Luna tampak tak terima mendengar pengakuan yang telah dibuat oleh Brandon. Dia yakin bahwa Brandon tidak pernah benar-benar mencintai Veronica, dan dia ingin menyadarkan Brandon akan hal itu.
"Dengarlah, Brandon," ucap Luna dengan suara yang penuh dengan ketegasan. "Aku tahu bahwa kau tidak pernah mencintai Veronica. Ini semua hanya salah paham belaka."
Brandon menarik napas dalam-dalam, matanya memandang Luna dengan tatapan yang serius. "Apa yang kau tahu tentang hatiku, Luna? Sudahlah, sebaiknya kau pergi saja. Aku butuh waktu untuk sendiri."
Luna merasa kecewa dan marah atas sikap Brandon yang tampak tidak peduli. "Brandon, bagaimana bisa kau begitu acuh terhadap semua ini? Aku hanya ingin membantumu melupakan Veronica, tapi kau malah menolak bantuan itu."
Brandon menggeleng, ekspresi wajahnya tetap tenang meskipun dalam hatinya dia merasa terganggu oleh kehadiran Luna. "Aku tidak membutuhkan bantuanmu, Luna. Aku bisa menyelesaikan masalahku sendiri."
Luna merasa semakin frustrasi dengan sikap Brandon yang keras kepala. Dia merasa bahwa segala usahanya untuk membuat Brandon melupakan Veronica telah sia-sia.
"Mengapa kau begitu keras kepala, Brandon?" ujar Luna dengan suara yang penuh dengan kekecewaan. "Aku hanya ingin membantumu agar kau bahagia, tapi kau malah menolaknya."
Brandon menghela napas, merasa lelah dengan semua perdebatan ini. "Luna, aku menghargai niat baikmu, tapi aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya. Tolong, beri aku ruang untuk sendiri."
Luna merasa kesal dan kecewa atas sikap Brandon yang tampak tidak peduli. Dia merasa bahwa segala upayanya untuk membantu Brandon telah sia-sia, dan dia merasa putus asa.
"Demi apapun, Brandon," ujar Luna dengan nada yang tajam. "Aku akan membuat kau sadar bahwa kau hanya tersesat dalam ilusi cintamu terhadap Veronica. Aku tidak akan tinggalkanmu begitu saja, sampai kau menyadari kebenaran yang sebenarnya."
Brandon hanya mengangguk singkat, tidak memiliki energi untuk melanjutkan perdebatan ini lebih jauh. Dia ingin Luna pergi, meninggalkannya sendirian dengan pikirannya sendiri.
Sementara itu, Luna meninggalkan tempat tersebut dengan hati yang penuh dengan kekecewaan dan kemarahan. Dia merasa bahwa semua usahanya untuk memisahkan Brandon dan Veronica telah gagal, dan dia merasa putus asa.
"Dia begitu keras kepala," gumam Luna dalam hatinya. "Tapi aku tidak akan menyerah. Aku akan terus mencari cara untuk membuat Brandon melupakan Veronica!"
Di sisi lain, Brandon duduk sendirian di klub malam tersebut, merenungkan semua yang telah terjadi.
Dia tahu bahwa keputusannya untuk mengakhiri hubungan dengan Veronica tidak akan mudah, tetapi dia juga tidak ingin terus terjebak dalam hubungan yang tidak sehat.
Meskipun masih penuh dengan kebingungan dan keraguan, dia tahu bahwa dia harus menemukan keberanian untuk menghadapi kenyataan, apa pun itu.
Dan di dalam hatinya, dia berharap bahwa suatu hari nanti, dia akan menemukan kebahagiaan yang sejati.
**
Veronica pulang ke rumah setelah seharian bekerja. Langkahnya terasa berat, terbebani oleh pikiran yang memenuhi benaknya.
Sesampainya di rumah, dia melihat ibunya, Samara, menghampirinya di ruang tengah sambil duduk di sofa sembari memperhatikan layar ponselnya dengan ekspresi yang terlihat khawatir.
"Ada apa, sayang?" tanya Samara dengan suara lembut, menyadari kekhawatiran yang tampak memenuhi wajah Veronica.
Veronica menggeleng pelan, mencoba menyembunyikan kekhawatiran yang melandanya. "Ah, tidak apa-apa, Bu. Hanya pesan tak penting saja."
Namun, Samara bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang mengganggu Veronica. Dia bisa menebak dengan tepat dari ekspresi putrinya.
"Dari Brandon, bukan?" tebak Samara dengan nada yang agak tajam, mencoba untuk mengkonfirmasi dugaannya.
Veronica mengangguk pelan, merasa tidak enak hati karena harus membawa masalah ini ke hadapan ibunya. "Ya, Bu. Dia meminta maaf dan memohon agar aku kembali padanya. Bahkan dia bilang dia tak peduli harus berlutut asal aku mau kembali."
Samara menarik napas dalam-dalam, matanya memancarkan kekesalan dan kebencian yang mendalam. "Tidak ada habisnya, ini!" ucapnya dengan suara yang penuh dengan kekecewaan. "Dia sama sekali tidak pantas mendapatkanmu, Veronica."
Veronica merasakan dukungan yang hangat dari ibunya, dan dia merasa lega karena tidak sendirian dalam menghadapi masalah ini. Namun, di balik kelegaan itu, dia juga merasa sedih karena harus menghadapi situasi yang sulit ini lagi.
"Sungguh, Ibu, aku lelah dengan semua ini," ucap Veronica dengan suara yang penuh dengan kelelahan.
Samara mendekati putrinya dan duduk di sampingnya di sofa, merangkulnya dengan penuh kasih sayang. "Aku tahu, sayang. Tapi kamu kuat, Veronica. Dan kamu tidak sendiri. Aku selalu ada di sini untukmu."
Veronica tersenyum kecil, merasa hangat karena kehadiran ibunya yang selalu memberinya dukungan. "Terima kasih, Ma. Aku beruntung memiliki kamu."
Samara mengusap punggung Veronica dengan lembut, mencoba untuk menghibur putrinya. "Sekarang, Veronica, aku ingin kamu memblokir nomor Brandon. Jangan pernah berurusan lagi dengan lelaki bodoh itu!"
Veronica mengangguk, memahami bahwa langkah tersebut adalah yang terbaik untuk dilakukan. "Aku akan melakukannya, By. Aku tidak ingin lagi terganggu dengan pesan-pesan tidak penting dari Brandon."
Samara tersenyum puas, merasa lega karena putrinya akan melangkah maju dari masa lalu yang menyakitkan ini. "Itu dia, sayang. Dan ingatlah, aku selalu di sini untukmu, apa pun yang terjadi."
Veronica tersenyum, merasa terharu dengan dukungan yang diberikan oleh ibunya. "Aku tahu, Ma. Dan aku sangat bersyukur karena memilikimu di sampingku."
Samara duduk di ruang tengah, memperhatikan dengan penuh kehangatan saat Veronica masuk ke rumah. Wajahnya dipenuhi oleh senyum hangat yang menyambut putrinya.
"Selamat sore, sayang," ucap Samara dengan suara lembut, matanya bersinar penuh dengan rasa ingin tahu. "Bagaimana hari ini?"
Veronica membalas senyum ibunya, merasa hangat dengan kehadiran Samara di rumah. "Hari ini baik-baik saja, Ibu. Terima kasih," jawabnya sopan.
Samara mengangguk, menyimak dengan penuh perhatian. "Baiklah. Dan bagaimana dengan hubunganmu dengan Kendrick? Sudah sampai mana perkembangannya?"
Veronica tersenyum dan merasa senang ketika ibunya menanyakan tentang Kendrick. "Kami sudah mulai masuk dalam tahap saling mengenal satu sama lain, Ma," ujarnya dengan lembut.
Samara tersenyum lega, merasa senang mendengar kabar baik itu. "Itu bagus sekali, sayang. Aku harap kalian berdua semakin dekat dan akhirnya menemukan kebahagiaan bersama."
Veronica merasakan dukungan dan kebahagiaan yang tulus dari ibunya. "Terima kasih, Bu. Aku juga berharap begitu."
Samara mengangguk penuh keyakinan. "Kamu dan Kendrick adalah pasangan yang cocok, sayang. Aku yakin bahwa kalian berdua akan membawa kebahagiaan satu sama lain."
Veronica tersenyum, merasa senang mendengar kata-kata positif dari ibunya. "Aku juga percaya begitu, Bu."
Dalam hatinya, Veronica merasa bahagia bahwa ibunya mendukung hubungannya dengan Kendrick.
Dukungan dan cinta dari ibunya memberinya kekuatan untuk terus melangkah maju dalam hubungannya dengan Kendrick. Dan di dalam hatinya, dia merasa optimis bahwa masa depan yang cerah menantinya bersama Kendrick.