BAB 11 - Pounding

1704 Words
"Jensen."seru Leyna terkejut ketika menemukan Jensen berdiri di hadapannya. Jensen sampai begitu cepat di Apartemenya cukup mengejutkan. Bibir Leyna yang tersenyum seketika terhenti ketika melihat ekspresi lelah di mata Jensen. "Hai."sapanya dengan senyum tipis, ekspresi Jensen terlihat muram, melihat itu Leyna menjadi khawatir. Leyna membuka pintu Apartemennya lebar-lebar dan mempersilahkan Jensen masuk ke dalam. Jensen langsung masuk ke dalam Apartemen Leyna dan melepaskan sepatunya lalu coat nya yang Leyna ambil dan menggantungnya di sisi lorong menuju pintu keluar. Jensen memakai sweater coklat dan celana bahan panjang berwarna hitam. Udara di luar memang cukup dingin karena hujan lagi-lagi turun membasahi kota. "Kau bermimpi buruk?."tanya Leyna membuka percakpan, keberadaan Jensen malam ini di Apartemennya membuat Leyna gugup, berbeda dengan malam kemarin ketika Jensen datang dalam keadaan mabuk dan ia tidur semalaman di kamar namun kali ini, Jensen dalam keadaan sadar dan matanya yang indah menatapnya kemanapun Leyna pergi. "Ya. Mimpi yang tidak menyenangkan. Kau baru pulang?."Jensen melirik ke arah celana jins yang masih Leyna kenakan, celana yang sama ketika ia pergi bersama dengan Jensen tadi pagi. Leyna terkejut melihat ketelitian Jensen dalam memerhatikan apa yang ia kenakan. Leyna menganggukkan kepalanya dan tersenyum lebar menatap Jensen. "Ya. Kami menonton beberapa film dan mampir ke toko Helen."setelah mengatakan hal itu Leyna tersadar, kenapa dia harus mengatakan tentang hal ini pada Jensen. Ia tak mengerti kenapa. Leyna pergi menuju kamarnya dan mengambil celana training hitam untuk ia pakai malam ini. "Berbaringlah lebih dulu. Aku ingin ganti pakaian."seru Leyna sebelum meninggalkan Jesen yang tengah berdiri di ambang pintu kamarnya. Leyna berjalan dengan cepat menuju toilet. Ia mencuci wajahnya, menyikat gigi dan memakai pelembab wajah, yang kemudian mengganti pakaiannya dengan kaus hitam dan celana training berwarna senada dengan garis putih di sisi celananya. Setelahnya ia kembali ke dalam kamarnya dan mendapati Jensen tengah duduk bersandar pada headboard ranjang tempat tidurnya. Biasanya Leyna hanya menemukan pria seperti Jensen di sebuah khayalan dan film-film. Kini ia mengalaminya dengan nyata, pria setampan Jensen berada di dalam kamarnya, Leyna rasa ia sedang bermimpi namun hal ini terlalu nyata untuk dianggap sebagai khayalan. "Pakaian itu cocok di tubuhmu."Ucapan Jensen spontan membuat Leyna melirik ke arah pakaiannya. Ia sudah memerhatikan penampilannya tadi di toilet namun tak merasa ada yang salah dengan itu, dan kini ia memerhatikan penampilannya lagi, sepertinya memang tidak ada yang salah. Jensen memuji hal itu membuat Leyna merasa senang. "Terima kasih."Leyna naik ke atas tempat tidurnya dan duduk di samping kanan Jensen. Ini terasa canggung, mendadak Leyna tak tahu apa yang harus ia katakan, biasanya ide obrolan mengalir begitu saja di dalam kepalanya. Leyna tak bisa menoleh pada Jensen walau ia sangat ingin melihat wajahnya, namun yang kini ia lakukan hanyalah menatap buffet kamarnya dengan perasaan canggung. "Leyna."panggil Jensen dengan nada suara rendah yang membuat Leyna menoleh padanya. Ketika Leyna menatap mata itu, jantungnya kembali berdebar. Leyna menyukai mata Jensen, berwarna biru terang yang terlihat sangat mempesona. "Ada apa!." "Boleh aku memelukmu?."Leyna terpengangah, sebelumnya tidak pernah ada pria yang meminta ijin untuk memeluk tubuhnya. Leyna mengangguk perlahan, tatapannya jatuh pada mata Jensen yang menatapnya begitu intens. Jensen mendekati Leyna perlahan-lahan lalu menarik tubuh Leyna hingga menempel dengan tubuhnya. Leyna menahan nafas ketika Jensen memeluk tubuhnya, ia dapat merasakan ketika tangan kekar Jensen menyentuh pinggangnya dan ketika telapak tangan besar itu memeluk tubuhnya. Leyna merasa begitu dekat, Jensen membaringkan tubuhnya dengan memeluk tubuh Leyna. Tatapan mereka bertemu untuk beberapa saat, Leyna hanya terdiam dan menatap mata Jensen yang sangat indah untuk ditatap. Leyna menyentuh sisi kepala Jensen dan mengusap sisi wajahnya dengan gerakan lembut, hingga membuat Jensen memejamkan matanya. "tidurlah.. sudah malam." Jensen membuka matanya lalu menarik tubuh Leyna menjadi lebih dekat, wajahnya berada di leher Leyna menghirup dalam aroma tubuh wanita itu. Leyna mengerjapkan kedua matanya, beberapa kali ia bernafas dan menahan nafasnya lagi karena terlalu gugup. Jensen begitu dekat dengannya bahkan mungkin menempel hingga membuat Leyna tak bisa bernafas dengan benar. Sudah 30 menit Leyna seperti ini, tidur di peluk dengan Jensen sementara kedua tangannya hanya menyentuh bahu Jensen dengan perasaan canggung. Leyna menggerakkan tubuhnya namun Jensen malah semakin mengeratkan pelukannya.  Leyna menggerakkan tubuhnya berputar menjadi membelakangi Jensen, lagi-lagi Jensen memeluknya dengan erat. Leyna tak tahu apakah Jensen sudah tidur ataupun belum namun yang Leyna tahu pelukan Jensen tak mengendur sekalipun, pelukannya begitu hangat dan nyaman hingga membuat Leyna pada akhirnya memejamkan mata, terlelap dalam tidurnya. *** Ketika ia terbangun Leyna melihat wajah Jensen tepat di hadapannya hingga spontan membuat Leyna memejamkan mata nya lagi, ia begitu terkejut karena mendapati wajah Jensen berada tepat di hadapanya, ia tengah menatapnya ketika ia sedang tertidur. Leyna dapat merasakan getaran dari kasurnya ketika Jensen tertawa. Perlahan-lahan Leyna membuka sedikit matanya dan merasakan wajah Jensen yang semakin dekat di hadapannya. Leyna berpura-pura tidur, ia menggerakkan tubuhnya untuk menghindari Jensen namun ia tidak bisa melakukannya karena tangan Jensen begitu erat memeluk pinggangnya, hingga membuat Leyna tak bisa benar-benar bergerak untuk menghindari Jensen. "Aku suka melihatmu tidur." Leyna sadar ia sudah ketahuan, lantas ia membuka matanya dan kini ia benar-benar dapat melihat wajah Jensen tepat di hadapannya. Rasanya tidak adil karena Jensen terlihat begitu tampan bahkan ketika ia baru saja bangun tidur. "Kau bermimpi buruk lagi?." Jensen menggelengkan kepalanya, bibirnya tersenyum tipis dan terlihat menyenangkan untuk di pandang pada pagi hari ini, cuaca begitu bagus sama halnya dengan suasana hatinya saat ini. Jensen menarik Leyna menjadi lebih dekat padanya lalu memeluk tubuhnya semakin erat, rasanya seperti belum menempel saja. Leyna menahan nafas ketika Jensen menyentuh sisi wajahnya. Bagaimana ketika tangannya mengelus lembut wajahnya hingga membuat Leyna merasa nyaman dan begitu dikasihi. "Tidur dengan memelukmu membuatku terlelap. Aku senang memutuskan untuk langsung datang kemari dan bertemu denganmu." "Senang mendengarnya."ucap Leyna yang membuat Jensen menatapnya intens, hal itu membuat jantung Leyna berdebar keras. "Sore ini ada acara amal dan aku akan memberikan beberapa pidato, maukah kau menemaniku ke sana malam ini?." Leyna tak langsung menjawabnya, ia memikirkan hal itu tentang keputusan yang akan ia ambil. Apa tidak apa-apa jika ia pergi ke sana berdampingan dengan Jensen seorang pria luar biasa tampan yang memiliki penggemarnya sendiri. Leyna sangat percaya diri jika hal itu menyangkut tentang pekerjaannya namun tidak dengan menjadi pendamping seorang pria yang nyaris sempurna seperti Jensen Harden, Leyna rasa ia tak pantas jika berdiri di sisinya, Leyna merasa ia tidak pantas menandingi ketampanan Jensen. Tidak adil rasanya jika pria setampan Jensen berdiri di samping wanita biasa sepertinya. Leyna tertunduk dan memainkan ujung bajunya dengan gugup karena Jensen terus saja memerhatikannya. "Aku rasa... aku bukan wanita yang cocok. Maaf."ucap Leyna lirih, Leyna merasa ketegangan di antara ia dan Jensen, ia melirik Jensen yang masih menatapnya namun ekspresinya tak selembut tadi. Leyna tak bisa membaca bagaimana perasaannya dengan ekspresi itu. "Kau tidak percaya diri."Leyna beralih menatap Jensen dan tersenyum enggan. "Aku akan buat sarapan."Leyna mengabaikan apa yang Jensen katakan, ia melepaskan tangan Jensen dari pinggangnya, ia beringsut turun dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar meninggalkan Jensen begitu saja. Leyna pergi menuju toilet untuk mencuci wajahnya dan menyikat gigi sebelum membuat sarapan untuk ia dan Jensen. Leyna dapat mendengar pintu kamarnya dibuka, Jensen keluar dari sana dengan jaket yang berada di sebelah tangannya. "kita sarapan di luar saja bagaimana?."Leyna pikir Jensen akan pergi, secepat ini. Leyna langsung melirik jam dinding yang terpajang di atas tv nya. Waktu sudah menunjukan pukul 9 pagi, Leyna tak tahu ia akan bangun sesiang ini, biasanya jam 6 ia sudah bangun walau itu di hari libur. Apa ini karena ia tidur dalam pelukan Jensen, bukankah ini sangat berbahaya bagi polar tidurnya karena bangun terlalu siang, atau karena ia tidur terlalu pagi karena kurang tidur akibat keberadaan Jensen di atas kasurnya. Leyna hanya menatap Jensen untuk beberapa saat sebelum melepaskan apronnya dan menggantungnya kembali di samping pintu rak. "Biarkan aku mandi dulu."Jensen menganggukan wajahnya lalu membiarkan Leyna melakukan apa yang dia inginkan. Leyna kembali ke dalam kamarnya untuk mengambil pakaiannya. Leyna mandi begitu cepat, hanya butuh waktu selama 15 menit baginya untuk membersihkan diri yang kemudian terburu-buru mengoleskan pelembab di wajahnya, merapikan rambut panjang sebahunya sebelum keluar dari kamar dan melihat Jensen tengah menatap ke arah kaca Apartemennya. Leyna memakai celana jins dan sweater hoodie berlapis coatbiru navy, musim dingin akan segera tiba suhu cukup dingin hingga membuat Leyna berpakaian hangat untuk pergi keluar rumah. Jensen tersenyum ketika tatapan mereka bertemu, namun seketika Leyna terkejut sendiri ia baru ingat tentang Edward. Pria itu tak tahu jika Jensen berada di dalam kamar Apartemennya semalaman, bagaimana jika nanti mereka berpapasan. Edward akan berpikir yang aneh-aneh, Edward kurang menyukai Jensen, bisa dilihat bagaimana responnya ketika ia dan Viona membicarakan pria itu. Leyna tak tahu apa yang Edward tak suka dari Jensen, tapi yang selalu Edward katakan adalah untuk berpacaran dengan pria yang benar-benar baik baginya. Menurut Leyna Jensen adalah pria yang baik, walaupun mereka baru saling mengenal selama beberapa minggu. "Aku akan melihat Edward dulu, jangan sampai kita berpapasan dengannya." Jensen hanya menyerngit bingung ketika mendengar apa yang Leyna katakan, ia hanya diam dan menunggu apa yang sedang Leyna lakukan. Leyna membungkukan sedikit tubuhnya, sebelah tangannya berada di gagang pintu, perlahan-lahan ia mendorong pintu kamar apartemennya perlahan-lahan agar tidak menimbulkan suara, ia mengintip apakah Edward sedang berada di lorong atau tidak dan apakah kamarnya menandakan tanda-tanda akan terbuka, atau kemungkinan berpapasan ketika beberapa detik ia memutuskan untuk keluar kamar. Kosong. Leyna tak menemukan siapapun di luar. Leyna kembali menatap Jensen dan memanggilnya untuk segera keluar. Akan lebih baik mereka keluar dari kamarnya dan berlari menuju lift agar tidak bertemu dengannya. Leyna tak mau beradu argumen dan menjelaskan panjang lebar tentang bagaimana Jensen bisa berada di dalam kamar Apartemennya sepagi ini. "Kau mau pergi!."Leyna terkejut ketika suara yang sangat familiar terdengar dari arah luar pintu kamarnya hingga membuattubuhnya tersentak kaget. Leyna mendongak dan mendapati Edward tengah berdiri di depan pintu kamarnya, mentapnya dengan tatapan aneh. Leyna menegakan tubuhnya untuk menutupi keberadaan Jensen di belakangnya, namun yang dilakukan Jensen malah membuka semuanya. Laki-laki itu membuka pintu apartemennya lebar-lebar hingga membuat Edward dapat melihat Jensen yang kini berdiri di belakangnya dengan kedua mata melebar. Leyna merutuki dirinya, Jensen tak bisa diajak kerjasama. Ekspresi yang Edward tunjukan seperti apa yang ia bayangkan. Reaksinya benar-benar berlebihan. Kedua matanya membesar menatap Jensen dan Leyna secara bergantian. Lalu tatapannya terhenti pada Leyna beberapa detik sebelum beralih pada Jensen dengan sorot mata tajam. "Bagaimana kau bisa berada di sini!."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD