bc

GhamaSutra

book_age18+
862
FOLLOW
18.1K
READ
possessive
contract marriage
love after marriage
arranged marriage
drama
comedy
bxg
humorous
campus
sassy
like
intro-logo
Blurb

Yang paling dicintai oleh Ghamaliel adalah,

Dirinya...

Dirinya...

Dirinya...

Terakhir neneknya...

Itu sebelum dia bertemu dengan Sutra, mahasiswi imut yang sedang menyusun skripsi.

Neneknya mengira gadis muda itu pacarnya, dan menyuruh mereka segera menikah.

Dengan pesona, ketampanan dan kekayaan yang ia punya, mudah mengajak gadis kecil itu menikah.

Sayangnya, Mahasiswi itu sudah jatuh cinta dengan yang lain.

****

Yang paling disukai oleh Sutra adalah,

Uang..

Arash...

Dan Arash...

Dia mau menikah dengan Arash, makanya Sutra segera menyusun skripsi supaya bisa lulus tepat waktu...

Itu sebelum dia ketemu Ghamaliel, dosen pembimbing yang narsisnya amit-amit.

***

"Hidupmu terlalu mulus, karena itulah kamu perlu cobaan, dan Tuhan kasih cobaan itu lewat saya. Selama revisimu belum beres, jangan mimpi bisa hidup santai, apalagi mikir nikah. Paham!"

chap-preview
Free preview
IAM-IAM
Minggu ketiga menjelang akhir tahun, salah satu mall elit di perbatasan Jakarta memberikan diskon spesial untuk merayakan hari jadi sekaligus merangsang daya beli pelanggan. Siapa sih yang tidak mau memiliki barang bermerk dengan diskon lebih dari 50%? Bayarnya juga bisa pakai  kredivo atau akulaku, gampang dan ringan. Cukup isi data diri dan akun bpsj, tidak samampai satu jam, barang-barang bermerek sudah ada di tangan. Jadi, jangan heran meskipun sekarang tanggal tua, dompet sudah mulai sekarat, warna isi di dalamnya mulai luntur yang tadinya merah tiba-tiba jadi biru, biru perlahan memudar jadi hijau yang kemudian berubah secara drastis dari warna ungu sampai cokelat kekuningan, mall berlantai delapan ini tetap ramai pengunjung, dan semakin ramai di akhir pekan.  Tidak hanya lantai yang menjual kebutuhan hedon yang ramai. Rumah makan ayam geprek yang terletak di lantai paling atas juga tak kalah sibuk. Sudah lewat jam makan siang, tapi Tera masih melayani antrean pelanggan. Bibirnya yang penuh selalu terpasang senyuman yang ramah. "Ada tambahan lagi? Kita ada menu baru lho, burger geprek klenger, promo beli 2 cuma 45ribu bonus extra cabe atau mozarella," Tera mencoba menjual lebih banyak sambil menunjuk gambar burger gepeng di meja kasir. Pelanggan membuka dompetnya sambil menggeleng, gadis itu masih tersenyum dan mulai menekan layar komputer di depannya. Tera tersenyum maklum, agak susah memang menjual burger gepeng yang bentuknya tidak keruan. Sudah lebih 2 bulan dikeluarkan, tapi penjualannya belum meningkat. Sepertinya mereka harus meninjau ulang menu ini dalam rapat bulanan nanti. "Dua paket super besar, minumnya satu lemon tea, yang satu laginya es teh manis. Pilihan ayamnya, crispy pakai extra sambel gledek dan lalapan, semuanya 72.500." Selesai satu pelanggan, pelanggan berikutnya langsung maju untuk memesan. Tera melirik jam di pojok kanan komputer sebelum mengalihkan pandangan ke antrean di depannya, kemudian menarik napas pelan. Masih ada lima orang lagi, harusnya jam kerjanya sudah selesai setengah jam yang lalu, tapi karena manager area izin pulang cepat, dia tidak tega meninggalkan karyawan rumah makan kerepotan tanpa pengawas, akhirnya dia memutuskan tetap tinggal sedikit lebih lama. Rumah makan ayam geprek ini cukup terkenal. Konon katanya, pemilik I'am-I'am yang pertama kali menemukan resep ayam geprek. Sebelum rumah makan ayam geprek dipopulerkan oleh artis- yang menurut penerawangan anak indigo memakai penglaris untuk usahanya. Arash, pemilik restaurant pernah menjalin kerjasama dengan teman kuliahnya yang memiliki modal besar untuk membuka rumah makan pertamanya. Sayangnya setelah restaurant mereka terkenal dengan cabang dihampir tiap sudut kota, mulailah muncul gesekan-gesekan kecil, yang membuat si pemilik modal menarik semua uangnya dan mematenkan merk mereka hingga tidak bisa digunakan oleh orang lain. Tanpa ada kompensasi dan merk dagang yang sudah dipatenkan jadi milik si artis, tidak ada yang bisa dia lakukan selain membuka rumah makannya sendiri, dengan merk baru dan modal seadanya.   Awalnya rumah makan ini buka depan kampus. Tera yang waktu itu masih mahasiswi baru jadi pelanggan pertama yang sering datang. Karena sering mengobrol, Tera jadi tahu kalau Arash, pemilik rumah makan dan dia berasal kecamatan yang sama hanya beda desa. Karena salut dengan perjuangan Arash yang mau sukses, akhirnya Tera ikut terjun jadi tenaga marketing gratisan untuk mempromosikan  rumah makan ayam geprek ke teman-temannya juga lewat semua media sosial yang dia punya. Tak hanya jadi tenaga gratisan, Tera juga jadi penanam modal pertama. Semua tabungan dari kerja sambilannya dia serahkan ke Arash untuk memperbesar usaha yang baru ia rintis. Dari sedikit keuntungan tahun pertama ditambah modal dari Tera, Arash menyewa ruko dua lantai untuk usaha merangkap tempat tinggalnya. Yang namanya usaha pasti tak akan menghianati hasil, berkat kerja keras Arash, juga Tera yang memegang manajemen, pertengahan tahun keempat. Rumah makan ayam geprek yang tadinya buka depan kampus dengan tenda dan terpal seadanya, sekarang sudah beranak pinak dengan cabang di lokasi-lokasi strategis. Atas usul Tera juga, merk sejuta umat yang pertama kali dipakai rumah makan yaitu, ayam geprek moro seneng diubah menjadi, I'am - I'am, simpel tapi nyantol di otak dan yang terpenting, harga jualnya bisa sedikit lebih mahal daripada moro seneng, dengan manajemen yang profesional tentunya. Selain bekerja di kantor pusat. Tera juga sering bantu-bantu di gerai yang ada di mall setiap akhir pekan, atas permintaan Arash tentunya. Gajinya lumayan besar,walaupun berdiri berjam-jam bukanlah hal yang mudah dilakukan karena rumah makan selalu ramai. Tiap kali selesai bekerja kakinya, terutama bagian betis selalu menjerit minta dipijit. Selesai mencocokkan jumlah uang dan total penjualan, Tera memasukkan uang ke dalam amplop, sebentar lagi akan diambil oleh Arash. Setelah menyerahkan kunci kasir ke karyawan shift siang, Tera langsung ke belakang untuk berganti pakaian. "Pulang sekarang, Ra?" Suara yang dalam, penuh perhatian menyapa. Tera yang menunduk mengikat tali sepatu mendongak. Arash berdiri depan pintu loker dengan satu tangan dalam saku celana. Saat itu jantungnya sesaat berhenti, setelah beberapa detik seulas senyum menyebar di wajahnya, dan matanya yang dibingkai kacamata lebar dipenuhi kegembiraan. "Iya nih," sahutnya seraya berdiri kemudian mendekati Arash dengan satu lompatan kecil. Pertama kenal, Arash hanya pemuda seperempat abad berpenampilan biasa. Kaos atau kemejanya tanpa merk yang dipilih Tera ketika mereka membuka stand di pasar malam, pasangan kaos sederhana itu tak kalah sederhananya, hanya berupa celana jeans belel bahkan sobek-sobek yang  jarang dicuci karena jumlahnya tak lebih dari lima jari. Walaupun begitu, kesederhanannya tak bisa menyembunyikan garis rahang yang kuat, wajah yang tampan dan sepasang matanya yang seperti elang. Dalam sekejap mata, empat tahun berlalu dengan cepat. Fisiknya sekarang ramping, pakaian bermerk yang sekarang sering dia pakai tak bisa menutupi otot bahunya yang kuat. Kulitnya terlihat lebih bersih, sudut matanya berseri-seri dan pria itu makin mempesona ketika tersenyum lebar sambil berkata, "Aku baru dateng, sejam lagi, ya?" Arash meletakkan tangannya di bahu Tera secara alami dan menatapnya dengan senyum tipis, "selesai closing ku antar. Kampus kan?" Tera menggeleng lembut, "nggak bisa, aku ada janji nanti." Arash menunduk menatap tepat dimatanya, tak membiarkan satu detail terlewat dari matanya, "Cowok?" Tak bisa dipungkiri, empat tahun bersama pasti menimbulkan getaran di sudut hati Tera. Dilihat dari perhatiannya, cara bicara dan cara Arash menatapnya juga nada cemburunya barusan, Tera yakin pria itu juga punya perasaan yang sama walaupun tidak pernah dia ungkapkan.  "Hmmm, tau dari siapa?" Mendengar itu, Arash mengatupkan bibirnya rapat-rapat, Tera buru-buru menambahkan, "sama dosen kok! Beliau baru bisa hari ini." Tera tidak bohong, dia sudah bolak-balik bikin janji temu dengan dosen mudanya. Setelah berkali-kali dijadwal ulang ketemulah hari dan jam yang cocok. Kalau pertemuan pertama ini dia datang telat bisa digantung hidup-hidup nanti. "Dosen?" Arash tampaknya mengingat sesuatu dan menyipitkan matanya dengan curiga, "bukannya gak ada kuliah?" "Ada tugas yang mesti dikasih hari ini." Sebelum Arash berkata apa-apa, Tera segera mengambil tasnya dan bergegas pergi. Biasanya Arash tahu setiap detail kegiatannya, dia sendiri yang minta katanya supaya gampang atur shift kerja. Biasalah laki-laki selalu butuh alasan dalam setiap perhatian, begitu pikir Tera. Orang dia kerja hanya tiap akhir pekan kok pakai atur shift segala, tapi apapun yang dilakukan Arash, selama itu membuatnya nyaman dan senang, dia tak akan pernah mempermasalahkannya. "Ingat kirim lokasi kalau sudah sampai!!" secara alami Arash berseru mengingatkan,"kalau sempat ku jemput!!" Tambahnya lagi. "Nggak usah takutnya lama, pak bos di sini aja cari duit yang banyak." Tera meniupkan ciuman dari tangannya. Arash pura-pura menangkap ciuman itu dan memasukkannya di saku celana. Sudut-sudut bibirnya melengkung ke atas. Dia benar-benar tidak tahu harus pakai cara apa untuk berterima kasih kepada gadis itu. ****

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

LARA CINTAKU

read
1.5M
bc

HYPER!

read
559.4K
bc

Mengikat Mutiara

read
142.5K
bc

MOVE ON

read
95.2K
bc

Skylove (Indonesia)

read
109.5K
bc

Marriage Agreement

read
590.8K
bc

Bridesmaid on Duty

read
162.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook