Sosok wanita berambut panjang itu pun menyeringai membuat Ariya berteriak ketakutan. Dengan langkah mundur ia menabrak dinding dan terjatuh. Gadis kecil itu memejamkan matanya dengan erat, sedangkan kedua tangannya memegang erat Al-Qur'an yang ada dalam dekapannya.
"Pergi!" teriak Ariya lagi.
"Ariya kamu kenapa?" tanya Pak Wahyu, ustaz yang mengajar di surau tua.
Perlahan, Ariya membuka matanya yang telah penuh dengan air mata. "Pak, tolong! Ada hantu!" jawab Ariya dengan berderai air mata. Tubuhnya masih gemetar karena ketakutan.
"Hantu apa?" tanya Pak Wahyu bingung.
"Hiks ... ada hantu perempuan yang menggangguku sedari tadi," jawab Ariya masih dengan isakan.
"Sudah, sudah. Kamu tenang dulu. Ayo bapak antar ke rumah," pinta Pak Wahyu berusaha untuk membantu anak didiknya.
Sejenak semuanya terdiam. Pak Wahyu hanya menatap anak didiknya yang masih bergetar ketakutan. “Bapak antar pulang, ya!” ajak Pak Wahyu.
Ariya hanya mengangguk, rasa ketakutan pada dirinya perlahan-lahan mulai sirna dengan hadirnya Pak Wahyu.
Kini, mereka telah tiba di rumah Ariya. Pak Wahyu yang mengetahui latar belakang gadis itu hanya bisa menggelengkan kepala ketika melihat jalanan yang di penuhi dengan wanita malam.
“Assalamualaikum, Pak Haji!” sapa salah seorang wanita yang tengah duduk berjajar di pinggir jalan.
“Waalaikumsalam,” ucap Pak Wahyu sembari menengok kanan dan kiri. Namun, hanya suara yang terdengar.
“Ada apa, Pak Wahyu?” tanya Ariya.
“Barusan seperti ada seseorang yang memanggil?” tanya Pak Wahyu kebingungan. Pandangannya mengedar ke seluruh tempat yang ada di sekitarnya. Namun, tetap saja ia tak mendapati apa pun.
"Nak, ceritakan apa yang sebenarnya terjadi!" pintanya pada Ariya.
Manik mata bulat yang kini penuh air mata milik Ariya menatap ke arah sumber suara. "Tadi, saya melihat sosok wanita," ucap Ariya.
"Wanita? Apa dia hantu?" tanya Pak Wahyu menyelidik.
Ariya mengangguk dengan mantap. "Saya yakin, Pak. Apa yang saya lihat tadi itu benar-benar hantu," ujar Ariya bersikukuh.
"Baiklah. Kalau begitu kami tenangkan pikiranmu dulu. Ibumu ke mana?" tanya Pak Wahyu.
"Mama lagi kerja," jawab Ariya seraya menunduk.
Pak Wahyu menghela napas pelan, ia paham maksud dari Ariya. Tatapan matanya mengarah pada gadis mungil di hadapannya, ada rasa iba melihat Ariya yang harus hidup di lingkungan hitam ini.
Cukup lama Pak Wahyu berusaha untuk membuat Ariya merasa tenang sebelum akhirnya Pak Wahyu berpamitan pulang.
"Kamu baik-baik, ya, di rumah. Jika kamu takut, ingat ada Allah yang selalu bersama denganmu," ujar Pak Wahyu.
"Terima kasih, Pak. Saya akan mengingat pesan Bapak," ucap Ariya.
"Baiklah. Bapak pulang dulu, ya," pamit Pak Wahyu sembari keluar dari rumah Ariya.
Hening. Tak ada suara terdengar selain deru napas Ariya yang kini kembali memburu ketika siluet tubuh manusia kembali terlihat dari arah jendela rumah.
"Tolong!" pintanya lagi dengan suara lirih.
Gadis itu terdiam tanpa kata, tubuhnya kaku tak bisa digerakkan. Rasa takut benar-benar merasuki seluruh jiwanya.
Suara ketukan terdengar di telinga Ariya, namun gadis itu ragu untuk melihatnya.
"Kamu siapa?" tanya Ariya untuk memastikan apakah yang mengetuk manusia atau bukan.
Tak ada jawaban, Ariya pun meringkuk dengan kedua lututnya ia tekuk. "Pergi jangan ganggu aku!"
Tangan penuh darah milik sosok wanita itu mengetuk kaca jendela hingga meninggalkan jejak darah bercampur dengan belatung hidup.
"Tolong." Suara itu terdengar kian nyaring di telinga Ariya.
"Pe-pergi ... ja-jangan ganggu aku!" deru Ariya dengan suara bergetar, detak jantungnya berdetak dua kali lipat lebih kencang.
Perlahan, tangan busuk itu menembus kaca jendela hingga seluruh tubuhnya benar-benar masuk ke dalam rumah. Sementara itu, Ariya berusaha keras untuk membaca ayat suci Al-Quran. Namun, lidahnya terasa kelu, hingga ia tak bisa berucap.
"Tolong!"
Udara dingin menyebar di tengkuk Ariya, sedangkan tetesan peluh mengalir tak berhenti dari tubuhnya. Detak jantung gadis mungil itu berderak kencang, napasnya kian memburu.
Kini, sosok wanita itu telah berada di hadapan Ariya. Bau busuk dari tubuhnya menyeruak hingga membuat gadis kecil itu nyaris muntah.
"Tolong aku! Bebaskan tubuhku," pintanya.
Bulir bening mengalir dari pipi Ariya, ia sangat ketakutan hingga tak bisa berkata-kata. Perlahan, pandangannya memburam serta tubuhnya melemas sebelum akhirnya ia tak sadarkan diri lagi.
•••
"Aw." Suara rintihan Ariya seraya memegang kepalanya ketika ia tersadar.
Perlahan gadis itu mulai terbangun, tatapannya mengarah ke arah sekitar tempat dirinya kini berada. Semuanya gelap, hanya terlihat lampu penerangan jalan di pinggir pemukiman, sedangkan Ariya berada di bawah pohon beringin besar di samping sungai desa.
"Kenapa aku ada di sini?" tanya Ariya lirih.
Hawa dingin kembali terasa. Gadis itu meringkuk ketakutan seraya menggenggam kuat rerumputan di sekitarnya.
Bayangan melintas dengan cepat mengelilingi tubuh Ariya sebelum akhirnya berhenti tepat di gadis mungil itu. Secara perlahan, bayangan putih tadi berubah hingga menyerupai sosok wanita yang selalu mengganggu Ariya sedari tadi ini.
"Jangan takut. Aku butuh pertolonganmu," pintanya mengiba.
Ariya masih terdiam. Perlahan, sosok hantu yang tadinya sangat menyeramkan kini berubah menjadi sosok wanita cantik tanpa luka serta bau busuk.
"Kumohon bantulah. Kematianku tidak tenang," pintanya lagi.
Namun, Ariya masih tak bisa berucap. Ia bingung harus berkata apa pada sosok wanita yang ada di hadapannya.
"Tolong aku, agar aku bisa pergi dengan tenang," pinta sosok wanita itu.
"Ba-bagaimana caranya?" tanya Ariya memberanikan diri ketika batinnya mulai terenyuh.
Raut wajah wanita itu seketika berubah. Aura kebahagiaan terpancar dari wajah pucat pasi miliknya. Perlahan tangan wanita tadi terangkat dan menunjuk ke arah sungai yang masih mengalir dengan deras.
"Aku ada di sana, temukan dan bebaskan aku." Setetes bulir berwarna hitam mengalir dari pelupuk matanya.
"Mengapa kamu ada di situ?" tanya Ariya.
"Aku tak pantas untuk dikembalikan ke alam, tetapi aku di sini tersiksa, kumohon bebaskan aku dari dosa besar yang pernah kulakukan. Lepaskan susuk yang menempel di tubuh hinaku," pintanya.
Sosok wanita itu bernama Laksmi. Seorang kupu-kupu malam yang telah lama bekerja di dunia malam. Bahkan, ia rela memasung tubuhnya dengan jerat ilmu hitam, susuk pengasihan yang membuatnya dengan mudah menarik perhatian lawan jenis. Namun, semakin lama tubuhnya tak bisa bertahan karena termakan usia hingga akhirnya ia harus meregang nyawa saat tengah melayani pelanggannya.
Tak ada seorang pun yang ingin berurusan dengan jasad seorang wanita hina, begitu juga dengan lelaki penikmat Laksmi. Hingga pria itu membuang tubuh Laksmi ke sungai besar di pinggir pemukiman. Ia berpikir bahwa tak akan ada yang memedulikan kematian dari seseorang wanita yang hina ini.
"Tolong aku," pintanya tak menyerah.
Ariya menatap ke arah sungai yang gelap dan hanya terdengar suara gemercik air. "Tapi ... aku tak bisa!" jawabnya ragu.
Tak terdengar suara dari Laksmi. Raut wajahnya kembali terlihat sedih, itu membuat Ariya menjadi kebingungan. Di satu sisi, ia yakin tak bisa membantu Laksmi seorang diri. Namun, di sisi lain, ia tak tega melihat penderitaan Laksmi yang kian menjadi.
Sejenak gadis kecil itu berpikir. "Aku akan meminta bantuan dari Pak Wahyu," ucapnya.