“Kenapa kamu semarah ini Pak Elard?”
Pertanyaan Kalila seperti sebuah jarum yang menusuk-nusuk hati Elard. Apalagi senyuman mengejek gadis itu seolah mengingatkannya bahwa hubungan mereka telah berakhir empat tahun yang lalu.
Emosi Elard muncul tatkala memergoki adik dan mantan tunangannya menatap layar komputer sambil cekikikan bersama.
Elard cemburu! Dan, dia merasa jika hubungannya dengan Kalila telah kembali seperti dulu.
“Kamu pasti berpikir kita pacaran betulan. Benar begitu?” tanya Kalila lagi dan semakin membuat nyeri di hati Elard bertambah parah.
“Status kalian hanya sebatas sahabat dan Bos. Tidak boleh ada kata ‘spesial’ pada hubungan kalian,” jawab Elard dengan suara lirih namun syarat akan intimidasi.
Kalila terkekeh pelan disela menahan sakit cengkeraman tangan Elard pada rahangnya. “Ini belum seberapa dengan rasa sakit akan pengkhianatan yang kamu lakukan,” ujarnya kemudian.
“Aku sudah meminta maaf Kalila—”
“Ckck, kamu pikir minta maaf saja cukup, ha? Asal kamu tahu saja jika kelakuanmu telah membuat malu keluarga Dirgantara. Terlebih lagi kamu telah menyakiti kedua orang tuaku. Jadi, sampai kapanpun aku tidak akan pernah memberimu maaf. Ingat itu Bapak Elard yang terhormat.”
Kalila menepis tangan Elard saat cengkeramannya semakin mengendur. Kemudian dia berjalan mendekati Eithan yang masih tergeletak diatas lantai. Membantu sahabatnya berdiri dan mengajaknya meninggalkan Elard yang masih mematung di tempat.
Elard tidak bisa mengejar kedua orang itu. Ada Ibundanya di dalam ruangannya. Beliau pasti telah menunggu putranya yang tadinya berniat memanggil sang adik.
“Kamu ini kebiasaan kalau dihajar Elard tidak pernah membalas!” omel Kalila setelah sampai di dalam ruangan Eithan.
“Sengaja biar ada alasan agar tidak ikut makan malam keluarga.”
“Kekanakan sekali! Kamu pikir Opa Reiga bakal kasih ijin hanya karena wajah kamu babak belur begini.”
“Setidaknya aku ada alasan tidak bisa membuka mulut karena mulutku terkena pukulan.”
Eithan yakin setelah kedatangan Bundanya ke Jogja akan ada undangan makan malam di rumah Opanya. Dan, saat makan malam itu bakal ada tamu menyebalkan yang tak diundang.
Daripada kesal melihat kakak iparnya, Eithan lebih memilih absen dari acara keluarga itu, menurutnya itu jauh lebih baik ketimbang berdebat di kediaman Opa Reiga dan Oma Hani.
“Kata Elard, dia sudah bercerai dengan Viona,” ucap Kalila.
“Kamu percaya jika keduanya sudah bercerai?” tanya Eithan sembari meringis. Wajahnya terasa nyeri ketika sahabatnya mengompresnya dengan es batu.
Kalila menghendikan bahu cuek, tak peduli dengan masalah rumah tangga mantan tunangannya, toh dia juga tidak akan mendapatkan keuntungan jika Elard telah bercerai dengan Viona.
“Kalau kamu tidak percaya besok malam ikut ke rumah Opa. Disana akan ada drama istri tersakiti yang membuat semua orang kehilangan nafsu makan.”
“Ogah!” tolak Kalila. “Lagian buat apa aku datang? Kayak gak bisa makan saja jika tidak menumpang di rumah Opa Reiga.”
“Siapa tahu kamu ingin melihat pertunjukan dari si bodoh dan si tak tau malu,” jawab Eithan.
Memang tidak sopan Eithan jika membicarakan sang kakak dan kakak iparnya. Saking bencinya dia sampai memiliki panggilan sayang. Si bodoh untuk Elard dan si tak tahu malu untuk Viona.
Setelah selesai mengobati Eithan, Kalila langsung mengompres bekas cengkeraman tangan Elard yang mulai terasa ngilu.
Ini kali pertama dia mendapatkan perlakuan kasar dari mantan tunangannya. Dan, dia tak menyesal telah menyulut emosi pria itu.
“Bunda bakal berapa hari di Jogja?” tanya Kalila.
“Kayaknya lebih lama dari biasanya. Apalagi kamu sudah mau menemui beliau. Bisa jadi tidak mau pulang ke Jakarta,” terang Eithan.
Kalila menghela nafas kasar. Kemudian menaruh waslap ke dalam baskom dan berniat bicara serius dengan sahabatnya.
“Kita harus membuat sandiwara agar Elard tidak bisa mengambil keuntungan ketika ada Bunda Aisha di Jogja.”
“Aku sudah memiliki rencana bagus. Aku juga yakin kamu akan menyukai rencana yang telah aku buat.”
Saat Eithan mulai mengatakan rencananya Kalila membuka lebar-lebar telinganya. Beberapa menit kemudian gadis itu menyunggingkan senyuman. Lalu, menganggukkan kepalanya.
Kalau urusan membuat Elard naik darah Eithan memang jagonya karena dia tahu kelemahan sang kakak. Lagi pula hubungan keduanya hingga sekarang tak kunjung membaik.
“Gimana?” tanya Eithan dengan senyuman khasnya. Senyuman yang hanya muncul ketika memiliki rencana jahat.
Tentu saja Kalila langsung setuju. Kapan lagi bisa bertemu dengan wanita yang telah menghancurkan kehidupannya. “Deal!” serunya dengan mengulurkan tangan ke arah sang sahabat.
Kemudian Eithan pun menjabat tangan Kalila, lalu berucap, “Deal!” dengan suara lantang.
Kedua orang itu saling melempar senyuman mengerikan. Sebentar lagi macan yang dibangunkan dari tidur panjangnya akan menerkam orang-orang yang sengaja menganggu.
***
Jika sebelumnya Eithan merasa berat memasuki rumah Opa-nya saat mendapatkan undangan makan malam, beda dengan malam ini, langkah kakinya terasa ringan karena ada gadis cantik di sebelahnya.
Kalila ikut menghadiri makan malam atas undangan dari Bunda Aisha. Malam ini dia memakai dress selutut warna putih gading sangat sederhana namun tampak elegan. Tak lupa sepasang heels dan clutch warna hitam yang menambah kecantikannya.
Bunda Aisha menyambut tamu istimewanya dengan senyuman lebar. Memeluk Kalila ketika gadis itu telah sampai dihalaman belakang, tempat diadakannya makan malam keluarga Al-Fathan.
“Cantik sekali kamu, Nak—” ujarnya dengan tatapan takjub.
“Terima kasih, Bunda. Malam ini Lila sengaja memilih pakaian terbaik dan sedikit dandan karena tak mau mengecewakan Bunda, hehe.”
Bunda Aisha kembali memeluk Kalila sebelum memintanya menyapa Opa Reiga dan Oma Hani sang empunya rumah.
“Cantiknya Cucu Oma. Sudah lama tidak berkunjung ke sini padahal tinggalnya di Jogja,” ujar Oma Hani dengan wajah sedih.
Kalila hanya meringis sungkan. Tak mampu menjawab karena dia memang menjauhi keluarga Elard setelah batalnya rencana pernikahan.
Setelah menyapa Oma Hani, Kalila beralih pada Opa Reiga. Pria paruh baya yang masih terlihat tampan dan gagah itu memeluk Kalila sembari menepuk kepalanya dua kali. “Selamat datang, Nak,” ujarnya dengan suara pelan.
Opa Reiga tidak akan memaksa gadis yang telah di sakiti oleh cucunya. Karena beliau tahu jika kelakuan Elard sulit untuk dimaafkan. Jika, Opa Reiga berada di posisi Kalila belum tentu bisa bangkit lagi setelah kejadian empat tahun silam.
Kalila duduk diantara Bunda Aisha dan Eithan. Tamu spesial malam ini berhasil membuat suasana meja makan penuh dengan kebahagiaan.
Hingga, pada akhirnya yang ditunggu-tunggu pun tiba. Elard datang dengan pakaian kerja dan wajahnya terlihat sangat lelah.
“Lila?” gumamnya pelan ketika melihat keberadaan gadis yang teramat dicintainya di rumah Opa-nya.
Kalila beranjak dari tempat duduknya dan menyapa, “Selamat malam, Pak Elard.” Setelah itu kembali mendaratkan bokongnya pada kursi.
Sikapnya terlihat tenang dan santai ketika berada di tengah keluarga Al-Fathan. Tak ada raut takut maupun was-was dalam hatinya. Itu karena dia yakin jika semua orang pasti memperlakukannya dengan baik. Kecuali Elard.
“Kamu datang dengan Eithan?” bukannya menjawab, Elard justru melayangkan pertanyaan. Kedua matanya menatap lekat Kalila dan adiknya secara bergantian.
“Iya, Kalila datang denganku. Selain Bunda yang mengundang aku juga sudah berencana mengenalkan sebagai pasanganku,” sahut Eithan.
“Pasangan kamu bilang. Ckck, kamu pikir aku akan percaya begitu saja?”
Sudut bibir Eithan terangkat mengejek. “Aku tidak peduli denganmu. Mau percaya atau tidak itu bukan urusanku. Dan lagi, aku ingin menegaskan jika Kalila adalah kekasihku.” Sebelah alis Eithan terangkat setelah mengatakan itu.
Kedua tangan Elard mengepal dengan kuat. Matanya yang tadi menatap tajam kini berubah merah. Seolah siap menghajar adiknya lagi.
Suara deheman Opa Reiga membuat Elard tak bisa berkutik. Terpaksa dia duduk di kursi yang masih kosong. Mengesampingkan amarahnya yang kini telah membara.
“Sayang, mau tambah lauknya?” tanya Eithan pada Kalila. Suaranya sengaja ditinggikan agar yang panas semakin kepanasan.
“Boleh. Aku mau udang saus padang,” jawab Kalila.
Elard menarik piring yang berisi udang saus padang ketika Eithan ingin mengambilnya. Sengaja menjauhkan dari sang adik agar tak bisa menambahkan lauk untuk Kalila.
“Mas, itu terlalu banyak,” tegur Bunda Aisha.
Dengan kekanakan Elard menuang semua lauk ke atas nasinya. Kemudian mengembalikan piring yang telah kosong ke atas meja. “Elard lapar Bunda. Dikantor sibuk membereskan semua masalah bukan main-main,” jawabnya sekaligus menyindir sang adik.
“Gapapa ya. Besok aku buatkan udang saus padang,” ujar Eithan pada Kalila.
Makan malam berlangsung dalam diam. Tak ada yang berani bicara karena Opa Reiga tak suka ada obrolan saat makan.
Namun, ditengah-tengah keheningan datang seorang tamu yang tidak pernah diundang. Tapi selalu hadir saat Elard sedang berada di rumah Opa Reiga.
Sebagai tuan rumah yang baik, Eithan beranjak dari kursi, memberikan penyambutan terbaik untuk tamunya itu. “Selamat datang di rumah keluarga Al-Fathan—”