bc

Surat Kecil dari Keyla

book_age12+
515
FOLLOW
2.4K
READ
others
student
drama
like
intro-logo
Blurb

Seorang gadis bernama Keyla Agatha Afsheen yang hidup dalam bayang-bayang penyesalan dan rasa bersalah yang besar. Memiliki seorang ibu bernama Gita Masdalena yang mengalami kebutaan karenanya, dan ayah yang begitu membencinya, Gio Darmawansyah.

Katanya, ayah adalah sosok ksatria tak berkuda yang akan menjadi benteng pertahanan putrinya.

Katanya, ayah adalah cinta pertama putrinya yang tak akan memberikan torehan luka.

Katanya, ayah memiliki bahu yang kokoh untuk menjadi sandaran bagi putrinya.

Katanya dan katanya. Banyak ungkapan katanya untuk ayah, tapi kenapa yang Keyla rasakan berbeda? Ayahnya bukan ksatria tak berkudanya, ayahnya memang cinta pertamanya tetapi sebab ayahnya pula patah hati itu dapat ia rasa, bahkan untuk mendapat bahu sandaran pun tidak mungkin Keyla rasakan. Semua berubah drastis sejak saat dimana kejadian sembilan tahun lalu yang menimpa ia dan ibunya. Membuat ayahnya membencinya bahkan mengutuk hidupnya.

Dan belum cukup sampai situ, Adnan Fikri Husein, remaja laki-laki yang ia cintai setelah ayahnya juga ikut menghancurkan hatinya hingga berkeping-keping tak tersisa. Semua tentang permasalahan keluarga dan cinta, membuat hidup Keyla terombang-ambing tak berdaya. Sanggupkah Keyla menjalani hidupnya? Semua akan terjawab nantinya.

chap-preview
Free preview
1. Awal Kisah
*** Derap langkah kaki terdengar tegas dan dominan mengisi koridor pagi itu. Saat di mana semua pelajar mungkin saja baru bangun dari tidurnya, namun tidak untuk seorang gadis yang kini tengah berjalan santai menuju kelasnya. Earphone yang berada di kedua telinganya, membuat kepala gadis itu mengangguk pelan mengikuti irama lagu yang ia putar. Pandangan gadis itu menyorot lapangan basket dari lantai atas, tepatnya lantai di mana kelasnya berada. Sangat sepi dan bahkan hanya ada kicauan burung di pagi hari. Hembusan napas pelan keluar dari sela-sela bibir tipisnya. Ia menghirup udara segar di pagi hari ini, lagi dan lagi inilah yang sering ia lakukan setiap hari. Berangkat paling awal dan pulang paling akhir. Gadis itu memejamkan matanya karena terlena dengan suasana tenang dan aroma menenangkan di pagi hari sedikit membuat beban yang menumpuk di pundak rapuhnya terkikis walau hanya sementara. Saat mata itu terbuka, mata coklat terangnya menerawang menuju langit. Hembusan napas kembali keluar dari bibirnya. “Kapan ini berakhir, ya?” lirih gadis itu sembari tersenyum miris menertawakan nasibnya. “KEYLA!” teriak seseorang. Ya, gadis yang sejak tadi berdiri sembari menikmati suasana pagi itu bernama Keyla, lebih tepatnya Keyla Agatha Afsheen. Gadis dengan mata coklat terang itu merupakan siswi pelajar SMA Negeri 8 Jakarta, sekolah terfavorit dan terbaik kedua di wilayahnya. Keyla bahkan termasuk siswi pelajar pintar andalan para guru. Banyak piala berjejer rapi di dalam lemari ruang kepala sekolah ialah piala yang berhasil ia bawa pulang dari perlombaan olimpiade yang sering ia ikuti. Bahkan bisa dikatakan setengah dari piala di lemari itu adalah piala Keyla. Gadis mungil berwajah kecil dengan pahatan sempurna itu membuatnya digelari sang primadona sekolah. Namun, ada satu hal yang membuat mereka enggan untuk memulai berteman dengan Keyla yaitu sikap gadis itu sendiri. Sikap kaku dan ambisiusnya membuat sebagian orang enggan untuk mendekat, dan memilih hanya mengagumi kehidupan Keyla yang terbilang sangat beruntung. Kekayaan, kepintaran bahkan kecantikan ia dapatkan. Sungguh sangat beruntung nasib gadis itu. Menurut mereka Keyla adalah sosok yang misterius yang sulit digapai walaupun berada dalam jarak yang begitu dekat. Kebanyakan penggemar Keyla adalah dari kaum laki-laki, dan perempuan kebanyakan memiliki iri dan dendam padanya karena berhasil menyita banyak perhatian para laki-laki tampan atau sering mereka sebut cogan, cowok ganteng. Huh! Saat namanya dipanggil, Keyla segera menoleh pada asal suara. Dan senyum simpul muncul di bibirnya. Hatinya yang sempat membeku kembali menghangat akibat kehadiran seorang gadis yang sangat ia sayangi, Gaby Anastasya, sahabat serta teman sebangkunya. “Pelan-pelan, By.” Keyla menggelengkan kepalanya perlahan karena sikap sang sahabat yang setiap hari selalu seperti ini. Sedangkan Gaby, ia kini tengah membungkuk sembari tangannya bertopang pada kedua lutut dan mengatur napasnya yang memburu tak beraturan. “Key, bantu gue ya? Please,” ucap Gaby sembari menunjukkan muka memelasnya. Keyla hanya menyentil pelan dahi Gaby hingga membuat gadis itu mengadu kesakitan. Ia sudah tahu apa yang diinginkan sahabatnya itu. “Gaby udah kebiasaan deh kayaknya.” Gaby menyengir lebar hingga menunjukkan deretan gigi rapinya. Tangan gadis itu terulur pada Keyla meminta barang yang ia inginkan. “Gak boleh! Enak aja liat mulu, kapan pinternya kalo gitu?!” Keyla menolak tegas dan segera mengalihkan tatapannya berusaha menghindari tatapan menggemaskan yang Gaby tunjukkan. “Key, masa lo tega liat gue dihukum? Lo tega, Key?” ucap Gaby mendramatisir suasana. Melihat Gaby yang mendengus kesal dengan bibir yang mengerucut lucu membuat Keyla terkekeh dan menarik gemas pipi chubby milik Gaby. “Jangan sampe Keyla suka sama sejenis ya! Tapi gimana bisa gak suka, Gaby nya aja gemesin gini!” ucap Keyla tak henti-hentinya menarik pipi Gaby hingga terlihat memerah. “Lepasin ih! Gue capek-capek skincare-an malah lo berantakin! Mahal ini ih!” kesal Gaby. “Yang waras ngalah,” ucap Keyla dengan malas. Gadis itu membuka tasnya dan mengambil lima buku dan segera menyerahkannya pada Gaby. Gaby tentu saja melototkan matanya tak percaya saat melihat buku itu. “Ini serius sebanyak ini? PR kita emangnya ada berapa sih? Heran gue!” gerutu Gaby namun dengan tangan yang terulur mengambil buku itu. “Matematika, fisika, kimia, bahasa inggris sama bahasa indonesia udah itu aja. Eh iya lupa!” Keyla menepuk jidatnya sendiri dan kembali membuka tasnya untuk mengambil satu buah buku lagi. Gadis itu kembali mengulurkannya pada Gaby. “Apaan nih?” heran Gaby. “Gak liat? Itu buku biologi. Gaby masih kecil udah pelupa, ya?” dengus Keyla. “Enak aja lo bilang gue masih kecil! Orang kita cuma beda sebulan doang! Kalo gue masih kecil berarti lo juga!” ketus Gaby. Gadis itu lalu mengambil buku bermata pelajaran biologi dari tangan Keyla. Gaby berdecak takjub dengan tumpukan buku di tangannya itu, lalu menatap Keyla dengan pandangan yang sama takjubnya. “Gak nyangka ternyata gak sia-sia gue temenan sama lo,” ucap Gaby bercanda. Gadis itu tertawa jenaka sedangkan lawan bicaranya terdiam dengan hati bak tersayat belati. Keyla tahu itu hanya candaan yang Gaby lontarkan dengan spontan tanpa ada niatan untuk mengejeknya, tapi sangat disayangkan bahwa Gaby tidak menyadari perubahan suasana hati Keyla sekarang. Dengan senyum paksa dan tawa hambarnya, Keyla juga ikut tertawa tak kalah keras dengan Gaby, bahkan hingga menyebabkan setetes air mata jatuh dari sudut matanya tanpa diketahui Gaby. “Awas aja pas Keyla lagi butuh tapi Gaby malah ngilang! Keyla kirimin santet nanti!” ancam Keyla dan itu berhasil membuat Gaby semakin tertawa kencang. “Mana tega lo ngelakuin itu sama gue, huh!” ucap Gaby dengan kerlingan matanya pada Keyla. Keyla menghirup napas dan menghembuskannya perlahan, gadis itu lalu mendorong punggung Gaby untuk segera memasuki kelas mereka. “Buruan selesain tugasnya!” ucap Keyla dengan garang. “Iya iya!” Gaby duduk di kursinya dan mulai mengeluarkan segala buku serta yang lainnya. Gadis itu telah siap untuk mulai mengerjakan tugasnya, namun terhenti saat melihat Keyla yang hendak kembali keluar dari kelas. “Mau kemana, Key?” tanya Gaby. “Ke tempat biasa,” ucap Keyla dengan senyum tipisnya. Gaby menatap Keyla dengan intens dan setelah itu, ia menghembuskan napasnya kasar. “Jangan lama-lama, apalagi sampe kayak minggu lalu.” Keyla mengangguk patuh dan dirasa telah mendapat ijin dari Gaby, gadis itu segera keluar kelas. Keyla berjalan melewati koridor kelas dua belas. Tatapan Keyla terlihat sendu. Bahkan ia tidak sadar jika tubuhnya telah menabrak bahu seseorang walaupun tak keras, tetapi mampu membuat orang yang ia tabrak bahunya itu menjadi menoleh menatapnya tak suka. Keyla terus saja berjalan tanpa menyadari tatapan datar yang menusuk punggungnya. Hingga saat ia hilang di balik belokan koridor barulah cowok yang tadi menatap Keyla datar kembali melanjutkan langkahnya. “Dasar,” lirih cowok itu. Keyla tertegun saat ia sadar dari lamunannya dan ternyata ia telah sampai di tempat tujuannya. Keyla menghembuskan napasnya dan berjalan menuju kursi panjang yang terbuat dari kayu di dekat pohon besar nan teduh itu. Keyla mendudukan dirinya di sana. Dedaunan pohon itu melambai-lambai tertiup angin seolah menyambut kedatangan Keyla. “Kamu rindu, ya?” tanya Keyla pada pohon itu. Jika orang lain melihatnya, mereka pasti akan berpikir bahwa Keyla gila. Namun saat dilihat dari mata Keyla, ia terlihat begitu kesepian dan jika dilihat dari senyumnya, gadis itu terlihat sangat tulus. Orang-orang menganggap bahwa dunia adalah tempat di mana kesenangan itu berada. Namun bagi Keyla, dunia tidak layak disebut sebagai tempat kesenangan karena di dunia ini, Keyla merasa hidupnya sangat sengsara dengan rasa kesepian yang membelenggunya. Keyla benci ketika harus menghadapi kenyataan bahwa dirinya termasuk ke dalam golongan orang yang mengalami broken home. Jika boleh memilih, Keyla ingin ia terjebak di masa kecilnya yang hanya mengenal permen dan balon tanpa tahu rasa sakit karena patah hati oleh cinta pertama. Gio Darmawansyah adalah ayahnya, cinta pertamanya. Laki-laki yang dulu begitu sangat menyayanginya, bahkan menjaganya. Namun itu dulu sebelum kejadian yang membuat hubungan ayah dan anak merenggang di antara keduanya. Bahkan di umurnya yang ke tujuh tahun, ayahnya itu telah menorehkan luka di hatinya. Katanya, ayah adalah sosok ksatria tak berkuda yang akan menjadi benteng pertahanan putrinya. Katanya, ayah adalah cinta pertama putrinya yang tak akan memberikan torehan luka. Katanya, ayah memiliki bahu yang kokoh untuk menjadi sandaran untuk putrinya. Katanya dan katanya. Banyak ungkapan katanya untuk ayah, tapi kenapa yang Keyla rasakan berbeda? Ayahnya bukan ksatria tak berkudanya, ayahnya memang cinta pertamanya tetapi sebab ayahnya pula patah hati itu dapat ia rasa, bahkan untuk mendapat bahu sandaran pun tidak mungkin Keyla rasakan. Semua berubah drastis saat di mana kejadian sembilan tahun yang menimpa ia dan ibunya. Membuat ayahnya membencinya bahkan mengutuknya untuk berumur pendek. -FLASHBACK- “Bunda, Bunda!” Keyla yang saat itu berumur enam tahun dengan semangat menarik tangan Gita, ibunya, untuk membawa wanita itu menuju toko gulali di seberang sana. “Kenapa, sayang?” Gita mengelus penuh kasih sayang pada puncak kepala putri kecilnya. “Keyla boleh, ya?” Keyla menunjuk toko gulali di seberang sana dengan ekspresi memohon. Gita menatap apa yang ditunjuk oleh putri tersayangnya dan ia tersenyum gemas saat melihat ekspresinya itu. Gita berjongkok untuk mensejajarkan tingginya dengan Keyla. “Boleh, tapi keyla taukan apa yang harus dilakuin pas udah makan itu?” ucap Gita. “Iya, Bunda. Keyla bakal sikat gigi sampe bersih biar giginya gak bolong.” Keyla menyengir lebar menunjukkan deretan gigi rapi miliknya. “Pinternya anak Bunda.” Gita mengacak gemas rambut Keyla dan segera memegang tangan putri kecilnya dan membawa Keyla untuk menyeberangi jalan. Namun, Keyla yang tak sabar dan merasa ibunya itu berjalan pelan serta toko yang hendak tutup membuat Keyla berjalan lebih dulu dari ibunya. “Om jangan tutup dulu!” teriak Keyla pada penjual gugali di seberang sana. “Keyla awas!” Keyla menatap ke belakang dan tepat saat matanya dan mata ibunya yang terlihat cemas menatapnya saling bertemu, detik itu juga sebuah motor melaju kencang dan menabrak ibunya yang serta merta membuat pengendara motor itu juga ikut terpental jauh. Mata Keyla melebar seketika, gadis kecil itu dengan langkah kecilnya berlari menuju sang ibu yang telah di kerumuni banyak orang. Keyla terkejut saat melihat kepala serta mata ibunya yang berdarah karena terkena pecahan kaca dari motor. Semua orang bahkan berteriak panik meminta ambulans. “BUNDA!” pekik Keyla dengan tangisnya. Tangan kecil Keyla memeluk kepala ibunya dengan sangat erat. Keyla menangis histeris dan berkali-kali memanggil ibunya. “BUNDA, BANGUN! BUNDA!” tangis pilu Keyla kecil membuat puluhan hati tersentuh mendengarnya. Semua orang bahkan menangis melihat kejadian memilukan antara ibu dan anak itu. “Sa-sayang?” panggil Gita sembari meraba untuk menyentuh wajah anaknya. “Bunda berdarah hiks... Bunda bilang kalau berdarah berarti sakit, bunda jangan sakit! Bunda harus sehat! Tu-tunggu, Keyla telponin ayah, ya!” Keyla meraih ponsel ibunya dan menelepon sang ayah. Saat panggilan pertama berhasil diangkat, Keyla segera mengeluarkan kalimatnya yang membuat Gio, ayahnya, terpaku di tempat dengan debaran jantung menggila. “Hiks... Ayah ke sini cepet! Bunda ditabrak mobil terus berdarah. Ayah cepet ke sini, Yah.” Seseorang dari mereka yang menyaksikan segera mengambil ponsel Keyla dengan ijin lebih dulu dan segera mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Dan belum sempat mendengar balasan dari Gio, ponsel Gita lebih dulu mati karena baterai lemah. “Ambulansnya datang! Cepat beri jalan!” Ucap seorang dari mereka. Dengan beramai-ramai, mereka membantu mengangkat tubuh Gita dengan perlahan untuk diletakkan di atas tandu. Seorang wanita ikut bersama Keyla menaiki ambulans itu. Wanita itu membantu menenangkan Keyla kecil yang menangis sesenggukan. “Tenang ya, Bunda kamu pasti selamat kok.” *** Gio berlari dengan keringat yang membanjiri wajah tampannya. Pria berusia tiga puluh lima tahun itu dengan tampang pucat pasinya segera berlari menuju ruang UGD dan tepat setelah ia sampai di sana, brankar Gita dengan wanitanya yang terpejam damai membuat Gio semakin kalang kabut. Gio mengikuti brankar istrinya dan segera mengikuti kemana para dokter dan suster itu membawa istrinya, dan saat ia tiba di ruang operasi, jantung Gio seolah berhenti. Kenapa ini? Ada apa dengan istrinya? Gio menjatuhkan tubuhnya di kursi tunggu dengan tak berdaya dan menangis dalam diam. Dan saat tengah sibuk dengan tangisnya, Gio baru menyadari satu hal. Di mana putrinya? Gio berdiri dan hendak mencari putri kecilnya, tapi saat ia berbalik, putri kecilnya telah berada di sana dengan di gendong oleh seorang wanita. “Keyla,” panggil Gio dengan suara serak akibat tangis yang berusaha ia tahan. Pria itu segera mengambil Keyla dari gendongan wanita tadi dan menciumi seluruh permukaan wajah putri kecilnya. “Ayah...” isak Keyla. “Kenapa bisa seperti ini, Nak?” tanya Gio, namun Keyla menggelengkan kepalanya tanda tidak tahu. “Saya bisa jelaskan,” ucap wanita yang tadi bersama Keyla. Gio dengan tampang ragu segera menganggukkan kepalanya tanda jika siap menerima penjelasan wanita itu. “Tapi, bisakah saya jelaskan tanpa adanya putri anda? Dia terlihat trauma.” Gio menatap putrinya dan benar, tubuh bergetar dengan isak tangis itu membuatnya menimang-nimang saran wanita itu. “Baiklah.” Gio memanggil seorang suster yang terlihat memiliki waktu senggang. Pria itu menitipkan putrinya dan dengan senang hati diterima oleh sang suster. “Tante.” Suster itu tersenyum saat Keyla menarik seragamnya sembari bergumam memanggilnya dengan sebutan Tante. “Kenapa, sayang?” ucap suster itu dengan senyumannya. “Ayah tadi kemana? Kok ninggalin Keyla sama Tante suster? Ayah marah, ya Tan?” ucap Keyla dengan mata yang kembali berkaca-kaca hendak menangis kembali. “Ayah kamu gak marah kok, kamu jangan nangis ya. Masa iya tuan putri nangis sih?” Suster itu berusaha menghibur Keyla dan berhasil. Setelah menunggu sekitar lima belas menit, Gio kembali datang menghampiri Keyla. Keyla bersorak gembira dan hendak meminta di gendong oleh sang ayah, namun Gio menghindar. Pria itu bermuka sangat datar bahkan terkesan ingin meluapkan amarahnya yang membara. Keyla kecil tidak tahu dengan apa yang terjadi pada ayahnya itu, namun saat ia telah berpamitan pergi dari sang suster, tiba-tiba jemari kecilnya yang menggenggam jari telunjuk Gio menjadi terlepas karena sentakan kasar Gio. Pria itu mengangkat tubuh kecil Keyla dan di dudukan paksa di atas kursi tunggu. Wajah dengan rahang mengeras serta mata yang menatap tajam penuh kebencian itu menghunus tepat di kedua bola mata Keyla. “Apa benar Keyla mendorong Bunda sampai Bunda tertabrak motor?” tanya Gio dengan suara rendahnya. Keyla yang tidak mengerti dan merasa tidak pernah mendorong ibunya pun memilih menggeleng polos. “Katakan sejujurnya, Keyla!” bentak Gio. Keyla kecil terkesiap dan matanya kembali berair. Ia menggeleng dan berkata, “Bu-bukan Keyla, Ayah. Keyla cuma mau nyeberang buat beli gulali, tapi tiba-tiba Bunda ditabrak mobil.” Keyla mengucapkan penjelasannya dengan isakan sedih. Gio memukul kursi sebelah Keyla hingga terdengar suara nyaring. Amarah Gio semakin tersulut saat itu juga. Dan matanya menatap tajam Keyla kembali. “A-ayah?” “JANGAN PANGGIL AKU AYAH!” *** “KEYLA!” Deg! Keyla tersadar dari lamunannya. Gadis itu mengusap pipinya dan benar saja, ia kembali menangis untuk kesekian kalinya. Dan tatapan Keyla beralih pada Gaby yang terlihat kelelahan dengan napas yang naik turun tak beraturan. “Lo dibilangin masih aja ngeyel ya jadi orang!” Belum sempat Keyla menyadari situasi yang terjadi, tiba-tiba tangannya ditarik Gaby untuk segera berlari. Gaby yang berlari menarik tangan Keyla membuat mereka menjadi pusat tontonan pelajar kelas dua belas. “Gaby jangan lari-lari,” peringat Keyla berusaha memelankan laju lari mereka. “Lo b***k apa gimana sih? Ini udah bel lima menit yang lalu, dan sekarang pelajaran buk Fanny!” ucap Gaby dengan geram. Saat mendengar nama Fanny terucap dari bibir Gaby, bola mata Keyla membola seketika. Gadis itu meningkatkan laju larinya dan kini terlihat Keyla yang menarik Gaby menuju kelas mereka. “Cepet, By!” Gaby berdecak mendengar ucapan Keyla untuknya. Rasanya ingin sekali ia memukul kepala cantik Keyla saat ini juga, namun sepertinya ini bukan waktu yang tepat. Ia harus menahannya, setidaknya sampai waktu istirahat tiba. “Kita sampe, huh huh huh!” ucap Keyla saat telah tiba di lantai atas di mana kelasnya berada. Keyla dan Gaby terlihat ngos-ngosan karena berlari tadi. Dan sebelum mereka memasuki kelas, mereka lebih dulu mengatur napas dan ritme jantung mereka masing-masing. Tok... Tok... Tok... Keyla mengetuk pintu kelas dengan tubuh yang sedikit membungkuk menandakan tanda hormatnya pada gurunya yang tengah duduk sembari menjelaskan sesuatu. “Saya tidak suka jika ada yang datang terlambat, sekarang apa lagi alasan kalian?” Fanny, guru biologi itu menatap Keyla dan Gaby dengan tatapan datarnya. “Ka-kami...” Keyla terdiam, ia tak kuasa untuk mengucapkan kebohongan dan biasanya yang selalu mencari alasan adalah Gaby, namun Gaby memilih untuk diam dan ikut menunduk saja. “Kenapa diam? Apa tidak ada alasan kenapa kalian terlambat?” ucap Fanny dengan senyum sinisnya. Fanny memang termasuk salah satu guru terkiller di sekolah mereka. Bahkan ia tak segan menghukum murid seperti Keyla yang notebenenya adalah murid emas sekolah dan termasuk murid kesayangan semua guru. “Baiklah kalau begitu, kalian lebih baik keluar dari kelas ini dan jalani hukuman keliling lapangan sebanyak lima putaran dan jangan masuk kelas saya sampai pelajarannya berakhir, paham?!” Keyla dan Gaby mengangguk lesu dan segera pamit keluar kelas. Setelah mereka berhasil keluar dari kelas, Keyla menghembuskan napas kasarnya dengan bahu yang merosot lesu. Berbeda dengan Keyla yang tampak sedih menerima hukuman, Gaby malah terlihat senang. Gadis itu bahkan bernapas lega dan tersenyum ceria. “Gaby kok tumben gak nyari alesan?” tanya Keyla heran. “Yaelah Key, lo pikir dosa gue seberapa dikit sampe-sampe mau terusan bohongin guru?” ucap Gaby. Keyla tersenyum masam, kenapa ia jadi menyalahkan Gaby? Bukankah di sini ia yang salah? Lagi-lagi harus merepotkan Gaby karena telat masuk kelas. “Maaf, ya By. Keyla gak bisa buat gak ngelamun di sana. Keyla khilaf,” ucap Keyla penuh sesal. Gaby menoleh pada Keyla yang terlihat murung, gadis itu akhirnya merangkul Keyla dan menepuk puncak kepala gadis itu gemas. “Yaelah santai kali, Key. Lagian bukannya gue takut dosa bohongin guru, tapi karena gue belum kelar ngerjain tugas biologinya.” Gaby tertawa lebar. Keyla menatap Gaby tak percaya dan ikut tertawa pelan. Pantas saja Gaby hanya diam, ternyata ada maksud dibalik diamnya seorang Gaby. “Dasar mak dugong! Kirain tadi mau marah, ternyata mencari keuntungan dalam kesialan.” Gaby semakin tertawa dibuatnya. “Sembarangan manggil mak dugong! Mak mermaid gue mah!” Kini giliran Keyla yang tertawa karena ucapan Gaby. “Kita keliling lima puteran, ya?” ucap Keyla sembari menatap lapangan yang cukup luas di hadapannya. “Iya, ayo mulai. Makin cepet selesai, makin cepet kita ke kantin.” Gaby memulai lebih dulu berlari memutari lapangan dan baru di susul oleh Keyla di belakangnya. Dua puluh menit berlalu dan akhirnya mereka berhasil menyelesaikan hukuman itu. Tubuh Keyla dan Gaby dipenuhi keringat hingga membuat beberapa murid yang menyaksikan mereka menjadi terpana dibuatnya. Gaby dengan wajah terkesan tegas dan seksi itu membuat para murid cowok menjadi mengagumi Gaby diam-diam, dan Keyla yang berkeringat di sekitar leher dan pelipisnya membuat banyak murid cowok menjadi terkagum-kagum dan semakin hanyut dalam pesona Keyla. Bahkan banyak di antara mereka yang secara terang-terangan menatap Keyla dan Gaby dengan senyuman menawan masing-masing yang berharap mampu memikat hati salah satu dari dua gadis itu. “By, kenapa mereka ngeliat kita gitu banget? Apa ada yang salah dari seragam Keyla?” tanya Keyla dengan begitu polosnya. Gadis itu belum mengerti tatapan para cowok di sekolah itu untuknya, jadi wajar saja jika ia tidak tahu. Dan Keyla juga belum pernah begitu tahu maksud dari cinta sesungguhnya. Yang ia tahu hanyalah ayah yang merupakan cinta pertamanya. “Gak usah diladenin orang yang begituan,” ucap Gaby sembari menghapus keringatnya dengan tisu yang ada di saku seragamnya. “Nih tisu, lapin gih keringet lo.” Keyla menerima tisu yang diberikan Gaby. “Terus kita mau ke mana? Masa iya kita ke kelas lagi. Kan kata buk Fanny gak boleh masuk kelas sampe jam pelajarannya habis.” Gaby menoleh menatap Keyla dan terdiam sejenak. “Lo mau ke mana?” tanya Gaby lebih dulu sebelum memutuskan keinginannya. “Ikut Gaby,” ucap Keyla. “Yaudah kantin.” Gaby menarik tangan Keyla untuk mengajaknya melangkah menuju kantin. Keyla menatap genggaman penuh ketulusan yang Gaby berikan untuknya. Keyla bersyukur karena masih ada orang yang begitu peduli padanya. Keyla sangat bersyukur mampu berteman dengan Gaby. “Terima kasih, By.” ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

DENTA

read
17.1K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Head Over Heels

read
15.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook