimaks yang sudah diujung tanduk. “Ze—Zelda tolong,” pintanya ketika aku justru malah mengeratkan genggaman tanganku bahkan aku menggunakan ibu jariku untuk menutupnya rapat-rapat. Tatapku berubah sinis, meskipun aku tahu dia tidak akan bisa melihatku, tapi dia jelas sudah salah dalam meminta. Aku bukan orang yang mudah untuk sebuah permintaan. “To—tolong, izinkan aku ke—luar,” bisiknya sebelum merapatkan jarak diantara kami berdua. Dia membuka mulutnya seakan dia meminta rongga mulutnya disapu dan didominasi. Si gila ini, aku menerimanya. Membuat lidah kami bertautan saling  mengimbangi. Jujur saja aku merasa bila pria ini jadi sedikit lebih kikuk daripada yang aku ingat. Seperti ini adalah kali pertama baginya untuk merasakan adanya otot senada yang ada didalam mulutnya. Apakah karena dia menggunakan penutup mata? aku tidak tahu. Tapi yang pasti meskipun rasanya aneh, tapi rasa nikmat ini seperti sebuah candu yang dilarang. Sesuatu yang menyenangkan bagiku. Erangan lagi, ketika aku mengakhiri ciuman panas itu. saliva kami bahkan sampai membentuk sebuah benang. Segila itu memang. Aku tidak mengira sesi waktu rehat ini malah akan melakukan hal seperti ini. “Baiklah karena kau sangat manis aku akan mempertimbangkan untuk memberimu satu pengalaman baru lagi.” aku beranjak dari tempatku. Mengganti posisi diantara kami. Membuat pria itu tidur terlentang dengan kondisi dalam dirinya masih tersimpan benda itu. aku kemudian menempatkan diriku diantara kedua kakinya yang sudah aku lebarkan. Kemudian menurunkan kepalaku sendiri agar sejajar dengan milik pria itu. Aku rasa dia menantikannya lantaran dia sedari tadi hanya mengulum bibirnya sendiri. Pemandangan yang lucu. Dan satu desahan kembali meluncur lancar, aku mereguk apa yang bisa aku dapatkan dari situasi keluar pertamanya. Menjilati sisanya dengan liar. Kemudian kembali menciumnya lagi untuk berbagi cairan putih miliknya agar dia bisa merasakan rasa dari s****a miliknya sendiri. “Kau bagus, rasanya tidak sia-sia aku menyetujui keinginan konyolmu hari ini,” decakku puas ketika aku merasa sudah cukup untuk mencumbuinya. Aku bisa melihat pria itu hampir memuntahkan cairan yang dia hasilkan kalau saja aku tidak cukup cepat untuk menutup mulutnya dan memaksa dia untuk menelan cairan pekat itu sambil menarik vibrator yang bersarang di anusnya. Aku mendengus geli ketika aku melepaskan penutup matanya setelah berhasil memastikan tidak ada sedikitpun cairan yang tumpah dari mulutnya. Pria itu terlihat kepayahan dengan napasnya yang memburu dan wajah memerah. Ekspresi yang menyiratkan bahwa dia pasrah untuk diapakan. Seperti posisi korban yang minta diterkam ulang. Aku meninggalkannya sendirian di tempat tidur, aku lebih tertarik untuk mengisi perut ketimbang melihat pemandangan pria bugil yang terlentang diatas ranjangku. Aku menghiraukan tatapan memelas yang Adrien arahkan padaku ketika aku menyantap mie kuah instan yang aku siapkan hanya dalam waktu lima menit saja. mengamatinya balik. Untuk saat ini aku sudah selesai dengan permainan laknat yang dia coba minta dariku. Tapi aku masih belum usai dengan pekerjaanku dipunggungnya. Jelas masih ada ronde berikutnya yang menanti untuk digarap. Tapi untuk sekarang istirahat yang betul-betul istirahat lebih menggoda untuk dilakukan. *** Adrien membuka matanya ketika dia merasa angin semilir yang jauh lebih dingin sekarang. sesi istirahatnya sudah berakhir, saking kelelehannya dia sampai tertidur. Pemandangan terakhir yang dia saksikan adalah Zelda yang duduk sambil memakan mie instan di kursi bekas dia ditato. Wanita itu tidak mengatakan apa-apa bahkan dia lebih seperti acuh tak acuh padanya yang telah dia garap. Itu memang bukan kesalahannya. Dia pikir bisa menggoda wanita itu, tapi bukannya mengerjai, malah dia sendiri yang dikerjai habis-habisan dan lagi permainan macam itu adalah jenis yang baru pertama kali dia lakukan. Dia merasa malu sebab dia menikmatinya, padahal biasanya hal-hal seperti itu sering diperagakan oleh para pria gay. Dia menutup matanya lalu melengguh kesal. Untuk sekarang dia sudah berhasil untuk duduk rasa perih di punggungnya masih ada. Dia tidak terikat, matanya juga sudah dilepaskan dari benda sialan itu. meskipun sepertinya benda itu akan kembali digunakan pada sesi selanjutnya. Adrien tahu bahwa dia merasa sudah cukup keterlaluan. Keinginannya yang diluar batas, kejahilannya juga. dia tidak mengira semua hal yang dia katakan akan ditanggapi dengan serius oleh perempuan itu. setelah melewati neraka yang seperti itu anehnya dia tidak merasakan apapun sekarang. bahkan keinginan untuk menelan sesuatu dan mengisi perutnya meskipun dirinya sudah berada ditempat ini berjam-jam lamanya tanpa asupan nutrisi apapun. yang dia pikirkan justru hanyalah seteguk air saja, itupun sangat enggan dia lakukan lantaran dia merasa tidak punya tenaga lagi untuk bergerak. Dia seperti sudah diperah. Dia memikirkan ulang kembali setiap adegan yang telah dia lalui. Dimulai dari rasa sakit yang dia terima, keterbatasn untuk melakukan sesuatu, pengalaman pertama dimana dia merasa sangat tidak berdaya, sendirian, dan tidak dipedulikan. Sementara Zelda melakukan semua hal yang dia inginkan tanpa ada siapapun yang bisa menghentikannya. Tapi entah mengapa dia justru merasa bahwa segalanya justru malah memudahkannya. Berjam jam menahan rasa sakit, tiba-tiba dia merasa kebal akan hal itu. kemudian dia membandingkan rasa itu dengan apa yang terjadi di dalam hidupnya. Ah dan ya, jika dibandingkan rasa sakit yang dia terima dari proses tato, kehidupan yang di jalani jauh lebih perih dan menyakitkan dari ini. ini seperti sebuah miniature kecil daripada kehidupannya. Ikatan ini seperti adalah kewajiban yang merupakan hal yang dia putuskan untuk menjalaninya sehingga dia hidup dalam bayang-bayang orang yang sudah meninggal. Matanya yang tertutup seolah adalah filosofi lainnya daripada sikapnya yang selalu menutup mata atas apapun dan berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. ketegangan ini, semua hal yang Zelda perbuat padanya seperti membuatnya tersadarkan akan sesuatu. Dia merasa telah mengambil sesuatu dari apa yang dia pinta. Entah bagaimana rasanya opsi yang dipilihnya membuat dirinya begitu tak berguna dan kotor. Bukan oleh Zelda tapi lebih pada rasa ini ada untuk dirinya sendiri. “Sudah merasa lebih baik?” Zelda masuk keruangan perempuan itu sudah mengganti busananya. Sepertinya dia juga lelah dan berkeringat karena aktivitas yang dilakukan. “Sudah berapa lama aku tidur?” “Aku tidak yakin, tapi yang pasti tidurmu nyenyak sekali.” “Apa yang akan kau lakukan sekarang?” suara Adrien berubah menjadi serak, dia terbatuk dan menjilat bibirnya sendiri. Dia seperti sedang mencoba untuk mencari kelembapan dengan salivanya sendiri. Zelda tidak bereaksi tapi perempuan itu pamit pergi sesaat keluar dari ruangan. Tak lama dia tiba dengan segelas air bening ditangan dan menyerahkannya begitu saja pada Adrien. “Ini?” “Minumlah, aku memang bukan tipikal orang yang cukup baik dalam melayani tamu,” dia kemudian kembali bercengkrama dengan mesin tato. Adrien dibuat merinding. “Apa kita akan melakukannya lagi?” “Ya, aku akan membuat shading dan coloring, yang aku ukir ditubuhmu itu baru sketsanya saja. jadi aku perlu mengganti jarum pada benda ini,” Zelda terdengar jauh lebih tenang. Suaranya bahkan begitu lunak padanya. meskipun itu tidak akan mengubah kondisi bahwa proses tato akan tetap sama rasanya. Meskipun Zelda bersikap manis terhadapnya. Lagipula dia cukup tahu diri untuk perkataannya sendiri juga perjanjian yang telah mereka buat diawal. Bahwa wanita itu tidak akan berhenti meskipun dia memintanya. Dia tidak akan berhenti meskipun Adrien mengiba padanya. janji adalah janji. Dan dia pria yang tidak akan mengingkarinya meskipun itu jelas menyakiti dirinya. secara harfiah dalam kasusnya. “Kenapa harus mengganti jarumnya?” pria itu bertanya lagi kali ini suaranya sedikit lebih meninggi. Aneh memang. Tapi setidaknya itu normal sebab dia sedang berusaha untuk menutupi rasa kegugupan yang melandanya lagi. seharusnya tidak masalah. dia sudah melalui proses awal dengan baik. di sesi dua yang akan terjadi tidak akan jauh berbeda. Zelda mungkin akan kembali mengikatnya di kursi dan sekali lagi gerak tubuhnya akan dibatasi. “Shading point itu memiliki lebih dari pada satu jarum saja. ada lima malah. Itu dimaksukan agar dapat menjangkau area yang lain dan juga untuk memudahkanku dalam bekerja. Ini akan jauh lebih cepat dari yang pertama. kenapa? Kau lebih suka kalau aku menggunakan jarum yang sama?” dia menjawab tanyaku dengan cara yang sangat sinis. Adrien menggelengkan kepalanya dengan liar setelah mendengar penjelasan singkat yang wanita itu berikan. Dia merasa begitu tegang ketika wanita itu datang untuk mendekat dan mengambil kembali penutup mata yang dia lepaskan beberapa saat yang lalu. “Kita akan memulainya lagi,” katanya. “Kenapa kau harus menutupnya?” “Ini penting untuk seniku,” jawabnya singkat. Dan sekali lagi tanpa perlawanan gelap gulita menjadi sahabat bagiku. sesungguhnya Adrien tidak mengerti mengapa dia perlu melakukannya. Tapi yang pasti dia tahu bahwa dia tidak punya hak untuk mendebatnya apalagi melawan. Terlepas dari kenyataan bahwa dia sendiri yang menawarkan tubuhnya untuk dijadikan kanvas hidup bagi wanita itu. Adrien terdiam memikirkan ulang beberapa hal dikepalanya termasuk hal gila yakni mungkin saja jauh didalam hatinya dia memang ingin didominasi oleh Zelda. Pengalaman pertamanya beberapa saat yang lalu membuatnya tersadarkan akan hal itu. tidak buruk juga jika dia menjadi sub bagi wanita itu.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD