Lucius mengusap bagian belakang kepalanya yang serasa dipukul oleh palu besar. Keadaan di sekitarnya sangat gelap, membuka dan menutup mata rasanya sama saja. Tubuhnya setengah terkubur oleh sesuatu yang keras, seperti bebatuan. Namun, ketika ia mencoba untuk berdiri, sesuatu yang ia pikir adalah sebuah batu berbunyi dengan keras ketika terbentur dengan bebatuan lainnya, batu itu juga hancur saat diinjak. Hidungnya terasa sakit karena menghirup udara yang sangat dingin. Matanya mulai terasa perih, sepertinya banyak kabut di sekitarnya.
“Hei! Ada orang?” sahut Lucius. “Ada!” Terdengar suara Key yang terdengar entah dari mana. “Kau! Apa yang kau pikirkan, sih saat kau menyentuh cawan itu? Kita jadi berakhir di tempat seperti ini.”
“Apa!? Jadi ini semua salahku? Aku hanya penasaran, kau tahu? Cairan yang berada di dalamnya membuatku ingin menyentuhnya, jadi kusentuh saja dari pada aku tidak bisa tidur karena aku ingin tahu cairan apa itu!”
“Bukankah Jura sudah mengatakan itu sebuah portal?” Lucius mendesah kencang. “Lupakan. Mana Jura dan yang lainnya?”
“Aku tidak tahu, dari tadi aku sendirian dan tiba-tiba saja aku mendengar suara benda jatuh yang sangat keras. Ternyata itu kau.” Lucius kembali mendesah kencang. Mungkin Jura bersama Zeth dan yang lainnya. “Baiklah, sekarang diam. Aku akan ke tempatmu.”
“Apa? Kau seperti ingin mengatakan ‘aku bisa melihat dalam kegelapan ini, dan menemukanmu’.” “Aku akan menggunakan ... tunggu. Aku lupa, Shadow Force tidak bisa digunakan di tempat ini.”
Terdengar Key yang mendesah. “Coba saja ada seseorang yang membawa api atau apalah itu, sedikit cahaya di tempat ini akan sangat membantu.” Lucius tertawa pelan. “Mana mungkin ada—“ Ia menelan kembali kata-katanya ketika ia melihat sebuah titik cahaya dari jauh. “Mungkin ... memang ada. Apa kau lihat itu? Melihat sebuah cahaya?”
“Mana? Duh. Aku saja tidak tahu kau menunjuk ke arah mana!” “Setidaknya lihat dulu sekelilingmu!” Lucius mengusap keningnya pelan karena tingkah laku Key. “Aku akan ke sana.”
“Hei, tunggu! Aku juga baru saja melihat cahaya yang kau maksud! ... Kau sudah ke sana?” Lucius tidak memedulikan apa yang dikatakan oleh Key. Jika memang benar cahaya yang ia dan Key lihat sama, mungkin nanti mereka akhirnya akan bertemu.
Bebatuan yang diinjak oleh Lucius terus hancur dengan bunyi retakan yang keras. Cahaya yang awalnya terlihat kecil, lama-lama semakin membesar dan mendekat. Ia menyipitkan matanya untuk mendapatkan penglihatan yang lebih jelas. Terlihat seseorang dengan pakaian serba hitam seperti jubah yang terlihat sudah sangat lusuh membawa lentera api yang menjadi sumber cahaya satu-satunya di tempat itu. Tubuhnya terlihat bungkuk, dan juga terlihat dari jauh bahwa orang itu sangat kurus. Entah kenapa, Lucius sedikit ragu untuk mendekatinya. Ia menggelengkan kepalanya untuk mengabaikan pemikirannya kalau mungkin saja orang ini adalah hantu … Sekali lagi, Lucius menyipitkan matanya, melihat dengan jelas apakah orang yang membawa lentera api ini memiliki kaki yang menapak ke tanah.
Setelah yakin orang itu menapak tanah, Lucius berjalan cepat untuk sampai ke orang itu. Meski sudah Lucius panggil dengan sahutan ‘hei!’ atau ‘hallo!’ bahkan ‘permisi!’, orang yang membawa lentera itu seperti tidak menyadari kalau dirinya sedang dipanggil. Akhirnya, Lucius sampai di belakang orang itu, dan langsung menepuk bahunya untuk mendapatkan perhatiannya. Namun, Lucius dikejutkan oleh wajah … bukan, oleh ‘orang’ yang membawa lentera ini. Entah bagai mana caranya, seseorang yang membawa lentera itu ternyata … hanya tengkorak berjalan. Tidak ada kulit, daging, atau apa pun yang bisa kau sebut sebagai ‘seorang manusia’, tubuhnya benar-benar hanya tulang. Setelah dilihat lebih dekat, baru kali ini Lucius merasa ngeri. Ada dua buah cahaya berwarna biru di dalam sebuah lubang yang seharusnya menjadi tempat mata berada. Satu hal yang membuat Lucius takjub hanyalah barisan gigi yang terlihat sangat rapi. Dengan suara yang mengerikan, ia berkata, “Oh, pendatang baru? Selamat datang di Dunia Bawah!”
Lucius yang jantungnya masih berdegup kencang karena terkejut dengan penampakan yang ia lihat, mencoba untuk menenangkan diri. Setelah tiga kali bernapas panjang, ia bertanya, “Dunia Bawah? Maksudmu tempat orang-orang yang sudah mati? Ada dunia lagi setelah kematian?” Tengkorak hidup itu tertawa mendengar pertanyaan Lucius. “Bukan, maksudku ... bagaimana menjelaskannya,” katanya sambil menggaruk kepalanya yang sudah retak. “Kau sudah mati, ya. Namun, entah itu karena dosa yang kau perbuat di dunia semasa kau hidup, kau kembali ‘dihidupkan’ di dunia ini. Sebagai hukuman atas perbuatan dosamu.”
Kening Lucius berkerut dalam setelah mendengarnya. “Tapi aku belum mati! Aku yakin aku belum mati.” Tengkorak itu melambaikan tangannya. “Aku hanya bercanda. Aku tahu dari pertama kali melihatmu bahwa kau masih hidup.”
“Hei! Kenapa kau tidak bilang kalau—“ Suara Key tertahan ketika ia baru sampai di dekat Lucius. Tiba-tiba saja, ia mengeluarkan pedang dan mengacungkan pada tengkorak yang sedang berbicara santai dengan Lucius. “Undead!!” Tengkorak itu mengangkat kedua tangannya. “Hei, tenanglah Nona. Apa maksudmu dengan ‘Undead’?”
Key masih mengacungkan pedangnya, “Jangan pura-pura kau. Kau, yang hidup kembali dari kematian dan mengejar orang-orang yang masih hidup, bukan? Kau akan menangkap kami, lalu memakan otak kami, bukan?” “Ih, percayalah padaku, aku tidak suka memakan otak manusia.” Tengkorak itu mengangkat salah satu tangannya yang tidak memegang lentera api, memberi isyarat tidak akan menyerang. “Mungkin kau salah mengerti, Key,” kata Lucius mencoba untuk menurunkan pedang yang Key acungkan.
“Kenapa kau membelanya? Aku sudah pernah melihat makhluk seperti dia yang menyerang desa, dan memakan teman-temanku!” Entah kenapa, Lucius bisa melihat mata Key yang mulai berair. Tengkorak itu kembali mengangkat tangannya. “Nona, sudah kubilang aku tidak suka memakan otak manusia. Lagi pula, jika aku memang suka memakan otak manusia, mungkin aku sudah menyerang temanmu ini dari tadi.”
“Kau hanya berpura-pura tidak menyerang, bukan? Nanti ketika kami lengah, kau akan mulai menyerang?” Tengkorak itu terlihat melakukan gerakan seperti menghembuskan napas yang panjang. “Baiklah, begini. Aku akan melakukan apa pun untuk membuktikan bahwa aku tidak akan melukai kalian. Aku tidak ingin kau memotong leherku. Meskipun aku memiliki penampilan yang seperti ini, aku masih merasakan sakit, kau tahu?” ia menurunkan tangannya, lalu mengusap lehernya seperti mengusap luka lama. “Merasakan kematian setelah mati itu tidak menyenangkan.”
“Baiklah kalau begitu,” kata Lucius cepat setelah melihat Key akan berkata sesuatu lagi. “Bagaimana jika kau memberi tahu kami ke mana jalan keluarnya?”
“Untuk itu, aku sendiri tidak tahu.” “Hah!” Key kembali mengacungkan pedangnya. “Sudah kubilang kau mencurigakan!”
“Tapi aku bersumpah demi Ratu Dunia Bawah aku tidak akan memakan otak kalian!” katanya cepat dan kembali mengangkat kedua tangannya. Lucius memukul kepala Key dengan keras. “Bisakah kau tenang sedikit saja? Jika kau menebas tengkorak ini, mungkin akan sulit untuk menemukan tengkorak yang bisa berbicara lagi!”
“Hei, kenapa kau marah? Aku hanya ingin melindungi kita dari serangan tengkorak ini!”
“Meskipun kau berkata seperti itu, setidaknya simpan pedangmu itu sampai tengkorak ini mau menemani kita!”
“Jadi, kau lebih memilih tengkorak ini?”
“Mungkin, dari pada denganmu yang terus membuat masalah. Aku lebih memilih tengkorak berjalan ini!”
“Hallo? Kalian masih sadar, ‘kan aku ada di sini?” kata tengkorak itu mencoba untuk melerai Key dan Lucius. “Meskipun memang aku ini tengkorak berjalan, bisakah kau memanggilku Ran? Walaupun aku sudah mati, hatiku terasa sakit ketika mendengar kalian yang terus menerus menyebutku dengan tengkorak.” Key menghembuskan napasnya dengan keras. Lalu menyarungkan pedangnya. “Jika aku melihat kau berbuat sesuatu yang mencurigakan, aku tidak akan segan untuk menebasmu sampai berkeping-keping!”
“Ya, ya. Kau bisa melakukan itu,” kata Ran. “Aku mungkin tidak akan bisa untuk mengantar kalian keluar dari sini, dan juga tidak tahu harus membawa kalian ke mana. Mungkin hanya ada satu cara yang harus kalian lakukan.”
“Apa? Katakan saja jika tidak memiliki ide yang lebih baik lagi,” kata Key ketus. “Kalian harus menemui Ratu Dunia Bawah.”
.
.
Dengan lentera kecil untuk menyinari jalan yang dipimpin oleh Ran, Lucius dan Key mengikutinya dengan patuh. Ternyata yang awalnya Lucius kira adalah bebatuan yang selama ini ia injak, ternyata tumpukan dari tulang. Selain tengkorak hidup seperti Ran, ada juga makhluk astral lainnya. Tetapi mereka tidak mirip Charon yang Jura panggil dari buku Grimoirenya. Lebih tepat ke arwah gentayangan. Beberapa arwah wanita sempat mendekati Lucius dan mengusap dagunya dengan genit, sambil sesekali berteriak dengan suara yang mengerikan, “Oh! Sudah berapa ribu tahun aku tidak melihat seseorang yang begitu tampan!” Ada pula arwah lelaki yang mengedip genit ke arah Key, tetapi mereka langsung mengalihkan pandangannya karena takut dengan tatapan mengerikan dari Key.
Entah sudah berapa lama mereka berjalan, akhirnya mereka tiba di depan sebubah pintu besar yang—seperti Lucius duga—terbuat dari tulang. Ada dua makhluk besar yang juga menggunakan jubah berwarna hitam, sabit besar yang terlihat masih basah oleh darah segar membuat Key sempat mengernyit. Kedua makhluk itu melayang beberapa meter di atas tanah.
“Bagaimana bisa makhluk hidup masuk ke tempat ini?” kata salah satu makhluk besar itu, Lucius bisa merasakan kalau matanya yang berwarna merah menyala melihat Lucius dari ujung kaki hingga ujung rambutnya. “Aku juga tidak tahu. Karena itu aku membawa mereka ke sini, mungkin Ratu mengetahui sesuatu,” jawab Ran.
Kedua makhluk itu saling berbisik satu sama lain. Lalu beberapa detik kemudian, mereka mengangguk bersama. “Baiklah. Aku akan membawa mereka ke tempat Ratu. Untung saja moodnya sedang baik saat ini.” Ran mengangguk singkat, lalu memutar tubuhnya menghadap Lucius dan Key. “Aku hanya bisa mengantarmu sampai sini. Mungkin cepat atau lambat, kita akan bertemu lagi.”
Key mengerutkan keningnya. “Jadi maksudmu, kau ingin kami mati cepat atau lambat?” Ran tertawa setelah mendengar perkataan Key. “Tidak, bukan begitu. Ayolah, ini hanya basa-basi ketika akan berpisah dengan seseorang.”
Lucius menjabat tangan tulang milik Ran. “Untuk tengkorak hidup, kau sepertinya sangat senang karena terus tertawa.” Ran kembali tertawa setelah mendengar perkataan Lucius. “Aku peringatkan satu hal. Jangan sampai mood baik Sang Ratu menjadi buruk karena kalian. Ingat, jaga tingkah laku kalian ketika di depannya. Jika membuatnya tersinggung sedikit saja, mungkin kalian akan menjadi penduduk tetap di tempat ini!” []