Arwah Penasaran

1363 Words
Ariya berjalan menyusuri jalanan. Udara mulai terik. Wajar, karena waktu telah menunjukkan pukul sebelas siang. Angin yang berembus pun terasa hangat di wajah Ariya. Gadis itu melanjutkan langkahnya sembari terus melihat ke arah belakang. Takut, jika sosok yang tadi memperlihatkan dirinya itu mengejar hingga ke rumah. Kini, jarak Ariya dengan rumah tak jauh lagi. Hanya beberapa meter lagi ia akan sampai. Akan tetapi, langkahnya terhenti ketika melihat rumahnya di padati orang, sekumpulan orang berseragam polisi pun terlihat di sekitar rumah. "Ada apa ini?" tanya gadis itu kebingungan. Manik matanya menatap ke sebuah bendera berwarna kuning yang terpasang di depan rumah. Ariya terkejut, ia merasa takut dan segera berlari menuju rumahnya untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di rumahnya. "Mama!" panggilnya sembari menerobos orang yang berlalu lalang di halaman rumahnya. Ia berhasil memasuki rumah. Terlihat sebuah peti mati berwarna putih terbaring di tengah ruang tamu. Sementara Clara tengah menangis tersedu-sedu sembari memeluk peti yang telah terkunci itu. Perasaan Ariya tak enak. "Pak Adi?" panggilnya lirih sembari berharap bahwa ia salah memanggil orang. Ariya mendekat, ia duduk di samping Clara. Sontak Clara memeluk tubuh Ariya dengan kencang, air mata masih mengalir dari kedua kelopak mata Clara yang telah bengkak. "Papamu ... papamu, Ariya!" ucap Clara menahan isakan. Ariya masih tak percaya jika yang kini terbujur kaku di dalam peti itu adalah sang ayah tirinya. "Bagaimana mungkin? Apa yang terjadi, Ma?" tanya Ariya. "Papamu kecelakaan," jawab Clara masih terisak. Setetes bulir bening mengalir di pipi Ariya. Ia tak menyangka jika sang ayah tiri harus pergi secepat ini. Untuk membuktikan ucapan sang Ibu, Ariya memberanikan diri untuk membuka peti yang sudah terkunci, karena ingin melihat jasad yang ada di hadapannya. Sontak semua yang melihat terkejut. Ketika melihat kondisi Adi, jasadnya hancur, wajahnya tak bisa di kenali lagi. Dan hal itu membuat Clara semakin menangis sejadi-jadinya. *** Sore menjelang. Pemakaman umum di penuhi oleh para pelayat yang mengantarkan Adi ke tempat peristirahatan terakhir. Clara masih menangis di atas pusara makam. Sementara Ariya berada di samping Clara. Pemakaman pun berlangsung cepat karena matahari akan terbenam. Setelah berdoa untuk almarhum, seluruh para pelayat pun pulang ke rumah masing-masing. Ariya memapah ibunya untuk pergi meninggalkan makam ini. Akan tetapi, manik matanya menangkap sesuatu di pinggir pemakaman. Terlihat seseorang berdiri di sana, tetapi ia hanya terdiam menatap ke arah pusara makam Adi. Rupanya, ia adalah sosok mengerikan yang menemui Ariya di sekolah siang tadi. Ariya terkejut dan berusaha untuk memalingkan wajahnya agar tak menatap ke arah sosok itu. "Apa dia ngikutin aku?" batin Ariya panik. "Ayo, Ma. Sudah mau Magrib," ajak Ariya pada sang ibu agar mempercepat langkahnya. Mereka pun meninggalkan area pemakaman dan pulang ke rumah. *** Setelah di adakan tahlilan malam pertama, Ariya pun memasuki kamarnya. Ia ingin beristirahat, karena semenjak siang tadi terlalu banyak hal yang menimpa dirinya, sampai saat ini ia masih tak percaya jika sang ayah telah pergi mendahuluinya. Ia duduk di tepi ranjang, ingatan saat masih bersama dengan ayah sambungnya kembali terlintas di pikiran. Ariya mengembuskan napas pelan, sesak di d**a jika mengingat semua itu. "Tolong." Terdengar suara lirih dari arah luar rumah. Sontak Ariya terkejut. Ia menatap ke arah sekitar. Tak ada siapa pun. "Siapa kamu?" tanya Ariya ketakutan. "Tolong." Suara itu terdengar lagi membuat Ariya semakin ketakutan. Daun jendela terbuka dengan kencang bersamaan dengan angin yang berembus kencang. Sosok hancur yang ia lihat di sekolah tadi terlihat berdiri tepat di depan jendela kamarnya. "Aaaarrrggghhh!" Ariya berteriak. Sosok itu benar-benar mengerikan dengan tubuhnya yang hancur. "Tolong aku," pintanya. Ariya tak menjawab, ia berlari ke arah atas meja. Tangannya dengan gesit mengambil sebuah Al-Qur'an, ia segera membaca beberapa macam surah dan membuat sosok mengerikan itu pergi dari hadapannya. *** Hari demi hari pun berganti, setiap malam sosok yang mengerikan itu selalu datang ke Ariya. Namun, gadis itu selalu berhasil mengusirnya dengan membacakan ayat-ayat dari kitab suci. Sudah enam malam, sosok itu terus mendatangi dirinya. "Semoga malam ini, dia tak datang lagi," ucap Ariya sembari menutup tubuhnya dengan selimut tebal dan bersiap untuk tidur. Denting jam pun terdengar. Malam semakin larut, suasana hening pun begitu terasa, udara dingin menerpa tubuh gadis itu. Akan tetapi, ia tak membuka matanya dan memilih untuk melanjutkan mimpinya. "Ariya! Ariya!" Terdengar suara Clara memanggil namanya. Sontak saja Ariya terbangun. "Apa Mama manggil aku tadi?" gumamnya. "Ariya! Kesini!" perintah itu terdengar dari kamar Clara. Ariya pun bangkit dari ranjang. Ia berjalan secara perlahan menuju ke kamar sang mama. Langkahnya gontai, ia masih mengantuk. Gadis itu pun masuk ke dalam kamar Clara. "Ada apa, Ma?" tanya Ariya sembari mengucek matanya. Ia berbicara pada Clara yang tertidur dibalik selimut. "Ariya, bantu aku." Suara itu kembali meminta. "Bantu ap--" Ariya terdiam. Ia berusaha untuk mencerna semua yang terjadi di kepalanya. Sontak ia terkejut ketika mengingat bahwa Clara sore tadi pergi ke rumah temannya untuk menghilangkan rasa sedihnya. Lalu siapa yang ada di dalam kamar ini dan memanggil Ariya ke sini? Manik mata Ariya membelalak, ia berjalan mundur. Namun, tiba-tiba saja pintu tertutup dengan sangat keras hingga membuat gadis itu terkejut setengah mati. Selimut yang menutupi tubuh di ranjang Clara tersingkap dengan cepat hingga memperlihatkan siapa yang ada di sana, di ranjang Clara. Sosok yang selalu datang pada Ariya itu berada di sana. Wujudnya masih sama. Perlahan sosok itu pun berdiri dan berjalan menuju ke arah Ariya yang sudah sangat ketakutan. Ia tak bisa apa-apa karena di dalam kamar Clara tak ada Al-Qur'an yang bisa mengusir sosok itu. "Aaaarrrggghhh! Pergi!" teriak Ariya ketakutan. Sosok itu kian mendekat, kini mereka saling berhadapan. Ariya tak bisa berkata-kata, tubuhnya seperti mati rasa, lidahnya kelu tak bisa berucap lagi. "Jangan takut, ini aku, Adi, ayahmu," ucap sosok itu. "A-ayah?" tanya Ariya terkejut. Alhasil, ingatan tentang bagaimana rupa sang ayah ketika meninggal pun teringat. Ya, kondisi mereka sama-sama hancur. "Jadi, selama ini, Ayah yang datang ke aku?" tanya Ariya lirih. "Iya, Ayah tak bisa tenang dan meninggalkan dunia ini," ujarnya. Ketakutan Ariya sedikit mereda saat tahu bahwa ayahnya lah yang berada di hadapannya. "Apa yang bisa Ariya bantu agar Ayah tenang?" tanya Ariya karena ia yakin bahwa Adi datang ke padanya untuk meminta bantuan. "Ayah ingin meminta tolong pada kamu, untuk mencarikan foto mamamu yang ada di jalan tempat kecelakaan itu. Ayah mau, kamu memberikannya ke mamamu," pinta Adi. "Hanya itu? Aku akan membantumu, aku akan mencarikan foto itu di tempat kecelakaan Ayah," ujar Ariya yakin. "Terima kasih, Ariya," ucapnya. Ariya pun tersenyum. Ia segera keluar dari kamar Clara dan menuju garasi, di sana ada sebuah sepeda kayuh milik Clara. Ariya mengendarai sepeda itu menuju ke arah tempat kecelakaan. Tempat kejadian perkara cukup jauh, gadis itu menempuh perjalanan hingga dua jam untuk menuju ke tempat tujuan. Malam kian larut, udara pun semakin dingin. Namun, itu semua tak menyurutkan niat Ariya. Setelah cukup lama, akhirnya ia pun sampai di tempat kejadian nahas itu. Ia meletakkan sepeda tak jauh dari jalanan TKP. Penerangan jalan membantu dirinya untuk melihat ke arah sekitar. Di aspal tempat Adi meregang nyawa terdapat sebuah gambar yang menggambarkan posisi tubuh saat Adi meninggal. Ariya mendekat, ia berjongkok tepat di samping gambar itu. "Yah, semoga tenang di alam sana," ucapnya lirih sembari mengusap aspal dingin. Jejak darah telah di tutup oleh tanah agar bau nya tak menggangu pengguna jalan. Ariya kembali berjalan, ia mulai mencari foto yang Adi maksud. Di dalaman barang peninggalan korban yang diberikan oleh polisi pada Clara tak terlihat foto itu. Kemungkinan besar foto itu terjatuh di sisi jalan ketika kecelakaan itu terjadi. Tiga puluh menit Ariya mencari foto itu di antara semak belukar yang ada di pinggir jalan dengan bantuan senter ponsel. Akhirnya ia menemukan foto Clara yang di penuhi oleh darah kering. Darah itu adalah darah Adi, saat kecelakaan terjadi foto itu terbawa angin hingga tersangkut di antara semak belukar. "Akhirnya ketemu!" seru Ariya senang. "Apa ini?" tanyanya sembari melihat foto itu dengan jelas. Ada sebuah tulisan di belakang foto itu. Rupanya tulisan itu adalah tulisan Adi. Tulisan permohonan maaf yang di tulis dengan sepenuh hati. Ariya terenyuh melihat tulisan Adi untuk ibunya. Tak ingin membuang waktu, ia kembali ke rumah. Mentari pun telah menunjukkan dirinya, Ariya segera masuk ke dalam rumah sebelum Clara pulang. Ia meletakkan foto itu di meja riasnya agar ketika pulang nanti, ibunya akan membaca tulisan yang ada di balik foto itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD