Hari ini Renata pulang ke apartemennya lebih awal. Pekerjaannya yang hanya sebagai seorang psikolog di rumah sakit milik keluarganya membuat dia jarang berada di kondisi darurat seperti suaminya yang berprofesi sebagai seorang dokter spesialis jantung.
Bukan tanpa alasan Renata memilih berprofesi sebagai seorang psikolog, kehidupannya yang sudah di gariskan untuk bekerja di lingkungan rumah sakit membuatnya harus menempuh pendidikan di jurusan kesehatan. Walaupun yang dia jalani hanya bisa menolong seseorang untuk memperbaiki kesehatan mental dan pada prakteknya Renata tentu saja tak bisa meresepkan obat-obatan untuk pasiennya.
Ketakutannya akan darah membuatnya harus memutar otak untuk menempuh pendidikan yang kiranya bisa ia bawa ke lingkungan tersebut tanpa harus menjadi seorang dokter. Berada di rumah sakit dengan profesinya sekarang hanyalah tempat ia belajar untuk lebih memahami struktur rumah sakit, karena kemungkinan besar tanggung jawab rumah sakit itu akan sepenuhnya jatuh ke tangannya suatu hari nanti. Saat ini jabatan sebagai direktur rumah sakit itu masih di pegang oleh Arkana Bambang Widyatama suaminya.
Ting...
Saat Renata hendak beranjak ke dapur untuk memasak makan malam, tiba-tiba ada sebuah notifikasi pesan di ponselnya. Ternyata itu Arkan, suaminya yang mengabarkan bahwa dia harus pulang malam karena ada pekerjaan yang belum selesai. Pekerjaan dobel suaminya memang membuat laki-laki itu lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit.
Setelah membalas singkat pesan suaminya Renata mengurungkan niatnya untuk memasak, karena sudah dapat di pastikan suaminya itu akan makan malam di rumah sakit. Renata lalu berjalan menuju kamar mandi, mengisi bathub dengan air hangat dan sabun hingga berbusa, dia ingin berendam malam ini.
Sebuah serial drama korea dan satu cup besar mi instan menemani kesendirian Renata malam ini. Keadaan seperti ini sudah sering Renata alami semenjak satu tahun dia menikah dengan Arkan, dan Renata selalu menerimanya, dia tak pernah mengeluh akan kesibukan Arkan apalagi sampai merajuk saat suaminya itu harus pulang malam atau pergi mendadak saat sedang bersamanya karena ada hal darurat di rumah sakit, Renata amat sangat paham akan tanggung jawab yang di emban oleh Arkan.
Saat tengah sendiri seperti ini Renata terkadang merindukan rumah orang tuanya yang ramai dengan keponakan, adik serta banyaknya asisten rumah tangga yang ada di sana. Sayangnya rumah mereka lumayan jauh dari Renata tinggal saat ini. Dulu di kala sedang tidak ada kegiatan saat masih belum menikah dan dia tinggal bersama orang tuanya Renata hobi sekali bereksperimen di dapur dengan segala resep ciptaannya, dan mereka semua yang tinggal di rumah itulah yang menjadi korban-korban untuk mencicipi makanan buatannya itu, walaupun Renata hanya akan memberikan makanan itu jika benar-benar layak untuk di makan.
Saat dia tinggal di sini Renata rindu dengan hobinya itu, sekarang hanya masak dengan porsi sedikit saja seringkali terbuang saat Arkan tiba-tiba tak bisa makan di rumah seperti halnya malam ini. Suasana sepi di apartemen juga membuatnya merasa sangat kesepian seperti orang tinggal sendiri di dalam sebuah kotak besar. Sebenarnya Renata sudah ingin tinggal di rumah tapak sejak beberapa bulan yang lalu, dia sudah membicarakannya pada Arkan, hanya saja suaminya itu belum mau menyetujuinya. Selain belum ada waktu untuk mencari rumah yang cocok, tinggal di apartemen saat ini memang paling efisien untuk orang yang sibuk dan harus bolak-balik pergi ke rumah sakit seperti Arkan , karena apartemen yang mereka tinggali ini gedungnya betetangga dengan rumah sakit tempat mereka bekerja. Adam menjanjikan mereka segera mencari rumah seandainya Renata hamil, suaminya tidak akan membiarkan anak mereka tinggal di apartemen sejak bayi dan tak mengenal tanah. Hanya saja sampai detik ini perut Renata masih kosong rata, belum ada benih dari Arkan yang tersangkut di rahimnya.
***
Saat bangun pagi Renata sudah menemukan dirinya berada di atas ranjang kamar mereka. Seperti biasa Arkan yang memindahkannya, ketiduran saat tengah menonton televisi adalah kebiasaan Renata hampir setiap malam.
Saat Renata beranjak bangun, Arkan masih terlelap, mungkin belum lama suaminya itu tidur. Renata juga tak tahu jam berapa suaminya pulang semalam.
Setelah mencuci muka Renata bergegas menuju dapur untuk membuat sarapan pagi.
Seperti biasa sebelum mandi Renata akan membangunkan suaminya terlebih dahulu, dua cangkir kopi pahit dan dua piring nasi goreng bercampur telur dan sayur sudah terhidang di meja makan.
"Mas, bangun." Ucap Renata sambil mengguncang sedikit punggung suaminya.
"Eummhh."
Renata lalu berjalan menuju kamar mandi, asal sudah menyahut suaminya itu pasti akan segera bangun dari tidurnya.
***
Sambil menyantap nasi goreng, Arkan menatap lama wajah istrinya.
"Kenapa Mas, nasi gorengnya nggak enak?" tanya Renata menyadari tatapan mata Arkan padanya.
"Enak kok."
"Maaf, aku tahu ini makanan nggak bagus buat sarapan, tapi aku lagi pengin bikin ini, dan punya kamu udah aku banyakin telur sama sayurnya. Kayaknya udah aman buat di makan pagi-pagi." Jelas Renata paham akan pola makan sehat yang di jalani suaminya, dan Arkan hanya menanggapinya dengan senyuman.
"Re..., aku ada rapat pagi ini."
"Ya udah, kamu berangkat duluan aja Mas, nanti aku bawa mobil sendiri."
"Ck, bukan itu."
"Apa?"
"Kamu ikut rapat ya?" pinta Arkan pada sang istri.
"Ngapain?"
"Ya makanya kamu ikut biar tahu."
"Tapi kamu kan tahu, aku males ikut gitu-gituan," ucap Renata memelas.
"Iya tahu, tapi mau sampai kapan? Kamu harus mulai belajar, cepat atau lambat tanggung jawab rumah sakit ini akan sepenuhnya jatuh ke tangan kamu Re." Ucap Arkan mengingatkan, rumah sakit yang di miliki keluarga mereka tak hanya satu atau dua cabang. Ada beberapa rumah sakit di luar kota yang masih di kepalai oleh orang luar. Dan belakangan di ketahui salah satu direktur di rumah sakit mereka yang ada di luar kota melakukan kecurangan dan merugikan rumah sakit dari segi materi maupun nama baik. Sebagai salah satu anggota keluarga yang sudah cukup berpengalaman, nama Arkan menjadi kandidat kuat untuk di beri tugas membenahi masalah di sana. Tetapi Arkan belum bisa memberitahukan hal ini pada Renata, dia tak tega bila harus meninggalkan Renata tinggal di apartemen ini sendirian. Dia mengajak Renata untuk mengikuti rapat supaya istrinya itu bisa mengambil keputusan sendiri untuk menerima keputusan itu atau tidak yang nantinya akan di tentukan oleh dewan komisaris dan para petinggi rumah sakit yang terdiri dari orang tua serta beberapa kerabatnya. Arkan tak mau memaksa Renata untuk menyetujui keinginannya walaupun dia sebenarnya sangat ingin pergi ke sana.
"Mas, sepulang dari rumah sakit nanti aku ke rumah Mama ya, aku kangen pengin ke sana. Bolehkan?"
"Nginap?" tanya Arkan memastikan.
Renata mengangguk, seperti biasa dia tak mungkin untuk tidak menginap saat berkunjung ke rumah masa kecilnya.
"Saya ikut," ucap Arkan.
Renata tersenyum, beginilah Arkan dia adalah suami yang sangat sempurna. Sayang hatinya belum bisa Renata jangkau.