Eric tidak mendengar ocehan Hadi, lalu berlutut dengan satu kaki di depan Claris yang masih menunduk kikuk. Dengan pembawaan tulus dan super sopan, Eric masih mengulurkan tangan, mencoba membantunya untuk berdiri. “Jangan dengarkan dia. Sikapnya memang begitu. Ayo, aku bantu berdiri. Apa ada yang sakit?” tanyanya hati-hati. Claris berpikir cepat! Dia harus pergi dari tempat ini secepat mungkin! Pria bernama Damian itu sudah mengenali bentuh tubuhnya! Suaranya! Wajah, dan juga kedua tangannya yang terluka! Bisa gawat kalau dia tahu satu kampus dengannya! Dengan perasaan ngeri menggigit akal sehat, dan hawa dingin berhembus di sumsum tulang belakangnya, Claris masih mempertahankan sikap cupunya, malah dibuat semakin cupu saja tingkahnya. “Sa-saya ba-ba-baik-baik saja. Te-terima kasih.