Mengakhiri Kerjasama

914 Words
Veronica menjalani hari-harinya dengan kesibukan yang tak kenal lelah setelah akhirnya memutuskan untuk menerima warisan yang diberikan oleh ibunya, Samara. Langkahnya terhenti di depan pintu masuk ruang kerjanya, tempat di mana ia dipersilakan masuk dengan ramah oleh pegawai yang menghampirinya dengan sikap yang sopan. “Aku harus membiasakan diriku menjadi CEO di sini,” ucapnya pelan. Meski masih terasa asing baginya, suasana di ruang kerja ini, karena selama tiga tahun terakhir, Veronica hanya dianggap sebagai seorang babu oleh keluarga Brandon, mantan suaminya. Namun, kali ini, Veronica memiliki rencana yang jelas dalam pikirannya. “Sebelum Brandon akhirnya menceraikanku, di jam-jam ini aku masih sibuk di dapur. Dan kini, aku harus sibuk di depan laptop.” Dengan langkah yang mantap, Veronica memasuki ruang kerjanya. Pemandangan meja kerja yang rapi dengan tumpukan dokumen-dokumen menunggu untuk ditandatangani menyambutnya. Veronica mengevaluasi situasi dengan cepat, lalu melangkah menuju meja kerjanya. “Aku pasti bisa!” ucapnya optimis. Dengan duduk di kursinya, Veronica memandangi dokumen-dokumen yang tersebar di meja. Di antara berkas-berkas itu, ada satu dokumen yang menarik perhatiannya - kontrak kerjasama antara perusahaan Brandon dengan Golden Hotel. Veronica menghela napasnya, menyadari betapa lama mereka telah bekerja sama. Veronica memanggil asistennya, Melly, dengan suara yang lembut. "Melly, bisa kau beri tahuku sejak kapan perusahaan Brandon bekerja sama dengan Golden Hotel?" Melly menatap Veronica dengan penuh perhatian sebelum menjawab dengan ramah, "Sudah lebih dari lima tahun, Nyonya Veronica." Veronica mengangguk, memperhatikan informasi yang baru saja didapatkannya. "Sudah begitu lama, ya?" "Betul sekali, Nyonya," jawab Melly dengan mantap. Dengan senyum miring, Veronica merenung sejenak. "Selama ini, sumber uang untuk kebutuhan foya-foya keluarga Brandon memang berasal dari sini, ya?" Melly mengangguk setuju. "Ya, Nyonya. Kontribusi dari kerja sama dengan Golden Hotel memang menjadi salah satu faktor utama yang mendukung kehidupan mewah keluarga Tuan Brandon." Veronica tersenyum kecil, mengakui pikiran yang sudah lama terlintas di benaknya. Dalam hatinya, ia sudah memutuskan langkah selanjutnya. Ia akan menemui Brandon untuk memutuskan kerja sama dengan mantan suaminya itu. Setelah menyelesaikan beberapa tugas mendesak, Veronica meninggalkan ruang kerjanya dengan langkah mantap. Dia merasa teguh dengan keputusan yang akan diambilnya, meskipun hatinya terasa berdebar-debar. Namun, dia yakin bahwa ini adalah langkah yang harus diambil. Di ruang rapat perusahaan, Veronica duduk dengan tegap di hadapan Brandon, mantan suaminya. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang tenang meskipun hatinya berdebar keras. Dia menatap Brandon dengan tajam, mempersiapkan diri untuk mengungkapkan keputusan yang telah dipikirkannya dengan matang. Brandon memandang Veronica dengan tatapan dingin, tetapi juga penuh dengan rasa penasaran. "Ada sesuatu yang ingin kau bicarakan, Veronica?" Veronica menelan ludah, mencoba mengatur pikirannya dengan baik sebelum dia berbicara. "Ya, Brandon. Aku ingin membicarakan kerja sama perusahaan kita dengan Golden Hotel." Brandon mengangkat alisnya dengan sedikit kebingungan. "Ada apa dengan kerja sama itu? Apakah ada masalah?" Veronica menarik napas dalam-dalam sebelum dia menjawab, memastikan kata-katanya dipilih dengan hati-hati. "Aku telah memutuskan untuk mengakhiri kerja sama itu, Brandon." Wajah Brandon langsung berubah, ekspresinya penuh dengan kejutan dan kekecewaan. "Mengakhiri? Tapi kenapa, Veronica?” Veronica menatap Brandon dengan tegas. "Kerja sama itu tidak lagi sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Aku ingin fokus pada pengembangan yang lebih berkelanjutan dan berorientasi pada masa depan." Brandon menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan kemarahan yang memuncak di dalam dirinya. "Tapi ini akan merugikan perusahaanku, Veronica. Golden Hotel adalah salah satu mitra terbaik kami!" Veronica tetap tegar. "Aku sudah memutuskan, Brandon. Ini keputusan yang telah aku pikirkan matang-matang." Brandon menggelengkan kepalanya dengan ekspresi campuran antara kekecewaan dan kebingungan yang mendalam. "Tak menyangka jika kau akan memutuskan kerja sama ini. Apakah ini semua karena perceraian yang telah kulayangkan padamu? Apakah kau ingin balas dendam?" Veronica menggeleng dengan tegas, matanya memancarkan keputusan yang telah ia pertimbangkan matang-matang. "Tidak, Brandon. Ini bukan tentang balas dendam. Aku hanya ingin menghapus semua yang berkaitan denganmu dari hidupku." Brandon terdiam, tatapannya kosong ke arah Veronica, mencoba memahami alasan di balik keputusannya. Namun, dalam keheningan itu, suasana ruangan terasa tegang, diisi dengan ketegangan yang sulit diungkapkan. Setelah beberapa saat berlalu, Veronica akhirnya memutuskan untuk menjelaskan lebih lanjut, meskipun suaranya tetap tenang dan mantap. "Brandon, apakah kau melupakan bagaimana kau memperlakukanku selama pernikahan kita? Bukankah kau yang tidak memiliki kesabaran, yang akhirnya membuangku seperti baju kotor, seperti sampah yang sangat tidak berarti?" Brandon merasa serangkaian emosi melanda hatinya - amarah, kekecewaan, dan penyesalan. Dia menyadari bahwa Veronica benar, bahwa dia telah bertindak seenak jidatnya dan menyakiti hati wanita yang pernah dia cintai. Dia menelan ludah, mengepalkan tangannya dengan kuat, menahan amarah dan kekecewaannya sendiri. Namun, pada saat yang sama, Brandon juga merasa rasa penyesalan yang mendalam merayapi dirinya. "Aku tahu aku telah berbuat salah, Veronica," akunya dengan suara yang penuh dengan penyesalan. "Aku tidak bisa menepis kenyataan bahwa aku telah membuatmu menderita. Aku menyesal atas segala tindakanku." Veronica mengangguk, matanya tetap menatap tajam ke arah Brandon. "Sekarang, aku hanya ingin fokus pada masa depanku. Aku ingin memulai yang baru, tanpa beban dari masa laluku bersamamu." Brandon mengadahkan kepalamnya menatap sendu wajah Veronica. “Apakah tidak ada kesempatan lagi untuk memperbaiki semuanya, Veronica? Setidaknya jangan kau putus kontrak kerja sama kita. Aku mohon. Sumber keuangan perusahaanku paling besar hanya di sini, kau tahu?” Veronica tersenyum miring, bahkan matanya tak menatap Brandon. “Jadi, selama ini harta yang kalian banggakan merupakan hartaku juga. Selama ini aku dihinakan oleh kekayaan yang ternyata milikku.” Veronica menghela napasnya dengan panjang seraya menatap Brandon dengan tatapan datarnya. “Sudah cukup, Brandon. Kau harus merasakan sendiri rasanya dikhianati seperti apa. Bagaimana tersiksanya saat dipandang rendah. Bahkan kau tak pernah merasa kasihan padaku saat saudari-saudarimu mencaci maki diriku!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD