Wajah berbinar di tunjukan oleh Rama dan istrinya Hayala, ke dua orang tua Leon itu terlihat sangat bahagia saat putra tunggalnya pulang dengan membawa seorang gadis yang berstatus sebagai Mate Leon. Tak hanya keluarga Leon yang bahagia, namun seluruh rakyat di Silver moon Pack bahagia saat mendengar berita bahwa sebentar lagi mereka akan mendapatkan seorang Luna.
Saat ini Leon sedang berbaring tepat di samping Alana, memandangi gadis itu dengan senyuman menawannya. Sungguh, ia sangat beruntung karena memiliki Mate yang secantik Alana. Tangan kekarnya terulur, menyentuh wajah cantik Alana yang terlihat damai karena belum sadarkan diri dari pingsannya.
"Alana, si b*****h itu menyebut namamu Alana. Alana. Alana. Alana, nama yang sangat indah. Luna Alana." Leon seperti orang gila yang terus saja memanggil nama Alana berulang kali. Senyuman menawannya benar-benar tidak pernah luntur dari bibir tebalnya.
Leon menaruh wajahnya di ceruk leher Alana, menghirup aroma rose yang menyeruak keluar dari tubuh Alana. Aroma yang sangat harum dan memabukan. Aroma yang sangat candu baginya. Tangan kekarnya sudah berada di pinggang Alana, memeluk gadis itu dengan sangat erat. Seolah ia takut jika ada yang mengambil gadis itu darinya.
Di sisi lain, Carel sedang mengamuk tatkala ia baru saja kehilangan matenya, gadisnya, Alana miliknya. Alana adalah matenya, dan berani-beraninya Leon mengambilnya darinya. Ia tidak akan membiarkannya, ia harus merebut Alana kembali.
Prang. Semua benda yang berada di dekatnya berjatuhan karena ulah Carel, bahkan ada beberapa penjaga dan maid yang ia sakiti untuk melampiaskan emosinya. Seorang pria dan wanita paruh baya berjalan mendekat ke arah Carel, sang pria menatap tajam ke arah putranya yang sedang mengamuk itu.
"APA YANG KAU LAKUKAN?!" bentak Ramon, ayah dari Carel yang sekarang sudah turun tahtanya sebagai seorang Alpha. Di gantikan oleh anak ke duanya, Carel. Lisa istri sekaligus Ibu Carel lantas berjalan mendekat ke arah putranya, mengelus lengan Carel dengan lembut, berharap emosi putranya itu bisa hilang.
"Alpha sialan dari silver moon pack itu mengambil mateku ayah!" balasnya dengan tegas menggunakan Alpha tone.
"Jangan gunakan alpha tone saat bersama dengan ayahmu," tegur Lisa pada Carel yang berbicara tidak sopan pada suaminya.
"Jangan salah tanggap, kau yakin itu adalah matemu? Leon bukan termasuk alpha yang suka mengambil hak orang lain. Lagi pula kau jangan gegabah, pack kita dan packnya sedang bekerja sama untuk menghabisi para rogue sialan yang muncul di perbatasan!" jelas Ramon. Carel mendesah berat lantas berjalan mendekat ke arah ayahnya. Menatap ayahnya dengan tatapan serius.
"Gadis yang di bawa Leon itu adalah mateku ayah, dia seorang manusia yang ku temui saat mengunjungi Jack! Aku bisa mencium aroma yang candu dari dalam tubuhnya. Apa ayah meragukan indra penciumanku?" benar yang di katakan Carel, tidak mungkin putranya yang berstatus alpha itu memiliki masalah penciuman. Dia adalah seorang werewolf murni yang di anugerahi indra penciuman yang sangat luar biasa tajamnya.
"Lalu apa yang kau lakukan untuk mengambil Matemu darinya?" Carel tersenyum simpul, akhirnya Ayahnya akan mendukungnya. Ia ingin menghancurkan Leon, kalau perlu ia akan menghancur packnya.
"Kirimkan surat perang kepada mereka!" titahnya dengan tegas. Emosinya benar-benar tersulut saat mengingat bagaimana Leon mengambil Alana darinya.
"Kau yakin perang adalah jalan satu-satunya? Kita bisa membicarakan hal ini baik-baik pada mereka. Katakan saja pada mereka bahwa Leon salah mengklaim gadis itu. Gadis itu matemu, dan juga milikmu." jelas Lisa.
"Aku sudah mengatakan pada nya saat kami berada di hutan Ibu, tapi alpha sialan itu tetap saja menyangka bahwa Alana adalah matenya," balas Carel dengan tajam.
"Ayah akan siapkan pasukan perang!" tutur Ramon dan langsung berjalan meninggalkan putranya yang berada di kamarnya.
"Ibu menyayangimu," ujar Lisa mengecup pipi sebelah kanan Carel sebelum akhirnya berjalan mengekor di belakang suaminya.
∆|∆
Kelopak mata Alana sedikit demi sedikit terbuka, mengerjap berkali-kali lantas terbuka sempurna. Bola mata indahnya menatap ke arah setiap sudut ruangan yang menjadi tempat saat ini. Luas, besar, nyaman dan asing.
Alana jadi teringat akan sesuatu, ia teringat dengan kejadian yang menimpanya di hutan. Apa itu nyata? Seingatnya ia sedang tidur pulas di ranjang sigle bed di rumah kecilnya.
Sebuah pergerakan di perutnya membuat tubuh Alana seketika menegang, hembusan nafas hangat menerpa kulit lehernya. Apa ini?
Kepala Alana menoleh dengan pelan, netranya menangkap keberadaan pria asing yang sedang tidur pulas sembari memeluk tubuhnya dengan erat. Siapa dia? Penjahat kelamin?
"KYAAAAAA!!!!!!" teriak Alana dengan keras, teriakan yang mampu membuat gendang telinga Leon berdengung. Pria berpangkat alpha itu lantas terbangun dari tidur nyenyaknya yang terganggu akibat teriakan cempreng dari Alana.
Leon terduduk di tengah ranjang, telapak tangannya ia gosokkan di daun telinganya untuk menetralisir dengungan yang telinganya.
"Siapa kau?! Penjahat? Penculik? Atau----"
"Calon suamimu sayang," potong Leon dengan cepat sebelum mate-nya itu melanjutkan ucapannya dan mengatainya dengan sebutan yang lebih buruk daripada kata penjahat.
Alana tercengang, apa yang di katakan pria asing ini? Calon suami? Yang benar saja, ia saja tidak kenal sama sekali dengan orang asing ini.
"Kemarilah sayang, nikmati tidurmu kembali, ini masih sangat pagi untuk bangun." Ujar Leon sembari menguap lebar. Alana meloncat dari ranjang, ia gemetar takut. Sangat ketakutan. Di mana ia sekarang?
"Di mana ini?! Kau bawa aku kemana?!" bentak Alana dengan keras. Ke dua matanya memanas dan langsung meneteskan air matanya.
Awalnya Leon hendak marah karena Alana berani membentaknya, tapi saat melihat gadisnya itu menitihkan air mata, ia jadi tidak tega untuk memarahinya. Leon juga tau, Alana saat ini sedang ketakutan.
Leon turun dari ranjang dan berjalan mendekat ke arah Alana, namun dengan cepat gadis itu melangkah mundur, ia tidak mau di dekati oleh pria asing yang bisa saja mengancam keselamatannya.
"Menjauh! Jangan dekati aku!" teriak Alana sembari mengarahkan salah satu tangannya ke arah Leon, memberi isyarat pada pria itu agar menjauhinya.
Leon tersenyum tipis, ternyata mate-nya ini sangat manis. Tangan Leon terulur, menyentuh tangan Alana dan membawanya ke arah mulutnya. Di kecupnya lama punggung tangan gadis itu hingga membuat Alana terkejut bukan main.
Rasa aneh menggerogoti dirinya, antara takut, gemetar, dan pusing.
"Lepaskan!" dengan cepat Alana menarik tangannya dari genggaman Leon, bukan tangannya yang terlepas, malahan Leon langsung menarik tangannya dengan kuat hingga membuat tubuhnya tertarik ke depan dan menubruk tubuh Leon yang sangat keras.
"Cantik," puji Leon tepat di depan wajah Alana. Tangannya memeluk pinggang Alana dengan possesive, sedangkan tangannya yang lain membelai wajah Alana yang terasa sangat lembut di telapak tangan besarnya.
Alana hanya bisa diam, tubuhnya seolah kaku dan tidak bisa ia gerakan. Ia ingin berontak, tapi tidak bisa. Seperti ada sebuah sihir yang menahannya agar tidak bisa bergerak.
"Aku adalah Leon, mate-mu, belahan jiwamu dan juga jodohmu. Alana, aku mencintaimu," ucap Leon dengan suara yang sangat lembut lantas mengecup bibir Alana sekilas.