3. Egois Banget

1288 Words
"Kita mau ke mana sih, Ma?" Tasya terlihat bingung saat tadi Vidya memintanya bersiap dandan buat acara makan malam di luar. "'Kan Papa sudah bilang, kalau kita mau makan malam di luar. Memangnya salah, kalau kita berpenampilan rapi begini? Kayak nggak hapal aja, kita sering makan malam di luar." Vidya tersenyum pada anak gadisnya seraya mengusap punggungnya yang tidak tertutup kain. Saat ini, Tasya dan Vidya sedang berjalan beriringan menuju mobil yang sudah disiapkan oleh sopir keluarga. Dari yang Tasya dengar, Hanung sudah menunggu di restoran tempat mereka akan dinner bersama. Dalam hati, Tasya merasa tidak enak. Sebisa mungkin dia menepis pikiran-pikiran aneh yang melintas di benaknya. Padahal apa yang dibilang Vidya tidak salah, mereka sudah biasa makan malam bersama. Sewaktu di Palembang dulu pun begitu. Selama di dalam mobil, tidak ada yang bersuara selain suara radio. Vidya sengaja meminta sopirnya untuk menyalakan radio agar suasana tidak terlalu sepi. "Ma!" Tasya menoleh ke arah Vidya dan berniat menanyakan apa yang kini mengganjal di hatinya. "Ya? Kenapa, Sya?" Tiba-tiba saja, pertanyaan yang sudah disiapkan oleh Tasya, tertahan di tenggorokannya. Hingga pada akhirnya, Tasya menggelengkan kepalanya dan mengurungkan niatnya. Vidya lagi-lagi memberikan senyuman agar Tasya tidak terlalu cemas. Udah Sya, lo nggak boleh mikirin yang aneh-aneh. Tiga puluh menit kemudian, tibalah mobil yang ditumpangi Tasya dan Vidya di sebuah hotel bintang lima dengan bangunan megah di bagian depannya. Kedua wanita beda usia itu langsung sama-sama turun. Baru di lobby hotel, Vidya dan Tasya sudah disambut oleh Max yang ternyata memang sengaja menunggu kedatangan mereka. Max membawa istri dan putri dari bosnya ke meja yang sudah dipesan. Suasana restoran di hotel mewah memang berbeda. Banyak orang-orang dari kalangan atas, lengkap dengan outfit bermerek yang menempel di badan para pengunjung. Hal itu tidak berbeda jauh dengan apa saja yang melekat di badan Tasya maupun Vidya kali ini. Mereka masih terus berjalan membelah restoran yang bisa dibilang cukup ramai. "Bos besar ada di dalam. Silakan!" Max memberi tahu kepada Vidya juga Tasya, kalau mereka sudah ditunggu di dalam. Vidya mengangguk seraya mengucapkan terima kasih. Tetapi, ada hal yang membuat Tasya jadi curiga. Di depan private room itu tidak hanya ada satu sepatu saja, melainkan ada tiga pasang sepatu laki-laki dan ada satu pasang high heels. Belum sempat Tasya bertanya, Vidya sudah lebih dulu membuka pintu sehingga membuat Tasya tidak mendapat kesempatan bertanya. Gadis itu ikut masuk dan dia melihat ada empat orang sedang duduk lesehan. Kebetulan, restoran di hotel ini memiliki beberapa tema dan tadi Hanung memilih untuk mengambil tema japanese food. Jadilah mereka duduk di bawah. "Maaf, kami telat, Mbak." kata Vidya saat dia bersalaman dengan perempuan yang tidak dikenal oleh Tasya. "Ah, nggak apa-apa. Aku ngerti kok, namanya juga sama anak cewek." kekehnya seraya mengangguk dan mempersilakan Vidya serta Tasya duduk. Tasya masih belum paham, ini suasana macam apa. Dia sekarang seperti membenarkan pikiran tidak enaknya selama di perjalanan tadi. Mereka tidak hanya makan malam bertiga, melainkan bersama dengan keluarga lainnya. "Sya! Kenalin, ini anak Tante namanya Indra." perempuan dengan dandanan elegan itu tiba-tiba memanggil Tasya dan memperkenalkan putranya. Karena namanya dipanggil, Tasya refleks menoleh ke arah perempuan di depannya itu menunjukkan seseorang yang duduk di samping kirinya. Mata Tasya terbelalak ketika tahu bahwa lelaki yang dikenalkan padanya itu ternyata Indra. Teman dekatnya Virgo dari semasa SMP. Jelas saja, Tasya kenal baik dengan Indra. Begitu pula sebaliknya, karena mereka dulu sering main bareng juga kalau Tasya ikut Virgo. "Loh, Sya?" Indra pun tampak kaget saat tahu bahwa perempuan yang akan dijodohkan dengannya itu Tasya, mantan kekasih sahabat karibnya. "Kalian sudah saling kenal?" Farhan menyela, karena lelaki paruh baya itu tampak penasaran pada hubungan Tasya dan Indra di luar sepengetahuan para orang tua. "Kami dulu satu sekolah pas SMP, Pa." Tasya mengangguk membenarkan jawaban Indra, karena mereka memang dulunya teman satu angkatan saat di bangku sekolah menengah pertama. "Wah, kalau begitu bagus dong. Kalian nggak perlu lama-lama pendekatan karena sudah saling kenal." Hanung ikut menyambar bagaikan petir di tengah-tengah hujan. Perkataan Hanung tadi membuat Tasya seketika menoleh ke arah papanya. Dia semakin mencium aroma yang tidak sedap. "Pendekatan? Maksud Papa pendekatan dalam hal apa nih?" tanya Tasya seketika. Pandangan Tasya mengedar dari kanan ke kiri, tapi tidak ada satupun dari mereka yang berniat menjawab. Hanya wajah mereka saja yang terlihat sedikit tegang. "Jadi begini, Sya. Niat kami makam malam bersama hari ini itu, karena kami ingin menjodohkan kamu dengan Indra. Dan, malam ini juga kalian langsung tunangan." Farhan akhirnya menjawab karena tidak ingin menunda-nunda lagi. "Perjodohan?" Tasya mengulangi perkataan Farhan tadi karena dia takut salah dengar. "Iya, Papa sama Mama juga setuju untuk menjodohkan kamu sama Indra." kali ini, Hanung yang menjawab pertanyaan putrinya. Kenyataan apa lagi ini? Tasya tidak tahu harus merespons seperti apa. Dia sekarang ini sangat ingin marah, tapi Tasya tidak bisa melampiaskannya di sini sehingga dia hanya memilih menahannya saja. "Pa, Om, aku izin buat ngajak Tasya keluar sebentar. Kami mau bicara empat mata." Indra tiba-tiba membuka suara, membuat para tetua di sana sama-sama menganggukkan kepala. Indra keluar lebih dulu, baru disusul oleh Tasya. Mereka berjalan ke arah taman yang terletak di belakang restoran. Keduanya memilih bangku yang tersedia di sana dan duduk berdampingan. "Gue tahu, lo pasti kaget dengan perjodohan ini." Indra memulai percakapan. "Banget. Gue kaget banget. Gue nggak tahu apa yang ada di dalam pikiran mereka, sampai-sampai mereka mau ngejodohin kita." Angin berembus, menerpa anak rambut Indra yang tidak bergoyang sedikit pun. Malam ini, langit dipenuhi oleh cahaya bintang, sehingga membuat pemandangan di taman jadi lebih indah. Sayangnya, tidak seindah suasana hati Tasya. "Mungkin ini terdengar mendadak dan memaksa. Tapi gue bakal nerima perjodohan ini." Nggak apa-apa, gue mending nikah sama Tasya daripada gue didepak dari kartu keluarga. Lagian kita udah saling kenal ini, walau gue juga nggak tahu bakal bisa jatuh cinta ke dia atau enggak. Lanjut Indra di dalam hati. Mendengar tentang kata perjodohan dari Farhan saja sudah membuat Tasya gelisah, apalagi sekarang Tasya mendengarnya dari bibir Indra langsung yang bilang bahwa dia akan menerima. "Nggak bisa gini dong, Ndra. Keputusan itu harus diambil oleh dua belah pihak. Gue nggak setuju." Tasya masih teguh dengan pendiriannya, kalau dia tidak akan menerima perjodohan ini. "Mau kita berdua nerima atau enggak soal perjodohan ini, kita bakal tetap dipaksa nikah, Sya." Kepala Tasya menoleh ke samping, sorot matanya memancarkan aura kemarahan tapi Tasya tidak bisa berbuat apa-apa. "Ndra, tapi gue masih sayang sama Virgo dan gue pengen memperjuangkan Virgo lagi sampai gue berhasil dapetin dia." wajah Tasya berubah jadi berbinar-binar hanya karena mengingat Virgo-cinta pertamanya. "Virgo udah nikah, Sya. Jadi lo harus sadar diri kalau lo nggak akan bisa mengambil Virgo dari istrinya." Jantung Tasya rasanya seperti berhenti berdetak dalam sepersekian detik ketika mendengar bahwa lelaki yang dia rindukan itu sudah melepas masa lajangnya. Indra tidak lagi mau mendengarkan alasan Tasya menolaknya, dia langsung pergi dari sana dan memberi tahu para tetua kalau dia mau dijodohkan dengan Tasya. Sementara Tasya, dia tidak punya tempat buat menolak. Seperti rencana awal, kalau Tasya dan Indra akan bertunangan malam ini juga. Mereka sudah selesai bertukar cincin meski Tasya melakukannya dengan sangat terpaksa karena merasa tidak suka atas perjodohan ini. "Untuk pernikahan, kalian tidak perlu pusing. Kami yang akan mempersiapkan semuanya." sela Hanung yang langsung membahas tentang pernikahan. "Pa? Aku sama Indra baru tunangan, terus kita bakal langsung nikah gitu? Apa nggak kecepeten, Pa?" tanyanya sedikit panik. "Enggak Sya, Om juga setuju kalau kalian segera menikah." Farhan ikut angkat bicara. "Iya Sya, Tante juga udah pengen gendong cucu." Tubuh Tasya merinding sendiri mendengar Luna membahas tentang cucu. Tasya tidak bisa berkata-kata lagi karena di sini, hanya dia yang tidak setuju tentang rencana pernikahannya dengan Indra. Indra, lo egois banget jadi cowok. Awas aja kalau nanti kita beneran jadi nikah, gue nggak akan bersikap baik sama lo. Tekad Tasya dalam hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD