Mungkin cerita sedih dan juga cerita dengan romansa penuh keharuan sudah banyak untuk diceritakan. Namun kisah ini adalah kisah tentang keteguham hati, idealisme, namun juga romantisme di saat yang bersamaan.
Perkenalkan, namaku Dewi Aquilla Sartika. Namun biasa dipanggil Killa.
Aku adalah anak salah satu orang terkaya di kotaku, saat kecil aku selalu dimanja oleh orang tuaku, aku selalu menuntut sesuatu kepada mereka. Namun semuanya berubah saat mereka berdua meninggal di sebuah kecelakaan. Meninggalkan hanya aku dan kakakku sendirian.
Kematian kedua orang tuaku membuatku cukup depresi saat itu, anak mana yang tidak sedih kehilangan kedua orang tuanya secara langsung di saat yang bersamaan? Namun setiap anak pasti memiliki cara untuk bisa melampiaskan kesedihan tersebut. Aku tidak bisa menyebutkan apa saja yang anak-anak itu biasa lakukan karena itu saja melanggar apa saja yang bisa aku tulis saat ini. Namun aku bisa mengatakan kalau aku melampiaskan kesedihanku kepada sesuatu yang lebih buruk dari mereka.
Orang tuaku meninggalkanku saat aku masih SMP, sedangkan kakakku sudah SMA saat itu. Pengacara orang tua kami kalau kami bisa mendapatkan uang yang banyak warisan dari papa mama, karena lagipula mereka juga merupakan salah satu orang terkaya di kota ini. Tetapi pengacara itu menipu kami, mereka memanfaatkan kami yang lemah dan juga tidak memiliki kemampuan apapun dengan meraib apa yang menjadi sebagai hak kami. Hidup pun tidak berjalan begitu mulus saat itu.
Banyak orang di sekolahku yang bersimpati kepada nasibku, namun aku menolak menjadi bahan pembicaraan ataupun objek untuk mereka tangisi. Aku bukan orang-orang miskin yang sering ada di TV hanya untuk menampilkan kesengsaraan yang ada di hidup mereka. Aku bukan sampah seperti itu, bagaimanapun juga, akulah yang menjalani hidupku ini, dan seburuk apapun, aku juga yang akan menanggungnya sendiri.
Saat itu, karena tidak memiliki pilihan lain, aku membentuk sebuah geng. Dimana para wanita yang memiliki nasib serupa dengan diriku berkelompok dan melakukan hal-hal menyenangkan bersama. Kami semua benar-benar merasa sangat sulit saat itu, tapi setidaknya dengan kehadiran mereka, rasa sedihku menjadi sedikit berkurang
The Iron Queen, itulah sebutan orang-orang itu pada kami. Semua tindak kejahatan pernah kami lakukan, dari yang paling parah seperti mencopet, mengeroyok, berkelahi, sampai tindakan paling cemen mencuri laki-laki orang juga pernah kami lakukan. Kami benar-benar berada di atas angin saat itu. Tiada aturan yang bisa menghentikan kami, bahkan aku merasa kalau kami benar-benar bertindak di atas hukum. Hukum adalah kami.
Namira, ketua “Geng” yang kami bentuk saat itu seringkali mengajakku untuk pergi ke tempat-tempat yang tak pernah aku kunjungi. Dia jugalah orang yang telah mengajakku masuk ke dalam geng ini. Jika tidak ada dirinya, aku mungkin masih berada di kamar saat ini dan mengurung diri menangisi kepergian orang tuaku. Ibarat seorang wonder woman, dia benar-benar orang yang sangat tangguh dan kuat. Bahkan geng-geng lain di jaman itu selalu takut bila menghadapinya.
Hingga akhirnya tiba masanya masuk SMA. Kami yang terbentuk karena kenalan anak-anak SMP terpaksa harus pergi satu sama lain, meninggalkan yang tersia. Hingga akhirnya Namira memutuksan untuk memilih satu SMA yang sama denganku, kemudian beberapa anggota geng yang lain.
Meskipun tampak berandal dan nakal, namun Namira adalah orang yang paling pintar diantara kami. Saat berada di dalam sekolah, citranya benar-benar berbeda. Seperti memiliki dua identitas di saat yang bersamaan. Aku sempat iri dengan Namira, bagaimana mungkin seseorang memiliki sifat yang sangat sempurna di segala sisi seperti itu. Rasanya benar-benar tidak mungkin bila Namira tidak memiliki kelemahan yang coba ia sembunyikan.
Hingga akhirnya aku tahu tentang masalah kelam Namira. Dua orang tuanya dulu adalah seorang pecandu Narkoba, dia sering sekali dibiarkan dan tak dirawat oleh ayah dan ibunya. Bahkan, Namira pernah disuruh untuk membeli narkoba kepada bandar.
Namira dulu tak berpikir kalau narkoba adalah sesuatu yang berbahaya dan ilegal, dia hanya berpikir kalau apa yang dia beli untuk ayah dan ibunya adalah sebuah “obat” karena mereka berdua adalah orang yang “sakit”. Namira hanya mencoba untuk membantu kedua orang tuanya.
Hidup Namira benar-benar berubah saat beberapa orang polisi mencurigai orang tua Namira sebagai pecandu. Saat Namira hendak pergi untuk membeli barang haram itu, beberapa polisi datang menyergap Namira, namun tidak dengan cara yang kasar. Polisi itu bilang kalau mereka ingin agar Namira mengantarnya kepada kedua orang tuanya karena mereka mempunyai hadiah untuk mereka. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, Namira melaporkan kedua orang tuanya sendiri kepada polisi.
Bukan hadiah kado ataupun uang yang Namira terima, melainkan sebuah borgol dan baju tahanan. Saat itu, Namira tidak tahu harus bersikap seperti apa, dia hanya bingung apa yang harus dia lakukan sekarang ini tanpa kedua orang tuanya. Mengingat, mereka tidak memiliki saudara lain. Cukup lama Namira berpikir, sampai-sampai tak sadar kalau dia bisa bertahan dan hidup sebatang kara seperti ini.
Aku merasa kalau itulah titik balik mengapa Namira memiliki sisi lain di dalam dirinya. Di saat yang bersamaan, dia juga ingin memperbaiki hidupnya dan juga ingin bersenang-senang. Melihat hidup Namira yang tak kalah kacaunya dengan hidupku, aku pun menjadi semakin termotivasi untuk hidup menjadi lebih baik daripada sebelum-sebelumnya
Aku mengurangi kehidupan sebagai seorang berandalan sebagai anak SMA dan lebih fokus untuk belajar dan mengejar mimpiku. Menjadi seorang berandalan apalagi bagi wanita adalah pilihan yang benar-benar buruk bagiku. Tidak ada opsi terbaik atau lebih baik bila aku harus menapaki hidup seperti itu. Aku sendiri yang harus mengukir jalurku untuk masuk ke dalam kesuksesan.
Di masa lalu, aku sadar kalau perbuatanku terhadap banyak orang memang kurang baik. Aku sering sekali memukuli orang, mencuri, ataupun mengeroyok orang yang benci atau tak suka denganku. Aku tak pernah mengharap kalau mereka memaafkanku, namun aku hanya berharap agar mereka melupakan kelakuan yang telah aku perbuat kepada mereka dan aku menebus dosaku sendiri di neraka. Dan mungkin, neraka menjadi pilihan satu-satunya agar aku bisa menjadi suci kembali.
Seakan-akan takdir selalu menarikku kembali dan mundur ke jaman-jaman keburukan. Saat aku SMA, aku bertemu dengan bocah laki-laki bernama Beno. Aku tak tahu nama lengkapnya karena aku tak pernah mengenalnya dengan lebih dalam. Dia sama-sama berandalan sepertiku, namun berandalan paling nakal di seantero SMA di kotaku.
Kenakalannya benar-benar membuat guru maupun murid menjadi takut kepadanya, tidak ada yang tahu siapa dia sebenarnya. Namun aku memiliki cerita dengannya.
Saat itu, aku pergi bersama dengan gengku. Kami dicegat oleh geng lain yang mempunyai dendam kepada kelompok kami. Kami yang benar-benar tidak tahu akan kehadiran mereka benar-benar kaget atas kejadian hal itu. Jumlah kami lebih sedikit, dan mereka membawa banyak sekali gerombolan anak laki-laki untuk melawan kami. Sebuah pertarungan yang tak setara.
Hanya ada dua kemungkinan yang bisa kupikirkan saat itu. Antara berakhir dengan banyak sekali luka dan selamanya koma di rumah sakit, atau mungkin langsung di kirim ke neraka paling dalam. Kata-kata doa benar-benar tidak berguna saat itu. Kami pun bersiap sekuat tenaga untuk melawannya. Entah hasil apa yang akan kami dapatkan.
Tapi tiba-tiba, kami mendengar suara motor dengan knalpot yang amat kencang datang menghampiri kami, kami mengira kalau itu adalah salah satu sekutu dari geng yang akan melawan kami. Namun tebakanku salah, dia adalah Beno dengan gerombolannya. Sambil membawa rantai dan gear di tangan kiri, mereka langsung saja melempar itu ke arah musuh kami membubarkan massa dengan sangat cepat.
Tak cukup dengan itu, gerombolan Beno langsung saja mencoba menghalangi geng di musuh kami yang mencoba untuk kabur dengan mengejar menggunakan motornya. Beberapa dari mereka terlindas oleh motor Beno sambil menjerit minta tolong. Dia pun langsung saja memukul sebagian dari mereka yang mencoba untuk melawannya balik.
Sementara kawan-kawan Beno juga ikut membantunya dengan memukul musuh-musuh kami dengan Knuckle yang terbuat dari kayu. Pikiranku benar-benar kalut dan kacau saat itu sehingga tak bisa ikut bergabung bersama mereka. Pikiranku saat itu hanyalah mencari cara agar bisa kabur dan kembali dengan keadaan utuh.
Sirine polisi kemudian terdengar dari kejauhan. Gerombolan Beno mulai menaiki motornya kembali, dia melihat ke arahku. Dan langsung saja bergegas untuk menyusulku. Dengan memakai helm full-face aku tak tahu bagaimana wajah Beno. Namun dia menawarkanku untuk ikut naik ke atas motornya.
Aku tak bisa menerima tawaran itu dengan mudah. Sebab aku tak bisa melihat Namira ada dimana-mana, dia seakan-akan lenyap hilang dari kerumunan. Sadar kalau sirine polisi semakin mendekat, bajuku ditarik oleh Beno dan memaksaku untuk duduk di belakang motornya. Dia pun berkata, “Namaku Beno, tak usah berterima kasih kepadaku” dengan dingin
Kami berdua lari dari kejaran polisi dengan sangat cepat, sampai-sampai Beno sadar kalau polisi sudah menghilang. Beno pun menurunkanku di sebuah gang yang sempit den sepi. Mungkin dia memang berniat untuk menurunkanku di situ karena dia merasa kalau tempat itu memang aman.
Setelah berhenti, dia pun langsung bergegas tanpa berpamitan denganku. Sejak saat kejadian itu. Aku tidak pernah bisa bertemu dengan Beno maupun Namira lagi. Dua orang yang telah menyelamatkan hidupku itu tiba-tiba hilang dari permukaan bumi.
Sampai akhirnya, aku sekarang masuk ke dalam kampus di sebuah Universitas. Kisahku berlanjut di tempat ini...