Chapter 2

2006 Words
Dengan baju yang compang-camping dan keluar dari celana, aku bisa melihat bocah itu berlari sekuat tenaganya untuk menghampiriku dengan nafasnya yang tersengal-sengal. Aku tak bisa melihat wajahnya saat itu, tertutup oleh rambut ikal dan belah tengahnya yang beterbangan. Sedangkan aku sudah tak bisa berpikir dengan jernih lagi, aku berusaha menutupi bajuku yang mulai robek dengan kedua tanganku. Aku masih terdiam dan tak tahu harus melakukan apa. Seperti kaget, trauma, dan speechless di saat yang bersamaan. Aku pun berusaha berdiri untuk pergi dari tempat itu dengan melangkahkan kakiku yang mulai gemetaran. Namun saat aku melangkah ke belakang, ada seseorang yang memelukku dan membisikku di sana. “Kau mau kemana sayang? Kami masih belum selesai berbisnis denganmu” bisik pria itu tepat di telingaku. Saat aku menoleh, aku sadar kalau dia adalah salah satu anggota hima yang berjejer sejak tadi mengelilingiku. Aku bisa merasakan nafas bau sampah keluar dari mulutnya masuk ke dalam hidungku, aku sangat ingin sekali menampar wajah mengerikan itu, namun aku masih tak berdaya. “Jauhkan tangan kotormu dari dia!” bocah itu kembali mencoba untuk menyelamatkanku dengan menghampiriku. Dia kemudian mulai untuk memukul anggota hima tadi sampai pelukan yang aku rasakan dari tangannya melemah dan melepaskanku. Anggota hima itu merasakan kesakitan yang amat sangat menyiksa sampai-sampai dia berteriak dan memanggil ibunya dengan sangat keras. Terlihat benar-benar sangat menjijikkan. Pukulan bocah tadi mengenai tepat di bagian hidungnya, anggota hima tadi menutup hidungnya dan meredam rasa sakit yang ia alami. Saat dia membuka tangannya, dia sangat kaget saat melihat darah keluar dari hidungnya dengan sangat deras. “Kurang ajar! Berani-beraninya kau merusak ketampananku!” hardik salah satu anggota hima itu dengan sangat keras. Dia pun berdiri, berusaha untuk membalas apa yang bocah tadi perbuat kepadanya. Badannya yang cukup besar dengan lengan-lengan yang amat sangat padat memang terlihat berbahaya jika terkena langsung bogeman mentah dari anggota hima itu. Dia mencoba memukul pipi kiri bocah itu, namun ternyata percuma saja. Dia berhasil menangkisnya dan lanjut berusaha untuk memukul perutnya hingga tersungkur kembali ke tanah. “Siapa kau sebenarnya!” teriak ketua Hima yang masih berada di tanah enggan untuk bangun. Aku bisa melihatnya sekarang, dia adalah mahasiswa baru, sama sepertiku. Dia memakai emblem dan tanda nama sama seperti yang aku pakai, hanya saja berbeda warna untuk menunjukkan kalau ia berasal dari jurusan dan fakultas yang berbeda. Dasar warnanya berwarna biru yang menandakan kalau ia berasal dari fakultas teknik, sedangkan milikku berwarna biru yang berarti berasal dari fakultas ekonomi. Kalau dipikir-pikir, jarak antara fakultas ekonomi dan teknik berada cukup jauh di kampus ini. Aku tidak tahu bagaimana dia bisa berada di saat yang tepat untuk menyelamatkanku dalam kondisi yang sangat mengerikan seperti tadi. “Kalian tidak perlu tahu namaku. Aku hanya ingin kalian bubar dan meninggalkan gadis ini!” ujarnya dengan sangat serius. Tapi usahanya untuk menyembunyikan identitasnya percuma saja, karena di emblemnya sudah tertera dengan jelas siapa nama, umur, dan juga cita-citanya. Aku tak bisa membaca emblemnya karena ia berdiri tepat membelakangiku. “Hahahaha. Rubeno Wijaya, aku familiar dengan nama itu” Sahut ketua Hima dengan muka yang sinis. Dia pun mencoba untuk berdiri dan membersihkan sikunya yang terkena debu pasir saat dia terjatuh. “Dengarkan, Beno. Kau bisa pergi sekarang sebelum sesuatu yang lebih parah menghampirimu. Aku sudah berbaik hati untuk tidak menyeretmu ke dalam masalah ini” Aku tahu nama itu, Beno, dia adalah orang yang pernah menyelamatkan nyawaku saat itu. Sebuah kebetulan yang sangat tak disangka-sangka saat aku bisa bertemu dengannya kembali di saat seperti ini. Aku belum sempat untuk berterima kasih padanya saat itu, namun dia masih berusaha menyelamatkan diriku. Seakan-akan takdir dan semesta berusaha untuk membuat kita bertemu lagi di sini tempat yang sangat tidak layak dikatakan sebagai sebuah reuni. “Aku tidak akan pergi sebelum kalian bubar dan meninggalkan gadis ini sendirian” balas Beno dengan sangat serius. Namun, semua orang di sana kompak tertawa terbahak-bahak saat mendengar ucapan Beno. Aku tidak tahu apa yang mereka tertawakan karena tidak ada sesuatu yang lucu. Aku mulai menganggap kalau orang-orang yang berada di sini bukanlah sosok orang yang waras. “Apakah kau berusaha untuk berlatih menjadi seorang pelawak? Karena ucapanmu memang berhasil membuatku tertawa dengan sangat keras. Aku tidak pernah tertawa sekencang ini selama hidupku. Untuk itu aku ingin berterima kasih” balas Sang Ketua Hima. Aku mulai berdiri, berlindung di belakang tubuh Beno sambil menutup badanku. Aku tidak tahu apa yang akan mereka rencanakan saat ini. “Aku tidak sedang melawak atau mengatakan sebuah lelucon. Aku mengatakan ini semua dengan serius. Aku ingin kalian semua pergi” balas Beno sekali lagi dengan nada yang serius. Tapi kali ini tidak ada gelak tawa terdengar di sana. Hanya sebuah guratan wajah penuh urat dan alis mengkerut dengan tatapan tajam. Ketua Hima bersiul, seperti memberikan tanda kepada teman-temannya yang lain. Mereka semua kemudian berkumpul, mencoba untuk melingkari kami. Sementara Sang Ketua Hima berdiri di belakang barisan itu. “Aku benci kisah tentang pahlawan atau semacamnya. Dan kau sudah membuatku muak. Aku tak punya pilihan lain lagi, kau bisa menerima ini sesukamu. Aku hanya punya satu persyaratan, jika kau bisa menang melawan kami semua di tempat ini, maka gadis itu, bisa menjadi milikmu. All Rumble” Itu jelas-jelas sebuah ajakan bertarung, dan aku tahu ketua Hima bukanlah anak biasa. Dia dulu mungkin adalah anak geng atau semacamanya. Karena istilah All Rumble adalah sebuah kode yang anak-anak berandalan gunakan untuk bersiap bertarung. Aku sudah lama tidak mendengar kata-kata itu. Aku dulu sangat semangat saat mendengar kata-kata itu, namun sekarang ini, aku tahu kalau itu adalah kata-kata yang sangat mengerikan. Posisi kami benar-benar terjepit. 10 orang dengan tinggi yang hampir sama dengan kami berhasil mengelilingi kami dengan rapat. Tak ada celah agar kami bisa kabur atau mencoba untuk mencari tempat yang lebih aman. Bagaikan seekor lalat dalam gelas air mineral, kami tak bisa kabur kemana-mana. “Apakah yang kau lakukan ini bisa dikatakan sebagai sesuatu yang pemberani? Kau menyuruh kroco-krocomu yang berjumlah lebih banyak sedangkan kau sendiri bersembunyi di balik mereka. Aku tidak tahan melihat manusia macam sepertimu!” Beno membuang ludahnya ke tanah. Mengatakan kalau ia benar- benar merasa jijik. Namun Sang Ketua Hima terlihat tak berpengaruh dengan ucapan itu, dia hanya tersenyum dan membalas “Kau tahu, sudah menjadi insting seekor hewan mencoba untuk membela diri dengan segala kekuatan yang mereka punya di saat-saat terakhir. Namun hal yang kau lakukan tadi tampaknya tidak membuatku ketakutan ataupun risau. Malah, aku sekarang yakin kalau kau adalah orang yang memiliki martabat lebih buruk daripada seekor hewan” balas Sang Ketua Hima. Dia pun berlanjut mengacungkan tangannya ke atas. Lagi-lagi sebuah gestur yang mengatakan kalau dirinya dulu adalah anggota salah satu geng. Gestur mengacungkan tangan seperti itu adalah sebuah gestur dimana Sang provokator akan hendak memerintahkan anak buah atau rekannya menyerang orang yang mereka targetkan. Melebarkan tangan merupakan sebuah gestur bahwa dia masih belum siap untuk menyerang mereka, dan mengenggam tangan berarti sebuah perintah untuk mengeluarkan segala yang mereka punya. “Hei, apa kau bisa bertarung?” bisik Beno padaku. Dia tampaknya tak mengenalku, wajar saja sih. Penampilanku benar-benar berubah semenjak aku berusaha berhenti dari aktivitas pergengan. “Entahlah, aku belajar beberapa tendangan taekwondo” jawabku berusaha untuk meyakinkannya. Aku tidak pernah belajar bela diri apapun. Aku hanya belajar bela diri otodidak dengan belajar dengan Namira. Aku bahkan tidak bisa menyebutkan satu bela diri yang aku kuasai, karena semua yang aku pelajari adalah campuran dari berbagai ajaran. “Baiklah itu saja sudah cukup, aku hanya ingin kau berusaha untuk menendang orang di kiri dan kananmu saat aku berusaha untuk mengucapkan aba-abaku. Apa kau mengerti?” “Siap, aku akan berusaha melakukannya” aku sudah jarang sekali berolahraga ataupun berlatih bela diri seperti dulu. Aku tidak yakin bisa melakukan perintah Beno dengan maksimal, apalagi aku masih dalam kondisi Syok berat akibat kejadian tadi. Aku melihat orang-orang yang akan menjadi targetku, mereka adalah orang-orang yang berbadan lebih pendek dariku. Mungkin Beno memilih orang-orang ini bukan tanpa alasan. “Baiklah, serang mereka saat aba-aba dari Sang Ketua Hima dimulai” Aku melihat Ketua Hima itu di belakang meskipun tertutup oleh badan orang-orangnya. Tangannya masih terbuka lebar, aku harus sigap saat dia tiba-tiba menggenggam tangan. “GO!” Ketua hima menggenggam tangannya. Jika dilihat dari kemungkinan kotor saja, kami tidak mungkin bisa menang dari pertarungan ini. Selamat saja mungkin hal yang mustahil. Aku hanya berusaha menangkis dan melawan semua orang ini sebisa mungkin dengan segala pengetahuan bela diri yang pernah aku dapatkan. Mereka semua langsung saja menghujamkan pukulan mereka ke arah kami, tak pandang bulu, bahkan wanita sepertiku juga menjadi incaran mereka. “Sekarang!” teriak Beno kepadaku. Aku masih melihat dua orang yang akan menjadi incaranku sesuai dengan arahan Beno tadi. Berbeda dengan yang lain, mereka berdua berusaha untuk menangkapku dengan kedua tangannya yang terbuka dengan lebar siap menerkamku. Aku merasa kalau Beno sudah tahu sebelumnya tentang hal ini, maka dari itu dia menyuruhku untuk melakukannya. Dengan tendangan kilat nan cepat, aku pun berusaha untuk menendang perut mereka bergantian. Dan ternyata, meskipun gerakan yang sudah mulai kaku dan tak selincah dulu, aku berhasil mengenai mereka dengan tepat sasaran. Tangan mereka yang terbuka lebar seketika tertutup dan berusaha untuk melindungi perut yang sudah berhasil aku tendang takut akan aku tendang sekali lagi. Aku bisa melihat raut muka mereka yang kesakitan saat kutendang. Terasa memuaskan dan menyedihkan di saat yang bersamaan. Tapi ancaman belum selesai, masih ada dua orang berambut tipis dan juga plontos berada di depanku siap untuk menerkamku. Mereka berdua tampak jauh lebih kuat daripada sebelumnya. Kaki kananku yang masih ada di udara di tangkap oleh salah satu orang di sana. Aku sudah tak bisa bergerak lagi, aku benar-benar ditahan. Jika aku menendang dengan kaki kiri akan terlalu berbahaya, karena jika aku gagal, maka aku tidak akan bisa bergerak dengan bebas dan berakhir tamat. “Beno! Tolong aku!” hanya itu reaksi yang bisa kupikirkan di saat seperti ini. Tanpa aku menyadari bagaimana kondisi dari Beno. Dia ternyata berada di situasi yang lebih berbahaya dan mencekam dariku. Dengan ketangkasan dan kemampuan bela diri yang aku yakin Beno sangat kuasai. Saat kelima orang itu mencoba menyerang Beno secara bersamaan, Beno langsung saja menyerang d**a mereka dengan pukulan memutar bak film kung-fu IP MAN. Pukulan itu terasa sangat cepat dan kuat di saat yang bersamaan. Tidak hanya pukulan, Beno sepertinya juga tahu titik lemah dari setiap musuh yang dia hadapi. Sebuah tendangan ke atas menuju dagu melumpuhkan mereka di saat yang bersamaan. Bak pemain sirkus, dia menendangkan kakinya secara cepat dan bergantian mengenai semua orang di sana. Namun tidak semua orang bisa menjadi terkena serangan milik Beno. Beberapa dari mereka berhasil bertahan dan mencoba untuk menendang pipi Beno dengan sangat keras. Beno hanyalah manusia biasa, setelah melakukan tendangan secepat itu dia pasti merasa kelelahan. Dia tidak tahu kalau ada tendangan yang akan menyerang dirinya. Alhasil dengan sangat telak, Beno terkena tendangan itu dengan keras. Sampai ia bergetar saat mencoba berdiri lagi. Semua kejadian itu terjadi bersamaan saat aku berusaha menendang orang yang berada di kiri kananku dan juga orang yang berada di depanku menangkap kakiku. Saat tahu aku berteriak memanggil namanya, Beno langsung memutar badannya, mencoba untuk menyelamatkanku. Dia terlihat sangat kelelahan, aku jadi merasa tak enak setelah berusaha meminta tolong kepadanya. Namun ia tetap saja berusaha menolongku. Beno pun langsung menendang kaki mereka agar terjatuh. Dan ternyata berhasil. Aku tidak tahu Beno masih punya stamina tersisa untuk menyelamatkanku. “Terima kasih. Maaf sudah merepotkanmu” ucapku kepada Beno “Tidak usah dipikirkan” balasnya dengan dingin dan dengan nafas tersengal-sengal. Namun orang-orang di belakang kami masih belum selesai dan kalah. Mereka memandangi kami dengan serius, aku tak berani menatap mata mereka, hanya rasa jijik dan kebengisan yang aku bisa rasakan saat melihat mereka. Beno sadar, dia melihat sebuah celah agar kami bisa lari di tempat ini. Meskipun Beno sudah berhasil mengalahkan sebagian dari mereka, namun melihat kondisi Beno sekarang, sebuah taruhan yang bodoh dengan mencoba untuk mengalahkan mereka hanya dengan berdua. Beno pun langsung saja menarik tanganku, dan bergegas mengajakku berlari dengan sangat cepat meskipun kakinya sudah tak bisa berlari terlalu lama. “Mau kemana kau tikus kecil?” Teriak Sang Ketua Hima dari kejauhan
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD