Prolog -End
Persahabatan bukanlah tentang siapa yang kamu kenal paling lama, melainkan siapa yang hadir di kehidupanmu dan berkata "aku selalu disini untukmu" lalu membuktikannya.
-M
PROLOG-
Tik.. Tok.. Tik.. Tok..
Suara jam di tembok kamar sepetak mengisi kekosongan bunyi. Tidak mau kalah, derung mesin AC pun semakin terdengar jelas ketika kuturunkan suhu dari remot ac.
Perlahan kutatap kembali bingkai photo kecil itu. Ah, sudah lama sekali kenangan itu membekas dalam hati tidak bisa hilang dalam ingatan. Sebuah photo sederhana tentang seorang gadis berseragam putih biru merangkul sahabatnya yang berseragam sama, lengkap dengan dasi. Seingatku, foto itu diambil setelah masa orientasi sekolah.
Grrr...
Suara dari bawah kasur terdengar. Sepertinya Gizelle juga mengingat masa-masa itu. Masa-masa kami dapat melakukan apapun bersama. Masa-masa kami dapat pergi ke manapun jika orangtua mengizinkan. Masa-masa dimana kami menghabiskan waktu bersama.
“Masa-masa yang indah ya..?”
BAB 1-
5 Tahun yang lalu.
“Gwenn, ke kantin yuk!” ajak Gizelle.
“Nggak ah, mager. Mending tidur.” jawabku sambil mencari-cari posisi ternyaman untuk tidur duduk di kelas.
“Dasar tukang tidur!”
“Biarin, punya waktu tidur di kelas tuh anugerah dari tuhan yang harus disyukuri tau nggak!” ketusku.
“Iya deh iya...” balas Gizelle. Ia tau mau bagaimanapun bantahan yang ia keluarkan apalagi tentang tidur di kelas tidak akan pernah bisa ia menangkan jika berurusan dengan sahabatnya ini.
“Oh iya Gwenn, kamu pernah denger cerita Boogeyman nggak?”
“Hah? Boogeyman? Apaan tuh?” itu kali pertama aku mendengar kata Boogeyman.
“Nih coba liat” Gizelle menunjukkan ponselnya yang membuka situs WikiPedia.
Sedikit penasaran, aku pun dengan enggan melihat ponsel milik Gizelle. Enggan? Ya karena aku sudah mendapatkan posisi wenak untuk tidur.
Bogeyman (/ˈbəʊɡimæn, ˈboʊɡi-/;[1] juga disebut boogeyman, bogyman, bogieman, boogie monster, boogie man, atau boogie woogie) adalah sebuah jenis makhluk mitologis yang dipakai oleh orang-orang dewasa untuk menakut-nakuti anak-anak agar berperilaku baik. Bogeymen tak memiliki penampilan spesifik namun umumnya digambarkan sebagai monster maskulin atau androgini yang menghukum anak-anak karena berperilaku buruk.[2] Bogeyman atau monster serupa dapat ditemukan di banyak budaya di belahan dunia.
“Halah, itu mah mitos doang. Nggak ada di dunia nyata.” ucapku. Aku memang jenis manusia yang tidak percaya akan takhayul. Semua itu cuma khayalan buatan manusia.
“Eh, ini beneran ada tau. Aku pernah liat sendiri loh! Beneran deh”
“Ngeliat dimana emangnya? Coba tunjukin” aku tahu benar bahwa pasti Gizelle berbohong. Mana mungkin hal yang jelas-jelas tertulis di WikiPedia itu sendiri ‘makhluk mitologis’ benar-benar ada.
“Nanti pulang sekolah aku tunjukin deh” ucap Gizelle dengan penuh keyakinan. Aku sendiri pun bingung darimana dia bisa seyakin itu.
“Oke! Kalo bohong nanti ada hukumannya ya!”
“Emangnya aku pernah berbohong? Nggak pernah yah!”
Ya... memang dia tidak pernah berbohong padaku, namun aku yakin kalau dia sekarang pasti berbohong.
BAB 2-
Jam pulang sekolah pun akhirnya tiba. Sudah banyak anak SMP menunggu orangtuanya menjemput depan sekolah. Angkutan umum berlalu lalang depan halte sekolah.
“Gwenn!” teriak Gizelle dari kejauhan. Dengan tas kecil di pundaknya, ia berlari-lari kecil menghampiriku.
“Mana boogeyman?”
“Ish, baru juga pulang sekolah. Buru-buru banget sih, mending jajan es doger dulu yuk!” ucap Gizelle sambil menunjuk gerobak abang-abang es doger di seberang jalan.
“Nggak dulu deh, mau nabung”
“Udah aman itu mah, aku jajanin!”
Langsung tanpa basa-basi Gizelle menyebrang jalan. Gantungan kunci yang terpasang di tasnya terguncang-guncang. Sama seperti diriku, yang terguncang saat melihat angkutan umum melaju cepat.
Brak...
“GIZ-” aku ingin berteriak. Namun, terlambat. Itu terakhir kali aku melihat satu-satunya sahabatku.
BAB 3-
Sudah seminggu semenjak kejadian itu. Selama itu pula aku tidak masuk sekolah. Masakan Ibu yang biasanya enak pun sekarang terasa tidak enak. Tidur yang biasanya menjadi hobiku pun sekarang tidak bisa kulakukan. Setiap kali memejamkan mata, bayangan gadis dengan tas dipundaknya selalu muncul.
Aku meringkuk di kasur kamar kecilku. Berselimut, tidak terima dengan kenyataan bahwa satu-satunya sahabatku sudah tiada. Semua kenangan yang aku buat dengannya satu per satu melintas di pikiran. Dari mulai saat dimana pertama kali kami berkenalan di SMP, saat dimana kami saling berbagi tugas sekolah, saat dimana aku memberinya hadiah setiap kali dia ulang tahun, saat dimana dia mengejekku tukang tidur. Sekarang, dengan siapa aku berbagi tugas? Siapa yang mengejekku tukang tidur? Siapa yang menceritakan kisah-kisah horror walaupun orang itu tahu aku tidak akan percaya? Siapa yang akan mengatakan “Aku selalu disini untukmu” setiap kali aku memiliki masalah?
Grrr...
Sontak aku terbangun dan membuka kurungan selimut yang aku buat sendiri agar tidak melihat foto-foto yang terpajang di meja belajar.
Suara, aku mendengar suara. Meskipun tidak jelas, tapi aku sangat yakin bahwa suara itu bukan suaraku. Bukan suara jam dinding yang berdetik. Bukan suara derung pendingin ruangan.
Grr...
Bawah kasur! Suara tersebut berasal dari bawah kasur tempat aku tidur! Kukumpulkan keberanian untuk mengintip bawah kasur. Perlahan, dengan takut-takut ku intip bawah kasur.
Makhluk yang luar biasa seram, dengan rambut panjang yang mengingatkanku akan seseorang. Tersenyum mengerikan menunjukan gigi-giginya yang tajam dan tidak beraturan. Wajah yang dipenuhi dengan bercak-bercak darah kering. Mata besar yang dipenuhi kotoran menatapku berbinar-binar, seakan dia telah lama menunggu hal ini.
“B-boogeyman...” suaraku serak tertahan. Tidak percaya akan apa yang telah aku lihat. Benar-benar ada, Gizelle tidak berbohong tentang keberadaan makhluk ini. Walaupun dia tetap mengingkari janjinya bahwa dia akan menunjukan boogeyman kepadaku.
“Boogeyman... tidak, kamu... siapa kamu..?”
Grr...
Suaranya lirih, penuh akan kesedihan dan rasa bersalah. Seakan-akan dia ingin meminta maaf.
“Gizelle..?” entah apa yang kupikirkan. Nama itu terbesit di benakku
Grr...
“Itu benar-benar kamu..?”
Tanpa berpikir panjang, tanpa memikirkan resiko, tanpa memedulikan wujud buruk rupa dan seram makhluk itu. Aku langsung menariknya keluar dari bawah kasur dan memeluknya dengan erat.
Tak dapat menahan air mata yang keluar, aku pun menangis sejadi-jadinya. Entah benar atau tidak, entah ini hanya sekedar imajinasiku karena telah lama mengurung diri di kamar, entah apakah aku sudah gila, persetan dengan semua itu.
Gizelle hanya pernah berbohong padaku sekali saja, semua yang dia katakan selain itu selalu benar.
Aku selalu disini untukmu ucapnya dulu, dan dia benar-benar selalu disini bersamaku. Dia tidak berbohong. Dia membuktikannya.
Grr...
“Ya... Gizelle... aku pun akan selalu disini untukmu, meskipun wujudmu seperti ini, meskipun kamu bukan lagi manusia, meskipun kau tidak dapat berbicara energik seperti biasanya, tapi kamu akan selalu menjadi sahabatku. Dan aku akan selalu disini untukmu.”