“Astaga! Bagaimana mungkin mereka tega melakukan ini?!” Moli protes begitu melihat surat yang ada di tangannya. Kedua teman kampus sekaligus sahabat itu, kini sudah berada di sebuah restoran cepat saji membahas pemanggilan yang Claris dapatkan. “Sudahlah, Moli. Berhenti sajalah.” Claris berusaha terlihat pasrah dan menerima kenyataan. Padahal dalam hati, dia juga diam-diam sebenarnya tidak mau menyerah dengan perkuliahaannya yang sedikit lagi akhirnya selesai dalam beberapa semester. Namun, kondisi saat ini, membuat harapan dan keinginannya mati satu per satu. Usaha Moli selama ini, akhirnya pupus menjadi debu. Niatnya untuk bertahan pun sama pupusnya dengan pegangan terakhirnya itu. “Tapi, Claris! Ini tidak adil! Bukankah Eric bilang dia sudah berbicara dengan salah satu orang pent