24. Bisakah Percaya? “Berani-beraninya kamu menabrak saya!” Bulik Sarini langsung berujar marah begitu berhasil berdiri dibantu oleh beberapa pria yang mengenakan setelan beskap hitam. Wajahnya tampak merah, seakan ingin meledak. Tapi terlihat menahan diri. Sementara itu, Ajeng cuma bisa meringis. Ekor matanya melirik Naren yang cuma diam seperti patung, tak berani mendekat. Ini beneran Ajeng harus menghadapi Bulik Sarini seorang diri? “Maaf, Bulik. Aku tadi buru-buru dan enggak sengaja nabrak. Aku—” “Halah, alasan.” Bulik Sarini memotong kejam. “Kamu emang sengaja balas dendam kan?” “Bukan, Bulik, aku cuma—” “Udahlah. Nggak usah banyak alasan. Saya buru-buru.” Astaga. Kenapa Ajeng tak diberi kesempatan buat membela diri? Bahkan bicara pun dipotong-potong. Katanya bangsawan. Tapi