3. Make a Deal

1340 Words
"Kook, sedang apa kau di sini?" Tanya Jinseok ketika kembali ke ruangannya dan menemukan adik kesayangan -sekaligus yang terahil layaknya iblis cilik- duduk manis di bangku kebesarannya layaknya boss. Well, Jungoo memang bos, tapi ini bukan maksud sebenarnya-lebih dari itu Memutar bangku dengan ponggah dengan kaki di angkat ke meja khas penguasa yang suka seenaknya. Dua kata terakhir sangat tepat mengingat ruangan ini adalah milik Kim Jinseok. "Ada yang salah dengan datang ke perusahaanku? Aku punya saham juga di sini, hyung." Jawab Jungoo sambil mengedikan kedua bahu seolah apa yang dia katakan sangat benar. Jinseok tentu tak bodoh. Memutar bola mata malas. "Lalu ke mana saja kau selama ini?" Mendengar itu Jungoo tersenyum lebar dengan mata menyipit lucu. Terlihat begitu inosen dan menggemaskan. "Apalagi? Bermain game dan menghabiskan uang. Itu sudah jelas kan, hyung?" jawab Jungoo tanpa rasa bersalah sama sekali. Kepala Jinseok rasanya mau pecah. Memijit pangkal hidung sambil menghela napas panjang. Sementara Jungoo memang sialan dan kelewat nakal, karena dia menikmati pemandangan itu. Suka sekali membuat kakak-kakaknya kesulitan. "Jadi-Kim Taeri ke mana?" Tanya Jungoo sambil melirik ke segala arah dan mengintip keluar mencari-cari sosok gadis yang pernah memberikan kenangan indah. Harusnya asisten pribadi itu berada dekat dengan Tuannya, terutama jika itu Kim Jinseok. Jungoo tahu sekali sikap kakak tertuanya itu. "Aku sudah menebaknya sejak awal." "Tentu saja, memangnya apa lagi? Hyung ingin sekali aku datangi ya?" Bocah sialan! Ingin memaki tapi cengiran Jungoo yang sengaja menunjukan deretan gigi itu cukup membuat bungka. Kurang ajarnya jadi mirip sekali Kim Taekyung. Memang dibesarka dan tumbuh bersama enam orang membuat Jungoo memiliki setidaknya beberapa sikap mereka. "Dia sedang melakukan company tour. Dipandu asistenku yang lain." Jin melirik jam yang melingkar rapi di pergelangan tangannya. "Sudah dari tadi, sebentar lagi akan kembali." "Hyung, ganti jammu dengan rolex. Kau ini orang kaya raya. Sungguh jam itu jelek sekali. Murahan," ujar Jungoo bergedik melihatnya. Benar-benar bocah kurang ajar. Padahal kalau urusan fashion, Jungoo kalah total. Kalau orang tak sengaja bertemu Jungoo di tengah jalan tak akan menyadari mengingat yang dia kenakan hanya hodie kebesaran, topi, celana denim robek-robek dan masker yang hamper menutupi seluru wajahnya. Beruntung sekarang dia mulai mempedulikan penampilannya. Tak menunggurespon dari Jinseok, Jungoo sudah kembali berbicara. Memang sedari tadi dia hanya ingin menyerang tanpa mau dibalas. Membuat yang lebih tua diam kutu. Padahal biasanya Jinseok terkesan mengebu-ngebu da melempar balasan dengan mudah, bahkan Yunki saja kalah. Namun Jungoo ini sekali berbicara akan susah dikalahkan. Rasanya jadi seperti penjelasan permainan game. "Aku kaget kau jadi memperkerjakan Taeri. Ku kira hyung akan membatalkan begitu saja, jadi aku tak dapat bertemu dengannya lagi." "Jangan bercanda, Kook. Hyung tahu jelas bagaimana kau. Kalau aku melepaskannya, kau akan mencarinya justru. Lebih mudah dia menjadi asistenku. Aku bisa memantau kau kapanpun. Tak akan tertipu olehmu." "Hehe hyung tahu saja." Jinseok mengatur duduknya dibuat senyaman mungkin pada sofa berharga ratusan juta. Menaikan satu kaki ke paha dan merentangkan kedua tangan. Jas terbalut rapi khas penguasa sekaligus don juan. "Kau masih belum mau mengatakan apa tujuanmu, Jeon Jungoo?" "Hyung, aku tidak akan macam-macam. Kenapa kau tidak mempercayaiku sih?" protes Jungoo dengan bibir dimajukan sedikit dengan gemas. Matanya membulat dengan berbinar-binar. Ia melakukan itu secara alami tanpa sadar bahwa salah satu kelemahan orang-orang ada di sana. Sangat tidak selaras dengan apa yang dia lakukan saat ini. "Hyung percaya padamu, yang tidak hyung percaya adalah sebatas mana 'macam-macam' yang kau katakan." Kening Jungoo berkerut dan alisnya menukik memandang Jinseok dengan bingung-serius. "Hyung, kau bukan melarangku untuk bercinta dan sebagaiannya kan? Maksudku aku ini sekarang sudah dewasa dan larangan itu konyol. Kau tahu aturannya." Jinseok terkekeh. "Tentu saja bukan itu maksudnya. Jungoo, aku serius mengkhawatirkan apa yang akan terjadi. Begini saja ya aku akan mengatakan sebelum terlambat. Sebelum terjadi dan tidak boleh terjadi. Kau ini adalah penerus Jeon. Kau salah satu Bangtan. Kau ada di tingkatan tertinggi di mana orang-orang berlomba menggapai. Butuh kerja keras untuk mempertahankannya. Lebih dari saat kau menggapainya. Jadi-berhubungan serius dengan yang bukan kalangan kita hanyalah hal sia-sia. Cinta bukanlah hal yang utama untuk orang-orang seperti kita." Jungoo terdiam sesaat. Semua yang dikatakan Jinseok itu benar. Mereka tidak bisa melangkah asal atau seenaknya. Semua telah diatur demi kebaikan juga. Bisa dibilang tentang kehidupan Jungoo pun sejak awal sudah direncanakan sedemikian sempurna oleh pasangan suami istri Jein yang tidak lain adalah kedua orang tuanya. Tentu begitu juga dengan cinta atau menikah. Tak masalah karena apa yang ia dapatkan setimpal. Sebuah kesenangan tanpa akhir. Kalau membicarakan gairah tak ada masalah sama sekali. Puaskan sesuka hati tapi tahu di mana lingkup batasan. Dan sebuah tawa meledak dari Jungoo. Terpingkal-pingkal seakan itu adalah lelucon terlucu yang pernah dia dengar. Matanya menyipit dan hidungnya mengerucut. Kerutan pada hidung dan bawah mata terlihat-biasa disebut eye crinckle. Persis seperti kelinci. Alasan Jungoo tertawa bukan karena meremehkan wejangan Jinseok atau ingin membantah, ia tahu itu adalah kebenaran mutlak. Namun lucu ketika Jinseok harus menjelaskan padanya seakan dia akan melanggar atau lupa terhadap hal itu. "Hyung... Aku tahu dan sadar siapa diriku. Lagipula aku tak ada ketertarikan semacam itu pada Taeri. Tenang, tujuanku bukan itu." "Lalu kalau begitu kenapa kau sangat bersemangat sekali dengan dirinya? Apa yang kau rencanakan, Jeon?" "Terserah, yang pasti-I'll get her from you, hyung!" deretan gigi kembali terlihat dengan dua gigi terdepat menyembul keluar seperti kelinci. Pemanis. --- Rok pendek hitam dengan belahan di pinggirnya menampilkan paha putih yang menggoda. Rambut pendek berwarna coklat tembaga yang digerai namun pada bagian kiri sengaja disematkan ke belakang telingga hingga menampakan anting panjang yang hanya dipakai satu sisi. Jangan lupakan bagaimana leher jenjang itu jadi terlihat begitu menggoda. Entah mengapa kemeja yang seharusnya terlihat biasa saja jadi elegan dikenakan gadis itu. Jika membandingkan Taeri dengan sekertaris atau gadis yang menjadi salah satu asisten-menyabut layaknya receptionist di depan ruangan Jinseok, tentu kalah cantik. Wanita sangat cantiklah yang bisa berada di sekitar Jinseok. Bukan hanya Taeri yang bingung mengapa dia diterima, tapi juga seisi kantor dengan beberapa orang yang iri pasalnya gadis itu langsung menjadi asisten pribadi. Tapi kali ini mata Jinseok terpaku pada sosok Taeri. Ia memang tak lebih cantik-atau mungkin karena cantk itu relatif, maka Taeri terlihat lebih di atas gadis manapun saat ini. Sangat charming. "Aku sudah berkeliling. Lalu sekarang apa yang harus aku lakukan, Tuan Kim?" Tanya Taeri menunduk dengan sopan sambil tetap berdiri tegak dengan sepatu hak tinggi yang sebenarnya cukup mengganggu. Taeri itu elegan dan feminim, tapi sepatu hak tinggi bukanlah teman yang baik untuknya, mengingat di jalan lurus tanpa hambatan apapun saja dia bisa terjatuh. "Berbicara denganku," sambar Jungoo buru-buru mengambil kesempatan dari keheningan yang ada. Taeri menoleh secara reflex pada Jungoo. Manik mereka saling bertemu. Salah tingkah tingkah seketika, membuang muka. Namun detik berikutnya Taeri harus kembali menatap Jungoo demi menunjukan sopan santun mengingat di mana posisinya. Pria yang lebih muda darinya itu salah satu bos. "Baik Tuan Jeon." Sejujurnya dari tadi Taeri berusaha menghindari tatapan Jungoo. Bertingkah biasa seakan pria itu tidak ada atau bukan yang pernah bercinta dengannya. Sungguh suasana yang sangat buruk. "Tidak! Kau tidak bisa membawa Taeri ke mana-mana. Kalau mau bicara di sini saja , Kook. Dia ini asisten pribadiku." Jungoo memutar bola mata. Alasan yang sangat menyebalkan dan tidak dihabis pikir, tapi sayangnya memang itu benar. Jungoo sendiri sebenarnya tak ada masalah jika Jinseok mendengar. Seperti yang dia katakan sejak awal bahwa dirinya sama sekali tak berniat ke arah serius atau apapun yang merugikan menurut mereka. "Baiklah," jawab Jungoo santai. Jinseok cukup terkejut karena sedari tadi susah payah berdebat-bahkan dari beberapa hari lalu- namun hari ini Jungoo mengiyakan denga begitu mudah. Terlalu tenang. Jungoo bangkit dari kursi dan langsung berdiri di depan Taeri dengan jarak terlalu dekat. Tatapan intens yang membuat Taeri merasa terintimidasi dengan cara berbeda dan aneh. Semua feromon seakan menyeruak menjerat sampai terlena. Pening oleh pesona. "Let's make a deal with me, Kim Taeri." Bukan sebuah pertanyaan, permintaan atau ajakan, nada bicaranya tenang sekali tak menuntut tapi rasanya seperti sebuah perintah. Tak bias menolak. "A-apa maksudmu?" "Aku membutuhkanmu. Dan aku pastikan kau akan mendapat hal setimpal." Semua seperti terulang kembali namun kali ini Taeri tak tahu apa yang Jungoo inginkan. []   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD