“Mama tidak bisa lagi pergi ke tempat itu, Ethan! Kau harus mengerti dan memaklumi mama! Berbeda denganmu yang memang sudah dibesarkan sejak kecil di lingkungan seperti itu! Jadi ... untuk kali ini, datanglah pada papamu, walau tanpa mama!”
“Apa mama masih belum bisa menyesuaikan lingkungan itu untukmu?”
“Selamanya tidak akan pernah bisa! Mama tidak akan pernah bisa hidup di tengah kehidupan mafia seperti yang papamu jalani saat ini!”
“Kalau begitu aku akan mengubahnya untuk mama! Aku berjanji!”
Begitulah percakapan seorang Zulius Ethan dengan sang mama. Sehingga di hari berikutnya, pria itu memutuskan untuk mendatangi markas kebesaran milik sang papa. Sarang para preman dan juga anggota gangster, tempat perjudian dan banyaknya transaksi ilegal dilakukan, bahkan menjadi kandang para pelaku politik hitam untuk mencari perlindungan agar mendapat kekuatan di negara.
**
Di sebuah mansion yang tampak megah dan halaman yang sangat luas, pria itu berjalan menghampiri gerbang tinggi yang menutupinya. Begitu sampai, dia membuka masker hitam penutup wajah dan juga kacamata yang ia kenakan.
Lalu pada saat itu juga, para pengawal pun menghampirinya. “Tuan Muda Ethan datang!” Pria bertubuh gempal dengan wajah sangar itu pun membukakan gerbang bagi sang tuan muda.
“Selamat datang, Tuan Muda!”
“Lama tidak berjumpa, Tuan Muda!”
Pria yang dipanggil Tuan Muda itu pun tersenyum lebar sambil membalas semua sapaan yang dilontarkan untuknya.
Dirinya berjalan menuju ke dalam ruang utama. Tidak ada yang tahu jika di luar dia hanya seorang pelayan, tapi di tempat ini dia sangat disegani sebagai penerus garis pemimpin kelompok mafia Killer Wolf.
“Tetua David telah menunggu kedatangan Anda! Silakan masuk!”
Pria itu masuk dan melihat bangunan yang sudah lama ia tinggalkan masih dalam bentuk yang sama. Penataan juga tidak jauh berbeda, hanya saja beberapa orang pekerja di sini yang tampak berbeda dan semakin tua saja.
“Tuan Muda Ethan! Tetua David sedang menunggu Anda di markas bawah tanah!”
Ethan langsung menuju ke tempat yang mereka maksud.
Meski dia sudah membuat janji dengan sang mama untuk datang ke tempat papanya bersama, tapi pada kenyataan, Ethan tetap datang sendiri. Ibunya bersikukuh menolak! Sementara dia juga ada beberapa hal yang harus dibahas bersama sang papa.
“Selamat malam, Zulius Ethan! Tamu terhormat papa yang sangat sulit untuk ditemui!” Pria tua borjuis dengan suara serak dan rambut yang dicat hitam legam.
Ethan melihat sekeliling markas papanya. Banyak lukisan-lukisan ditempel di sana.
“Tempat ini masih menjadi museum pribadiku untuk mengoleksi karya seni putraku satu-satunya.” Pimpinan mafia yang sudah tua itu menunjuk pada beberapa bingkai lukisan yang ada di dinding.
Ya, lukisan itu adalah lukisan yang dibuat oleh Ethan selagi ia masih kecil. Sejak balita dirinya sudah akrab dengan kuas dan cat. Sehingga jumlah lukisan yang ada sangat banyak. Dia hampir melukis selalu di sepanjang hidupnya saat tinggal di markas ini.
“Ethan! Bagaimana kabarmu?” tanya sang papa yang kini berdiri memegang tongkat. Tubuhnya masih tegap, dia tidak bungkuk, atau pincang. Sepertinya, tongkat dengan corak sisik naga dan kepala serigala di bagian atasnya itu hanyalah mode yang akhir-akhir ini ingin si pak tua gunakan.
“Aku baik-baik saja, Pa!”
“Kapan kau bisa menggantikan posisiku?”
“Aku tidak ingin menjadi mafia, Pa! Maaf! Mama masih belum ingin ke tempat ini! Tapi sepertinya, papa sudah bisa terbiasa hidup tanpanya.”
Pria tua itu menatap Ethan dengan sedikit menaikkan alisnya. “Mamamu yang memilih meninggalkan aku! Aku harus apa? Sementara kehidupanku di sini harus tetap berlanjut!”
Ethan mengoleskan jari telunjuknya ke arah meja. Dia melihat beberapa dokumen penjualan senjata dan juga pembuatan perusahaan cangkang di meja papanya. Sungguh pekerjaan-pekerjaan kotor yang memang menjadi ciri khas seorang mafia.
“Kau masih sama seperti yang dulu,” tutur Ethan.
“Pekerjaan seorang mafia tidak akan pernah berubah!”
“Itu kenapa mama tidak pernah mau menerimamu lagi!”
“Aku sudah tidak pernah menculik dan membunuh manusia padahal. Mamamu mengingkari janjinya hanya karena aku masih ... seperti ini.”
Ethan terkekeh mendengar ucapan putus asa dari papanya. Cinta sang tetua mafia yang telah habis untuk seorang perempuan. Mereka terpaksa berpisah karena perbedaan jalan yang mereka inginkan.
Hal itu membuat Ethan dan adik perempuannya juga menjalani jalan hidup yang berbeda.
“Papa hanya bisa mengandalkanmu! Bagi papa, hanya kau yang bisa menggantikan posisi ini!”
Ethan tersenyum miring. “Kalau aku tidak mau?”
“Lantas aku harus menjadikan adik perempuanmu sebagai seorang mafia?”
Diberi pertanyaan balik seperti itu, Ethan pun langsung menggelengkan kepala. Tentu saja ia tidak akan tega jika adik perempuannya harus mengurusi hal-hal kotor dan bertemu pimpinan organisasi lain yang notabene merupakan para hidung belang berhati busuk.
“Aku akan memikirkannya, selama itu tidak mengganggu kehidupan normalku. Mungkin aku akan mempertimbangkan,” jawab Ethan.
Tetua David mengembuskan napas perlahan. “Baiklah kalau begitu!”
Ethan berbalik, dia mengamati beberapa lukisan yang sempat ia lupakan. Entah apa yang ada di benaknya saat ia melukis gambar-gambar ini. Yang jelas, dia memiliki hobi melukis saat usianya masih sekitar lima tahun. Saat dirinya belum menjadi Zulius Ethan yang sekarang.
Tetua David mendekat, dia berdiri tepat di samping anaknya.
“Emmm ... lalu bagaimana? Kapan aku bisa menimang cucu?” tanya sang tetua pada Ethan.
Ditanya begitu, Ethan malah menoleh sambil terbatuk. Dan tak lama kemudian dia mengerutkan dahinya.
“Jangan bilang kau tidak punya wanita! Papa tahu kau sudah menikahi seorang gadis lima tahun lalu!”
Kali ini Ethan malah tersenyum miring. “Papa ternyata masih selalu mencari tahu kabarku!”
“Tentu saja! Kau adalah anakku!” jawab tetua. “Jadi kapan? Kau membiarkannya pergi ke luar negeri terlalu lama! Kau terlalu lembek pada pasangan!”
“Tidak semudah itu meniduri perempuan seperti yang papa lakukan dulu!” Ditembak dengan kalimat seperti itu, tetua hanya menelan ludah.
Sang tetua pun mengalihkan pembicaraan. “Baiklah! Baiklah! Kalau begitu kapan kau mau menggantikanku? Aku akan memberikan semua harta yang kauinginkan! Aku tahu kau membutuhkannya!”
Tak dapat dipungkiri, untuk bersaing dengan keluarga Handoko, Ethan tak bisa mengandalkan pendapatannya sebagai seorang dokter saja. Walaupun ketika menjadi seorang dokter, ia masih mampu untuk beli mobil, beli rumah, dan membeli barang mewah untuk sang mama, tapi untuk menjadi saingan keluarga Handoko tidak!
Dia butuh dukungan finansial yang kuat untuk menyaingi konglomerat. Meski itu artinya, dia harus kembali pada kelompok mafia milik sang papa.
“Aku harus mendirikan rumah sakit dan klinik kecantikan, aku butuh modal besar. Milyaran rupiah, apa papa sanggup memberinya?” tantang Ethan.
Pria tua tersebut tampak tak perlu berpikir, dia langsung mengangguk begitu saja.
“Milyaran rupiah! Apa papa tidak keberatan?”
“Tidak! Asal kau mau mengambil posisiku!”
“Di luar sana aku tetap menjalani dua profesi seorang petugas kebersihan rumah sakit dan juga dokter! Apa papa tetap setuju!”
“Boleh saja! Tapi di sini kau adalah pimpinan Killer Wolf!”
Ethan menjabat tangan sang papa.
Perjanjian mereka telah disepakati.
Tetua David memutuskan untuk jadi penonton dan penasihat selama anaknya menjadi pimpinan. Sementara itu, semua kebutuhan finansial Ethan akan didukung oleh kelompok mafia ini. Termasuk seperti uang dan kebutuhan membeli ambulans udara beberapa waktu lalu.
“Kalau begitu, aku akan menyiapkan pesta dengan segara untuk menyambut pimpinan tim yang baru! Dan kau, Ethan!”
“Ya, Pa!”
“Jangan lupa ajak istrimu!”
Ethan tidak yakin bila harus mempertemukan Shina dengan keluarga mafianya. Tapi ia hanya bisa berjanji, jika dirinya akan menjadi kuat untuk perempuan yang ia cintai.