PART 1 - AWAL MULA PRAHARA

1315 Words
"Baby, aku tidak mau lama-lama membiarkan hubungan kita tanpa ikatan resmi. Aku tidak rela jika ada laki-laki lain yang merebutmu dariku.” Seorang wanita bernama Naura Tsabina Widjaja tampak menutup mulut dengan kedua tangan, disertai linangan air mata saat Wisnu bersimpuh di hadapannya. Pria itu terlihat mengeluarkan kotak beludru dari saku celana dan membuka hingga memperlihatkan cincin berlian yang sangat cantik dan berkilau. “Naura, bersediakah kamu menikah denganku?” Tentu saja hal itu membuat Naura memekik dalam hati dihinggapi rasa bahagia. Wisnu, laki-laki yang setahunan ini menjadi kekasihnya akhirnya melamar. "Aku bersedia!" pekiknya, menjawab terlalu bersemangat. "Tentu saja aku bersedia menjadi istrimu." "Jadi kamu bersedia menikah denganku?" Ulang Wisnu. Naura menganggukkan kepala,lalu berkata, "Tentu saja." "Terima kasih, Sayang." Wisnu menyematkan cincin di jemarinya, kemudian berdiri dan menariknya mendekat lalu mencium bibirnya. Kembang api yang sangat meriah menghiasi langit seakan ikut berbahagia dengan status baru mereka. Saat ini, mereka sedang makan malam romantis di salah satu rooftop hotel bintang lima yang dihias aneka bunga mawar hidup yang harum semerbak. Seharusnya, acara lamaran itu bersifat rahasia tapi dia tidak sengaja mencuri dengar rencana itu membuatnya lebih banyak tersenyum semingguan ini karena sibuk membayangkan hal romantis apa yang akan dilakukan kekasihnya sampai dia dikatain sinting karena tersenyum sendiri persis orang gila. Setelah saling berpelukan, Naura memilih duduk di pangkuan Wisnu dan mengalungkan lengannya di leher lelaki itu dengan segelas wine di tangan. "Sayang, aku saja ya yang merancang pernikahan kita. Pokoknya aku mau mewujudkan pernikahan impianku selama ini." "Iya. Semuanya aku serahkan padamu." Naura menyesap winenya seraya mengangguk, bahagia. "Tapi, kamu nggak boleh protes kalau aku akan langsung membuatmu hamil. Aku sudah tidak sabar untuk punya anak dari kamu.” Uhukk…uhukkk.. Naura batuk-batuk, menatap Wisnu dengan pandangan horor. "Anak?" Naura berharap kalau dia salah dengar. Wisnu mengangguk. "Iya, anak. Kenapa?" Naura meletakkan gelasnya di meja dan berucap serius. "Kamu nggak bisa mutusin sepihak gitu dong ,Sayang. Kamu kan tahu bagaimana buruknya interaksiku dengan anak-anak. Aku nggak pernah cocok sama mereka." "Iya, tapi bukan berarti kamu nggak mau punya anak sendiri kan?" "Yang pasti saat ini aku belum mau memikirkan hal itu. Kita nikmati saja dulu kehidupan pengantin kita sampai puas.” Wisnu nampak tercengang. "Are you seriously?" "Yes, of course." "Aku nggak setuju!!" Wisnu menolak tegas. “Kamu bisa bilang begitu karena belum merasakan menjadi ibu. Nanti kalau kamu sudah melahirkan anakmu sendiri, itu akan menjadi sesuatu yang berbeda." "Sekali tidak tetap tidak! Aku nggak mau punya anak dulu." Naura tetap pada pendiriannya, berdiri dari duduknya dan melipat lengan di d**a. "Aku membutuhkan penerus!!" Wisnu tidak mau kalah,berdiri di depannya dengan ekspresi marah. "Kalau itu ya dipikirkan nanti saja lah. Aku tetap tidak mau." Wisnu ternganga, mengacak rambut belakangnya dengan kesal kemudian menendang pinggiran kolam. "Jangan memaksaku," tambah Naura. "Oke, aku tidak akan memaksa." Naura tersenyum, Wisnu buru-buru menambahkan. "Aku tidak akan membahasnya lagi karena aku tidak jadi menikahimu." Naura ternganga, menatap Wisnu tidak percaya. "Lebih baik kita putus saja!" "What?!" Naura jelas kaget. "Lebih baik kamu cari saja lelaki lain yang mau menerima pemikiran sempitmu itu." "Tapi—" Naura melepas cincin yang baru saja disematkan Wisnu beberapa menit yang lalu. "Kamu baru saja melamarku." Wisnu berdecak, "Kamu simpan saja cincin itu atau buang sekalian karena aku tidak mungkin melamar wanita lain dengan cincin yang sudah aku berikan padamu." Perlahan Wisnu mundur, berbalik pergi meninggalkan Naura yang menatap punggungnya tidak percaya. Dihinggapi keterkejutan yang membuatnya membeku hingga punggung Wisnu menghilang dari pandangan. Naura tersentak, buru-buru tersadar kalau dia tidak bisa membiarkan semua kebahagiaannya malam ini berantakan. "WISNUU!!" teriaknya, bergegas mengejar dengan tergesa namun seseorang yang tiba-tiba saja muncul membuatnya harus menghentikan laju jalannya meski tabrakan itu tidak terhindarkan. “Aduhh—” pekik Naura, terduduk di lantai dingin. “Mamaaaa—” Naura kaget, seseorang yang ditabraknya tadi terduduk di lantai sembari menangis yang ternyata seorang anak kecil. “Sakit Mamaaaaa—” Naura menahan kesal, melihat ke sekitar yang tidak ada siapa-siapa karena memang area di luar sudah di pesan sama Wisnu khusus untuk melamarnya. Jadi, anak laki-laki di hadapannya ini pasti menyelinap masuk. “Heh! Di sini nggak ada Mamamu. Cepatan berdiri dan pergi sana!” usirnya, tanpa berniat sedikitpun membantu hingga membuat anak itu semakin menangis kencang. Naura jelas kesal. "Ah, masa bodoh!” Naura melewati anak itu begitu saja, berniat meninggalkannya karena dia harus mengejar Wisnu untuk kembali membicarakan pernikahan saat tiba-tiba ada seseorang yang menghadang langkahnya. Naura mengatupkan bibir saat berhadapan dengan laki-laki tampan berkemeja rapi yang ekspresinya sedater triplek. “Key—” Laki-laki itu mendorongnya ke samping dengan lengan hingga membuatnya hampir saja kembali mendarat di lantai dingin untuk mendekati anak laki-laki yang masih menangis tadi. “Aduhh.” Naura mengusap lengannya. “Sialan!” “Kenapa kamu menangis,sayang?” Naura tersadar kalau dialah yang membuat anak itu menangis, buru-buru dia balik badan dan berjalan pelan-pelan untuk pergi dari sana sebelum ketahuan. “Kamu mau kemana, hah?!” Naura berjengit kaget, remasan kuat di bahunya memaksanya untuk menghentikan langkah. Sialan! “Kamu yang membuatnya menangis dan sekarang kamu mau melarikan diri dengan tidak tahu malunya?!” Naura menggeram dalam hati dengan kesal, berbalik sembari menepis tangan laki-laki itu dan mundur beberapa langkah. Tatapan sangar laki-laki itu membuatnya takut tapi dia sudah tidak bisa mengelak lagi. Anak kecil yang ditabraknya tadi masih terisak dalam gendongannya. “Iya, memangnya kenapa?!” Lagaknya sok marah. “Kita sama-sama terjatuh karena bertabrakan tadi tapi aku sedang terburu-buru jadi tidak punya waktu untuk meladeni—” Naura mengatupkan bibir saat laki-laki itu maju mendekat, Naura harus mendongak untuk melihat tatapan matanya yang nampak menahan kesal. “Setidaknya, kamu bisa sedikit merasa prihatin dan menenangkannya.” “Maaf, aku tidak punya waktu. Permisi.” Naura merasa tidak ada gunanya mereka berdebat jadi dia langsung balik badan berniat pergi. “Hei—” Lengannya di tahan, Naura reflek menepisnya dengan kuat hingga membuat sesuatu yang sedari tadi di genggamnya langsung terbang bebas ke arah kolam renang. “TIDAK!” pekik Naura, mengejar cincin lamarannya yang menggelinding ke arah kolam dan masuk ke dalam sana tanpa hambatan. Naura yang hanya memikirkan harus mendapatkan cincin itu kembali langsung loncat ke dalamnya dan menyelam masih menggunakan gaun dan heelsnya. Naura berusaha mencarinya, mengabaikan sengatan dingin yang menusuk tubuhnya hingga akhirnya dia bisa menemukan cincin itu dan mengambilnya. Naura berniat naik tapi sialnya, kakinya terasa kram. Naura mencoba untuk menggapai permukaan tapi tubuhnya tidak bisa diajak kerja sama hingga dia merasa harus pasrah pada keadaan sampai samar-samar dia mendengar seseorang ikut terjun ke dalam kolam. Dalam hati, Naura berharap Wisnu yang menolongnya. Naura tidak rela jika acara lamarannya harus berakhir dengan tragis seperti ini. Naura kehilangan kesadarannya saat seseorang berusaha membawanya naik ke permukaan dan mengangkatnya ke pinggir hingga beberapa menit kemudian dia batuk-batuk setelah seseorang memaksa mengeluarkan air kolam yang masuk ke tenggorokannya meski matanya enggan untuk membuka. “Jangan mati konyol,” decakan suara laki-laki yang begitu dekat dengannya terdengar, hidungnya dipencet dan mulutnya terbuka lalu dia merasakan bibir seseorang menciumnya hingga membuat Naura langsung membuka mata lebar-lebar dan terbelalak melihat laki-laki sedatar triplek tadi wajahnya begitu dekat dengannya hingga Naura reflek mendorong dadanya. “WOI, kesempatan lo ya!!” pekiknya, menjauh dari laki-laki itu yang menatapnya heran. Naura mengusap bibirnya dengan punggung tangan. “DASAR m***m!” Naura mencoba berdiri dengan sisa-sisa tenaganya, berbalik pergi dengan langkah cepat, memgambil tas tangannya di atas meja lalu berlari meninggalkan penolongnya dengan perasaan malu. Sial! Sampai di dalam lift yang kebetulan sedang kosong, Naura merosot jatuh mengabaikan tubuhnya yang basah kuyup, merasakan perasaan berdebar yang tidak dimengertinya dan menangis di sana. “Arrghh, sialan!” isaknya. Bagi Naura, anak-anak itu hanya berarti satu hal yaitu masalah dan inilah yang terjadi padanya saat ini. Malam itu, Naura harus pulang dengan basah kuyup kedinginan setelah berhasil menyelamatkan cincin miliknya meski dia tidak berhasil menyelamatkan hubungannya dengan Wisnu dan parahnya dia malah berciuman dengan laki-laki lain meskipun karena insiden. Hancur sudah! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD