Ervan melepas sarung tangan lalu membuangnya ke tempat sampah. Ia membasuh mukanya di depan westafel. Operasi kali ini sangat melelahkan, mungkin karena kondisinya sendiri yang kurang fit setelah menenggak alkohol tadi malam.
Ervan membuka pintu ruang prakteknya dan menjumpai seorang wanita yang tengah duduk di belakang meja kerja.
"Hai, Sayang..." sapa Alexa dengan senyum sumringah.
Ervan membalas senyum cantik sang istri. Alexa sudah berdiri menodongkan pipi untuk dicium ketika Ervan melintas mengambil kemeja yang tergantung pada stand hanger di belakangnya.
"Ervan! Kamu marah, ya?" Alexa merasa kecewa karena Ervan tak mencium pipinya.
Ervan tak bergeming. Ia melewati Alexa begitu saja. Sejujurnya Ervan merasa kesal karena hampir sebulan ini Alexa selalu sibuk dengan urusannya sendiri. Ervan yakin kedatangan Alexa kali ini hanya untuk berpamitan pergi menghadiri show lain di luar kota.
"Ervan!! maafin aku, semalam habis pameran aku party sama temen-temen. Aku ketiduran di rumah Binka."
"Binka?" Ervan terkesiap dengan ucapan Alexa.
"Iya!!"
"Jadi semalam Kamu ga pulang ke rumah mamaku?" Ervan mencoba meyakinkan lagi.
"Enggak! ngapain aku kesana?" Alexa malah balik bertanya. Hati Ervan mencelos,
Jika bukan Lexa, lalu dengan siapa aku bercint* semalam. Dan noda darah itu??
Ervan mulai gundah memikirkan kejadian semalam. Jelas jelas ia yakin tidur bersama Alexa, tapi mengapa kenyataan berkata lain, semalam sang istri tidur di rumah sahabatnya.
"Ervan!! Kamu kenapa? apa terjadi sesuatu di rumah Mama?"
Ervan tersentak, sejenak ia lupa bahwa sang istri masih bersamanya.
"Nggak, Sayang! ehm, semalam kak Martha melahirkan." Ervan mencoba menutupi kegalauannya.
"Benarkah? ayo kita ke sana? Kamu masih sibuk?" tanya Alexa dengan mata berbinar.
Sebenarnya jadwal Ervan kosong hingga sore nanti, tapi ada hal penting yang harus ia pastikan terlebih dahulu.
"Aku masih ada visit ke beberapa pasien. Kamu tunggu di rumah, dua jam lagi aku jemput."
"Gak mau!! aku kangen Kamu, aku mau nungguin Kamu kerja.." ucap Alexa manja sambil menggelayutkan lengannya pada leher Ervan.
"Sayang.. Aku ga akan fokus kerja kalau Kamu di sini. Ayo aku antar ke mobil. Kamu istirahat dulu, jam tiga aku jemput di rumah."
Alexa memanyunkan bibirnya, tapi ia menurut saja ketika Ervan merangkul bahunya untuk keluar dari ruang praktek.
Ketika sepasang suami istri itu keluar dari ruangan, semua mata menatap kagum pada keduanya. Pasangan sempurna!! itulah kira-kira yang ada di benak mereka ketika melihat Ervan dan Alexa.
Bagaimana tidak? Ervan Putra Adinata, dokter kandungan paling tampan dan kharismatik menikah dengan Alexa, seorang wanita sangat cantik yang berprofesi sebagai designer.
Sejak pernikahan mereka setahun yang lalu, rasanya tak bosan-bosan orang-orang membicarakan sekaligus mengagumi keharmonisan pasangan itu.
"Jangan lama-lama, ya.. Kalau Kamu pulang cepet aku kasih bonus plus-plus.." Alexa meraba dad@ Ervan, mencoba merayu suaminya.
Biasanya Ervan akan langsung terpancing dengan sikap manja Alexa, tapi tidak untuk kali ini. Pikirannya masih dipenuhi rasa penasaran akan kejadian semalam.
"Oke, aku usahain, sayang! hati-hati bawa mobilnya." Ervan hendak menutup pintu mobil, tapi Alexa menahannya.
"Gitu aja??" protesnya.
Ervan manatap bingung, tapi ia segera memahami ketika Alexa mengetuk pipi dengan jari lentiknya.
Cup!
Alexa tersenyum puas ketika sebuah kecupan mendarat di pipinya.
Ervan segera berlari ke mobilnya sendiri setelah memastikan Alexa pergi menjauh. Hatinya diliputi rasa penasaran yang tak terbendung.
Jelas sekali semalam ia berniat membuat Alexa hamil, tapi siapa yang ia tiduri jika sang istri berada di tempat lain malam itu? apa yang akan Ervan lakukan jika ia terbukti tidur dengan wanita lain? pernikahannya baru seumur jagung, meskipun Alexa perempuan egois, tapi Ervan sangat mencintai istrinya itu. Tak pernah sekalipun ada niatan untuk menduakannya.
Ervan melajukan mobilnya secepat mungkin kembali ke rumah orangtuanya. Sesampainya di rumah ia segera berlari ke lantai dua untuk mengecek rekaman CCTV yang ada di rumah itu. Beruntung rumah sedang sepi siang ini.
Ervan memutar rekaman CCTV teras ketika semalam ia berjalan sempoyongan di depan rumah. Pintu terbuka, lalu beberapa detik berikutnya ia masuk. Ervan berganti pada rekaman CCTV di depan kamarnya.
Hati Ervan mencelos ketika melihat dirinya menggendong tubuh seorang gadis masuk ke dalam kamarnya. Terlihat perempuan itu memberontak mencoba lepas dari tangannya.
Arini??
Ervan menghantam meja dengan kepalan tangannya, berkali kali ia memukuli kepalanya dengan frustasi.
Sial!! Sial!! Apa yang sudah Kau lakukan, Van!!!
Ervan semakin yakin wanita yang ia tiduri semalam adalah Arini ketika terlihat jelas dalam rekaman gadis itu keluar dari kamarnya dengan satu tangan menyilang memegang bahu sementara tangan lainnya meremas perutnya, gadis itu terlihat terisak kembali masuk ke kamarnya.
"Arini, bagaimana bisa aku mengira dirimu adalah Alexa?" gumam Ervan lirih, menyesali perbuatannya pada keponakan mbok Marni, pembantu yang sudah lebih dari 10 tahun mengabdi di rumah orang tuanya itu.
Ervan menghapus rekaman CCTV malam itu, ia menghela nafas, meyakinkan diri untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya pada gadis lugu itu.
Ervan menuruni tangga bergegas menuju kamar Arini untuk memastikan kejadian semalam sekaligus minta maaf dan siap menerima hukuman apapun dari Arini asalkan gadis itu mau melupakan kejadian semalam dan tetap merahasiakan hal itu dari keluarganya.
Ervan mengetuk pintu kamar sederhana di samping dapur.
"Arini?" Ervan membuka pintu ketika tak terdengar jawaban dari dalam.
Ervan memasuki kamar tak terlalu luas dengan kamar mandi dan hanya memiliki satu nakas serta satu lemari yang sekaligus berfungsi untuk meja rias. Matanya berkeliling hingga terpaku pada sebuah piyama yang tergantung di belakang pintu.
Piyama katun berwarna ungu yang terkoyak pada bagian pundaknya.
Astaga! aku yang membuatnya seperti itu!
Ervan menyentuh piyama tersebut, gelombang rasa bersalah memenuhi dirinya. Ia telah menghancurkan masa depan Arini, gadis pendiam yang sejak dua tahun lalu menumpang di rumah orangtuanya. Setahu Ervan, Arini kuliah di jurusan keperawatan dengan jalur beasiswa.
"Tuan? kok disini? nyariin Arini?" tanya Mbok Marni heran di depan pintu.
Ervan tersentak, tapi masih bisa menguasai diri.
"Iya, Arini dimana Mbok? ada yang mau saya sampaikan."
"Jam segini biasanya baru selesai kuliah, Tuan! biasanya habis kuliah dia lanjut---,"
"Oke, nanti saya kembali." potong Ervan. Ia sempat melirik pada sebuah kalender yang tergantung di dinding. Tertulis nama sebuah universitas yang Ervan yakin adalah kampus tempat Arini menempuh pendidikannya.
"Memangnya ada hal penting apa, Tuan?" tanya Mbok Marni. Ervan tak menjawab, ia keluar begitu saja melewati mbok Marni.
Mbok Marni menatap bingung pada sosok tegap yang keluar dari rumah itu.
Tak ingin hanya diam menunggu kedatangan Arini, Ervan melajukan mobilnya menuju ke kampus yang tertera pada kalender yang tergantung di dinding kamar.
Sudah hampir setengah jam Ervan menunggu di dalam mobilnya, beberapa mahasiswa sudah keluar sejak tadi, tapi Ervan tak menemukan sosok Arini.
Satu jam menunggu tanpa hasil, Ervan akhirnya memilih meninggalkan tempat itu, ia melajukan mobil nya perlahan berharap masih bisa bertemu dengan Arini. Hingga matanya tak sengaja tertuju pada sosok wanita yang duduk menunduk sendirian di halte bus.
Arini?
(Next➡)