Gadis itu berlari sekencang mungkin. Ia membawa senternya dan terus melangkahkan kakinya di jalur perjalanan.
Ariya melirik ke arah belakang, tak ada yang mengikuti dirinya hanya mendengar suara yang samar. Napas gadis itu tersengal, ia merasa akan kehabisan napas. Akan tetapi, ia sama sekali tak memedulikan itu dan terus berlari agar segera sampai di pos berikutnya.
Napas Ariya tersengal-sengal, ia berlari sekuat tenaga karena beberapa kali ia mendengar suara rintihan seorang wanita. Sejenak dia berhenti mencoba mencari sumber suara, tapi tetap saja gadis itu tak melihat makhluk gaib maupun manusia.
"Jangan ganggu aku!" teriak Ariya. Walaupun dia berkali-kali melihat penampakan, Ariya terkadang memiliki perasaan takut. Gadis itu belum terbiasa dengan penampakan yang beraneka ragam.
Merasa sunyi tak terdengar suara rintihan, Ariya kembali berlari mencoba menghindari. Namun, tiba-tiba saja sosok putih bergelantungan di pohon dengan kepala di bawah membuat Ariya terkejut. Ingin rasanya dia menutup mata agar tak dapat melihat wajah buruk rupa makhluk tak kasat mata itu. Namun, justru matanya terbelalak dan melihat wajah tanpa rupa yang berada di hadapannya. Ariya pun berlari sekuat tenaga.
Suara gedubrak berasal dari kaki Ariya yang kembali tersandung akar pohon, ia meringis kesakitan ketika darah segar mengucur dari goresan akibat akar itu.
"Aw, aku harus cepat pergi," ucapnya dengan napas memburu.
Dengan sisa tenaga yang ia punya, gadis itu pun kembali melangkahkan kakinya, ia terus mengikuti petunjuk yang ada di sekitar jalan setapak itu.
Butuh waktu lima belas menit untuknya sampai di pos selanjutnya. Ia melangkah kakinya dengan gontai. Manik matanya berbinar-binar ketika melihat cahaya api unggun di bawah pohon.
"Syukurlah, itu pos selanjutnya," ucap gadis itu dengan peluh membasahi tubuhnya.
Ia segera mendekat ke arah panitia yang berjaga di pos itu. Napasnya terengah-engah saat menyebutkan sandi perjalanan.
"Ya, saya terima sandi kamu. Kamu kenapa? Kenapa kamu berlari seperti itu?" tanya seorang panitia.
Ariya terdiam, ia tak mungkin menceritakan apa yang ia lihat tadi karena mereka pasti tak akan percaya. Terlebih, saat ini Ariya tak ingin jika identitas aslinya terbongkar dan membuat para teman barunya meninggalkan dirinya lagi seperti dahulu lagi.
"A-aku gak apa-apa, Pak. Tadi hanya takut makanya lari," jawab Ariya lirih.
"Baiklah. Kamu segera berjalan ke pos terakhir, jaraknya hanya 50 meter dari sini," perintah panitia.
"Baik, Pak. Terima kasih," ucap Ariya sedikit bahagia karena bisa menyelesaikan acara malam ini dengan segera.
Ia segera menandatangani kertas tanda bahwa ia berhasil menyelesaikan misi ini dan segera berjalan ke arah pos terakhir. Beberapa menit kemudian, gadis itu qsampai di pos terkahir tempat area perkemahan di gelar.
Rupanya hanya tinggal dua orang saja yang akan menjalani misi jurit malam itu. Ariya segera berisitirahat setelah menyelesaikan tugasnya. gadis itu merebahkan tubuhnya di antara rerumputan karena saat ini para siswa yang telah berhasil menyelesaikan uji nyalinya tengah bersantai di pinggir api unggun.
Ariya masih berpikir tentang sosok yang dia temui tadi, sosok itu sangat menyeramkan. "Apa teman-teman lain akan bertemu mereka?" tanya Ariya dalam hati.
Untuk menghilangkan rasa takut di dalam dirinya, Ariya mencoba berbincang dengan teman lainnya.
Satu jam berlalu. Semua siswa telah selesai melakukan jurit malam. Para panitia pun kembali ke area perkemahan. Acara malam ini pun akan di sudahi setelah jurit malam ini.
"Ayo semuanya merapat ke api unggun. Yang tidur, tolong bangunkan," perintah Raka pada siswa.
Tanpa banyak bicara, para siswa segera menuruti perintah. Mereka pun berkumpul di sekitar api unggun, begitu juga dengan Ariya.
"Bapak ucapakan terima kasih karena kalian telah berhasil melewati uji kali ini, bapak bangga dengan kalian karena berhasil melawan rasa takut. Tak ada lagi yang manja karena merengek minta di temani, kalian hebat walaupun ada yang nangis tadi," ucap Raka sedikit terkekeh.
"Nah, sebagai penutup. Kita akan mengabsen satu per satu siswa dan kalian bisa istirahat setelah itu," ujar Yuni, panitia wanita.
"Baik, Bu," jawab para siswa serempak.
Satu persatu nama siswa pun di panggil. Para siswa pun menjawab dengan antusias saat namanya di panggil.
"Ema Safitri!" panggil Yuni lagi.
Tak ada jawaban, hening. Yuni sedikit bingung karena tak ada yang menjawab panggilan darinya. "Ema Safitri!" panggilnya lagi.
Namun, lagi dan lagi tak ada jawaban yang membuat perempuan paruh baya itu sedikit khawatir karena jika tak menjawab berarti tak ada di sekitar perkemahan ini. "Di mana Ema?" tanyanya lagi.
Tak ada yang menjawab, para siswa pun menjadi riuh karena saling bertanya tentang keberadaan Ema.
"Ada yang tahu di mana Ema?" tanya Yuni dengan raut wajah khawatir.
"Kami tidak melihatnya sedari tadi, Bu," jawab salah seorang siswa.
Yuni semakin khawatir karena jawaban siswanya. "Panitia, saya harap kalian semua ke sini," perintah Yuni pada panitia yang berjaga di sekitar area perkemahan.
"Ada apa?" tanya Agus yang melihat Yuni dalam keadaan panik.
"Gawat, Gus! Ema hilang!" jawab wanita itu yang bernama Yuni dengan nada tinggi dan terlihat cemas.
"Apa? Kok, bisa?" timpal Rina salah satu panitia juga.
"Apa di sini ada yang bernama Ema?" tanya Agus dengan intonasi tinggi.
Tak ada jawaban. Beberapa murid pun berbisik-bisik hingga terdengar riuh. mereka saling bertanya di mana keberadaan gadis yang berasal dari kelas sepuluh itu.
"Diam! Saya minta kalian diam dan jawab pertanyaan saya! Apa ada di antara kalian yang bernama Ema?" tanya Agus lagi.
"Tidak ada, Pak!" jawab semua murid dengan serempak.
"Kita harus cari dia. Ini sudah malam. Di mana kalian melihat Ema untuk terkahir kalinya?" tanya Rina pada semua yang ada.
"Saya melihatnya di pos delapan," ujar Rehan, panitia yang berjaga di pos delapan.
"Tapi kami tidak melihat Ema di pos sembilan," sahut Dedi, panitia yang berjaga di pos sembilan.
Agus terlihat bingung dan juga cemas. Ia membuka kertas yang ada di tangannya. Sekilas mereka mencari di sekitar jalur itu. Akan tetapi, cukup lama mereka mencari, hasilnya nihil.
Sekian lama mereka mencari tak ada yang berhasil menemukan Ema di mana pun. Hingga para anggota itu pun mulai kelelahan.
Ariya memejamkan mata, ia mulai berkonsentrasi akan sesuatu. "Baiklah, kita harus ke sana," ujar gadis itu seraya melangkah pergi menyusuri hutan di gelapnya malam hanya dengan bantuan dari sorot cahaya lampu senter.
Ariya melangkah sendirian. Ia tak peduli dengan gelapnya malam yang mencekam. Sesekali senternya ia fokuskan pada pohon-pohon rindang di sekitar. Lagi-lagi bukan manusia yang ia temui, melainkan sosok wanita aneh berambut panjang yang menutupi sebagian wajahnya.
Sesaat Ariya mulai melangkah lagi, guna mencari keberadaan Ema. Namun, tak ada satu pun jejak yang terlihat.
"Ema kamu di mana?" panggil Ariya