Chapter Three

1328 Words
"Rav?" Mendengar seseorang memanggilnya, Raveno yang tadinya tengah memainkan ponsel langsung menoleh. Ia melebarkan senyum sebelum berdiri untuk menghampiri Sabrina yang kini menatapnya bingung. "Hai," Sapa Raveno sambil mengecup pelan pipi Sabrina. "Kau sedang apa?" tanya Sabrina. Ia semakin dibuat bingung karena bukannya menjawab, Raveno malah semakin tersenyum lebar. "Rav!" "Tidak apa-apa. Aku hanya sedang main game di ponselku." "Tapi kenapa kau tersenyum seperti itu?" "Karena aku menang bermain game." Raveno berdiri di belakang Sabrina, mendorong pelan kursi rodanya untuk keluar dari ruang kerjanya. "Shasa mana?" "Sedang menonton, dia baru saja selesai makan." Sabrina mendongak menatap Raveno. "Kau mau makan sekarang?" Raveno menggeleng. "Nanti saja. Aku mau bermain bersama Shasa dulu." Ucapnya sambil mendorong kursi roda Sabrina ke ruang menonton. ••• Sore harinya, setelah puas bermain-main dengan air pantai, Khatrine dan Thomas berjalan kembali menuju villa. Mereka berjalan menyusuri pantai tanpa memakai alas kaki. Di sepanjang perjalan, Khatrine melaluinya dengan hati bahagia, belum lagi saat mendengar lelucon yang di ucapkan Thomas, rasa bahagianya jadi semakin membuncah. Ia bahkan tidak berhenti tersenyum hari ini. Rasanya ia tidak ingin hari ini berlalu dengan begitu cepat. "Khat?" Khatrine menoleh saat Thomas memanggil. "Apa?" Lalu terheran saat melihat ekspresi serius dari wajah Thomas. "Boleh aku bertanya sesuatu?" "Kau ingin bertanya apa?" tanya Khatrine dengan satu alis terangkat. Ia juga terlihat heran karena Thomas yang tampak ragu untuk berbicara—terlihat dari cara bagaimana pria itu menarik nafas berkali-kali. "Kau mau bertanya apa?" Ulangnya. "Kau masih berhubungan dengan Raveno?" Khatrine langsung menghentikan langkah ketika mendengar pertanyaan Thomas dan memandang pria itu gugup. Sebenarnya Thomas memang tahu mengenai hubungannya dengan Raveno, karena Khatrine pernah menceritakannya. Pria itu sangat marah waktu tahu Khatrine berhubungan dengan Raveno, bahkan Thomas sampai memusuhi Khatrine selama sebulan. Berkali-kali Khatrine meminta maaf, tapi Thomas mengabaikan semua pesan dan panggilannya. Hingga saat Khatrine jatuh sakit, Thomas akhirnya memilih untuk mengalah karena tidak tega melihat Khatrine sendirian berada di apartemen. Dan semenjak itulah mereka kembali berbaikan, meski pada akhirnya Thomas tidak pernah menyinggung masalah Raveno lagi. Tapi kenapa hari ini pria itu kembali membahasnya setelah sekian lama? "Khat, kau dengar aku?" Suara Thomas membuat lamunan Khatrine buyar, ia menatap Thomas yang tengah menunggu jawaban. Khatrine menghela nafas lalu mengangguk pelan. "Iya, aku masih berhubungan dengannya." Bisa ia lihat jika Thomas langsung mengalihkan pandangannya ke arah matahari tenggelam. "Kenapa?" Khatrine menunduk, menatap kakinya yang ia tenggelamkan di pasir pantai. "Aku mencintainya, Thom." Thomas kembali menatap Khatrine. "Tapi kalian tidak akan bisa bersama, Khat." "Aku tahu." "Pada akhirnya kau yang akan terluka, Khat." Mendadak Khatrine tersenyum miris. "Itu pun aku tahu," "Jika kau tahu, kenapa kau masih mempertahankan hubungan itu?" Khatrine terdiam, menelan ludahnya yang saat ini terasa seperti duri. Yang dikatakan Thomas memang benar, dan ia tahu jika pada akhirnya ia yang akan terluka . Tapi...ia tidak bisa tanpa Raveno! Ia mencintai pria itu. Ia membutuhkan Raveno. "Tolong jangan lagi, Thom." Khatrine menundukan wajah. Dan tak lama ia mendengar suara helaan nafas Thomas. "Aku tidak mau kita bertengkar lagi," "Oke, terserah kau saja. Tapi kau harus bilang padaku jika dia menyakitimu." Khatrine mengangkat kepala dan tersenyum pada Thomas. "Terima kasih, Thom." Thomas balas tersenyum sambil mengacak rambut Khatrine. "Teman memang harus saling melindungikan?" tanya Thomas, dan hanya dibalas anggukan pelan oleh Khatrine. ••• Khatrine terbangun ketika mendengar bunyi ketukan pada pintu kamarnya. Ia lantas melirik ke arah jam dinding di Villa Thomas sebelum bergerak bangun. Astaga! Gara-gara kelelahan bermain dipantai, ia jadi bangun kesiangan seperti ini. "Khat, kau sudah bangun? Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu." Suara Thomas yang terdengar dari balik pintu, membuat Khatrine harus segera turun dari ranjang dan membuka pintu kamar, menampilkan Thomas yang sudah berdiri dengan wajah cemberut. "Kenapa lama sekali?" tanyanya jengkel, membuat Khatrine tersenyum geli. "Maaf, aku baru saja bangun." Ia menguap pelan sambil mengusap rambutnya kebelakang. "Ada apa membangunkanku?" Thomas memutar matanya malas. "Cepat cuci muka sana, ini sudah lewat dari jam sarapan. Aku tunggu kau di meja makan." ucap Thomas sebelum berbalik menuju meja makan.. Sedangkan Khatrine kembali ke dalam kamar untuk membasuh muka. Setelah itu ia langsung menuju meja makan dan duduk di depan Thomas. Di sana ia mengernyit saat melihat ekspresi wajah Thomas yang tampak kesal. "Kenapa kau melihatku seperti itu?" "Apa kau memang selalu selama itu? Kau tahu jika aku sudah lapar!" ucap Thomas kesal. Ia berdecak sebelum menuangkan segelas s**u untuk Khatrine. "Minum!" Khatrine memutar matanya jengah. "Lagi pula kenapa tidak makan duluan saja? Kau tidak perlu nenungguku jika sudah lapar." Ia meminum s**u yang diberikan Thomas, dan meletakannya kemeja saat isinya sudah berkurang sedikit. "Mana bisa aku makan duluan, kau tamu di sini. Tidak sopan jika aku makan duluan." "Ya ya terserah kau saja." Khatrine memilih untuk menghabiskan sarapannya, mengabaikan tatapan kesal yang dilemparkan Thomas padanya. ••• Siang harinya, Khatrine dan Thomas memilih bersantai di gazebo belakang Villa, dimana gazebo itu langsung mengarah ke lautan lepas yang ada di belakang Villla. Mereka duduk bersebelahan sambil menyesap teh buatan Thomas, yang baru Khatrine tahu jika teh bisa senikmat ini. Khatrine menghirup nafas dan menghembuskannya perlahan. Hah! Ia sangat suka berada di sini. Angin laut yang menerbangkan beberapa helaian rambutnya, membuat perasaannya terasa sangat damai dan tenang. Ditambah dengan pemandangan yang bisa menyegarkan pikirannya. "Khat?" Seketika ketenangan Khatrine terusik saat Thomas bersuara. Ia menoleh sejenak. "Apa?" Lalu kembali menatap ke depan. Pemandangan di depan terlalu sayang untuk ia lewatkan. "Bagaimana hubunganmu dan Dimitri?" Kali ini Khatrine terpaksa memusatkan perhatiannya pada Thomas, meskipun sebenarnya ia masih ingin memandangi laut di depannya. "Kenapa kau bertanya seperti itu?" Thomas mengerdikan bahunya. "Hanya bertanya." Khatrine tersenyum tipis. "Hubunganku dan Dimitri baik-baik saja, "Dia sudah tahu jika kau berhubungan dengan Raveno?" "Belum. Dia hanya tahu jika aku memiliki kekasih, aku tidak mengatakan nama Raveno. Dan mungkin aku tidak akan memberitahunya," "Kenapa?" "Aku tidak mau semuanya jadi rumit," ucap Khatrine lalu menyesap tehnya. Thomas menggeser duduknya. "Dimitri...tidak cemburu kau berhubungan dengan Raveno?" Khatrine terkekeh pelan. "Tentu saja dia tidak cemburu. Sudah ada nama wanita lain dihati Dimitri. Lagi pula aku menerima perjodohan ini karena Ayah Dimitri yang meminta." "Siapa wanita yang ada dihati Dimitri?" "Olindira Fernandez, dia bekerja di Alexis Group. Kau mengenalnya?" Thomas mengerdikan bahunya. "Aku pernah mendengar namanya. Tapi aku tidak tahu orangnya." "Sejujurnya aku agak membenci wanita itu," Ucap Khatrine sedikit kesal. "Kenapa? Apa kau cemburu dengannya?" Khatrine memutar matanya malas. "C’mon! Sudah aku bilang, jika hubunganku dan Dimitri tidak lebih dari teman." "Lalu kenapa kau membencinya?" "Aku membenci wanita itu karena dia sama sekali tidak menyesal sudah meninggalkan Dimitri," Ia menggeram kesal. "Kau tahu 'kan, dulu Dimitri sudah seperti orang gila karena mencari wanita itu ke manapun. Dan setelah lima tahun berlalu, Dimitri akhirnya menemukannya. Tapi wanita itu malah terus menghindari Dimitri. Lebih parahnya lagi, Olin malah menyembunyikan fakta bahwa dia mengandung anak Dimitri!" "Sepertinya hubungan Dimitri dengan Olin sedikit rumit." Ucap Thomas. "Ya, seperti itulah." Thomas menatap Khatrine. "Besok kau ingin ikut denganku?" "Ke mana?" "Ke suatu tempat. Dan aku jamin kau akan menyukainya." "Terserah. Yang penting menyengkan," "Tentu saja menyenangkan." Khatrine tersenyum manis. "Terima kasih sudah mau mengajakku kesini. Aku sangat senang," Thomas balas tersenyum. "Sama-sama. Kau temanku, sudah sepantasnya aku membuatmu senang." Ucap Thomas sambil mengedipkan sebelah matanya, membuat Khatrine seketika tertawa lalu memukul lengan Thomas karena geli dengan tingkah pria itu. Andai saja ia bisa mengatur kemana hatinya akan berlabuh, Khatrine pasti akan memilih untuk menyukai Thomas. Karena bersama Thomas ia bisa merasakan kebahagiaan. Tapi sayangnya hati tidak bisa diatur! ••• Usai makan malam, Khatrine dan Thomas kembali ke dalam kamar untuk beristirahat, sebab besok waktunya mereka untuk jalan-jalan lagi. Khatrine berbaring telungkup di kasur sambil bermain ponsel. Ia membuka aplikasi pesan di ponselnya, ada sebuah pesan dari Raveno yang mengatakan bahwa dia merindukannya. Mendadak Khatrine mendengus dibuatnya, tanpa membalas pesan itu, Khatrine menutup aplikasi pesan dan ganti membuka aplikasi **. Jarinya terus menari-nari di akun ** miliknya, melihat beberapa foto yang di unggah oleh beberapa temannya. Ia terkekeh pelan saat menemukan sebuah foto yang terlihat lucu baginya. Hingga kemudian jarinya berhenti bergerak ketika melihat salah satu foto di sana. Hatinya langsung menjerit sakit. ❤12k likes. Raveno Laszno Look at that smile, she's mine. Khatrine mendesah berat dan langsung menutup aplikasi **. Detik selanjutnya, ia menenggelamkan wajahnya di bantal dan mulai terisak. Ia tidak tahu akan jadi apa matanya besok pagi. Ia tidak peduli, yang jelas ia sangat ingin menangis saat ini. Mengeluarkan sesak di dadanya yang kian membuatnya kian nyeri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD