Istirahat kali ini Vianka habiskan sendiri di rooftop, tanpa ada Zacky yang menemaninya. Biasanya Vianka pergi ke kantin bersama Zacky, jika dia tak pergi ke kantin akan ada Zacky yang mengantar makanannya ke kelas.
Vianka memilih pergi ke rooftop sekolah dari pada di kelas, Fiona dan anak buahnya pasti tengah mencarinya saat ini. Tempat itu yang paling aman untuk bersembunyi bagi Vianka, karena hanya Zacky dan Vianka yang mengetahui caranya untu masuk ke rooftop itu.
Vianka termenung, matanya menerawang menatap langit. Tubuhnya bersandar pada dinding, kaca mata yang menghalangi mata indahnya kini tak bertengger lagi di hidungnya.
Sekelebat bayangan pertemuan Vianka dengan lelaki yang kemarin menjadi salah satu pelanggan baru di kafe miliknya.
Flashback
Sepulang sekolah Vianka menolak ajakan Zacky untuk pulang bersama, dengan alasan Vianka memiliki acara sendiri setelah pulang sekolah dan Zacky tak mengetahuinya kali ini.
Untung saja Vianka selalu menyediakan beberapa pakaian di dalam mobilnya, dia bergegas menepi. Kini seragam Vianka telah berganti, dia kembali menjalankan mobilnya menuju suatu tempat.
Skip
Vianka sampai di depan sebuah gedung yang menjulang tinggi, banyak yang menunduk hormat kepada Vianka.
“Selamat siang Bu!” Ucap seorang pegawai.
“Hmm.” Sahut Vianka seraya terus berjalan.
Vianka mendatangi meja resepsionis, “Bilang pada bosmu untuk jemput saya di lobi.” Titah Vianka seraya menuju sofa ruang tunggu.
“Baik Bu!”
Saat asyik memainkan ponselnya, tiba – tiba ada yang menyapa nya.
“Hi! Lo Vianka bukan?”
Vianka mendongak, “Lo? Siapa?”
Lelaki di hadapan Vianka mendengus, “Gue Delvaro Guetta, temen gue suka manggil Delva. Gue di suruh bokap lo buat nganterin lo ke tempat kerja, sekalian antar jemput lo sekolah.”
“Lah? Jadi gue disuruh kesini Cuma buat itu doang? Terus bokap gue kemana?” Tanya Vianka.
“Dia mau meminjam mobil lo hari ini buat ke Jakarta, sekarang dia lagi rapat. Dia juga minta buat ajak lo makan siang dulu di sebrang.”
“Emangnya mobil bokap gue kenapa?”
Delva mengendikkan bahunya tak tahu, “ga tau lah.”
“Ish seenaknya banget sih papa, lagian kan ada mobil ka Sam.” Gerutu Vianka.
“Buruan ish, gue ada urusan abis ini.” Protes Delva melenggang pergi meninggalkan Vianka.
“Lah gue ditinggal.” Kesal Vianka, “Eh BTW tu cowok ganteng juga, lumayan bisa antar jemput.” Kekeh Vianka menyusul Delva.
Di dalam mobil.
“Mau makan dimana?” Tanya Delva seraya mencairkan suasana dingin di dalam mobil.
“Ga usah lah, gue bisa makan di kafe nanti.”
“Yodah.” Sahut Delva.
“Va, lo pernah telpon gue gak sih?” Tanya Vianka.
“Kenapa emang?”
“Kayaknya gue pernah denger suara lo.”
Delva mengendikkan bahunya tak tahu, “kenal aja baru tadi, lagian baru aja gue mau minta nomor lo.”
Vianka mengangguk, “oh iya, gue kira lo pernah telpon gue malem – malem.” Ucap Vianka, “ya udah mana sini minjem ponsel lo.”
Delva memberikan ponselnya, kemudian Vianka mulai mengetikkan nomor ponsel di HP Delva.
“Eh bentar.” Ujar Vianka, “ini kok udah ada ya nomornya.”
“Mana?” Tanya Delva.
“Nih, namanya ‘milik Lior’.” Ujar Vianka seraya memperlihatkan layar ponsel.
“Ah, jadi lo yang namanya Pou ya?” Tanya Delva.
“Pou?”
“Iya, pacarnya si Axel.” Angguk Delva, “dulu gue pernah minta tolong buat jemput Axel sama Zacky di club, inget?”
Vianka menganggukkan kepalanya, “ah inget gue, tuh kan bener dugaan gue. Suara lo tuh gak asing.”
“Gue ganti ya namanya.” Pinta Vianka yang langsung mendapat anggukan dari Delva.
Keadaan kembali hening, “Gue sambungin musik dari hp gue ya.” Pinta Vianka diangguki oleh Delva.
“Sekarang lo lagi sibuk UN pasti ya?” Tanya Vianka.
“Kenapa emang?”
“Ga sih, keliatan aja muka – muka stress yang mau masuk perguruan tinggi. Haha.” Tawa Vianka pecah.
“Maksud lo?” Tanya Delva heran.
“Muka lo keliatan capek banget, emangnya lo mau masuk universitas mana?” Tanya Vianka.
‘CIIITT’
‘DUKK’
Tiba – tiba Delva mengerem mobilnya mendadak, membuat jidat Vianka terbentur dashboard mobil.
“Lo gila ya, kalo mau mati sendiri aja.” Sungut Vianka kesal.
“Kok lo yang marah sih?” Sinis Delva.
“Iya lah , lo tadi ngebahayain nyawa gue tau.” Kesal Vianka sembari mengusap – ngusap jidatnya.
Hal itu membuat Delva merasa bersalah pada Vianka, dia melepas sabuk pengamannya lalu mendekat ke arah Vianka.
“Vi nengok sini.” Pinta Delva seraya menarik bahu Vianka agar menghadap pada dirinya, “Coba awas tangan nya, gue mau liat.” Lanjut Delva dengan sesekali meniup dahi Vianka yang sedikit lecet dan mengeluarkan darah, di tambah lagi lukanya di pelipis membuat Delva meringis saat melihat darah merembes keluar dari pelipis Vianka.
Delva mengambil kotak kesehatan dari belakang jok mobilnya, lalu meletakkannya di atas kedua paha Vianka.
“Coba keluarin apa aja yang gue butuhin buat ngobatin luka lo.” Titah Delva seraya melepaskan pegangannya pada bahu Vianka.
“Ck, Lo punya yang kayak gini tapi kagak tau cara make nya.” Decih Vianka seraya mengeluarkan kapas, alkohol, betadin, gunting, korek kuping dan handsaplast.
Delva yang melihat Vianka mengeluarkan gunting pun bertanya, “Lo gak lagi nyuruh gue buat ngadain operasi dadakan kan? Lo gak nuruh gue bedah jidat lo kan?” Cerocos Delva.
Vianka semakin menatap Delva jengkel, “Ya kagak lah,dengerin. Pertama bersihin dulu darahnya pake kapas yang udah lo kasih alkoho, tetesin betadin ke korek kuping, terus totolin ke yang luka, abis itugunting plesternya kecil aja, lo tempelin ke jidat gue buat nutupin luka.”
Delva melongo mendengar celotehan Vianka, membuat Vianka menatapnya malas. “Kalo gak mau gue bisa sendiri.” Sahut Vianka sembari membuka tutup botol betadin.
“Ga, gue bisa.” Ucap Delva merebut Betadin.
Delva mengobati Vianka dengan sangat telaten, dengan sesekali dia meniup – niup lukanya.
“Maaf.” Cicit Delva seraya meniup – niup luka Vianka, “ Gue kesel gara – gara lo ngira gue udah kelas tiga SMA.”
“Eh, bukannya lo udah SMA ya?” Tanya Vianka.
“Gue seumuran sama lo, paling beda satu tahun.” Kesal Delva.
Vianka terdiam matanya menelisik penampilan Delva, “eh? Gue kira lu kakak tingkat gue. Abisnya muka lo keliatan udah dewasa banget.”
Delva menatap Vianka jahil,”I know, banyak yang bilang kalo tulang rahang gue udah ngebentuk. Makanya keliatan dewasa sebelum waktunya, tapi lo tenang aja.” Ucap Delva dengan senyum menyebalkan seraya mengusap kedua rahangnya, “pikiran gue udah dewasa kok.” Senyum Delva seraya mendekakat wajahnya pada Vianka, tangannya menarik dagu Vianka merambat meraba pipi kenyal dan dagu lalu turun ke hidung dan berakhir menyentuh bibir pink milik Vianka.
“Auhhh, “ Ringis Delva setelah Vianka menggigit jari telunjuknya.
“Lagi?” Tanya Vianka dengan santai.
“Gak, makasih. Gigi lo kayak pisau, tajam.” Gerutu Delva, “Jidat lo lebar juga ya, bisa buat parkir mobil tuh.”
‘PLAKK’
Vianka menampar paha Delva, membuat lelaki di hadapannya mengerang kesakitan. “Perih anjir, lo nyiksa mulu sih.” Protes Delva, seraya mengusap pahanya.
“Itu balesannya.” Sahut Vianka, lalu meraba jidatnya. “Udah ya?”
“Hm.” Sahut Delva yang masih kesal pada Vianka.
Skip
“Lo ngapain ikut turun sih Var?” Tanya Vianka pada Delva.
“Gue? Suka – suka gue lah, gue mau makan di sini.” Balas Delva.
“Lo kan bisa makan di tempat lain ish.” Kesal Vianka.
“Lo siapa ngatur gue?” Sinis Delva. “Lo cepetan ganti baju, gue mau lo yang layanin gue sebagai ganti karena lo udah gue anter.”
“Ish.” Kesal Vianka seraya menghentakkan kakinya.
“Mbak, sini!” Panggil Delva pada seorang pegawai Cafe.
“Iya kak, mau pesan apa?”Tanya pegawai itu seraya memberikan sebuah buku menu.
“Saya pesan makanan ini sama ini, minumannya ini.” Ucap Delva, “Tambah es krim coklat dua.”
“Ada lagi?”
“Ga.”
“Baiklah, mohon tunggu sebentar.” Pamit pelayan.
“Sebentar, “ Cegah Delva, “Panggilkan Vianka buat Gue.”
“Ma – maksud kakak Bu Vianka?” Gagap pelayan itu.
“Ibu?” Tanya Delva heran.
“Eh, maaf.” Ucap pelayan tersebut seraya meninggalkan Vianka
Vianka datang dengan seragam kerjanya, Delva yang melihatnya langsung menatap Vianka dari atas ke bawah.
“Seragam sekolah lo udah kayak gamis, tapi lo kerja bajunya ketat gitu.” Sinis Delva, “Lo gak tau ya, tempat ini tuh suka banyak anak SMA nongkrong di sini.”
Vianka mendengus kesal, “Gue yang pake, kok lo yang sewot.” Sinis Vianka, “Lo mau gue ngapain sekarang?”
Delva berdiri, menarik kusri di depannya lalu menepuknya pelan. “Lo temenin gue makan, gak terima penolakan!”
Dengan terpaksa Vianka duduk, “Lo gak liat ya, kita di liatin.”
Makanan datang, sesekali Vianka tertawa karenya Delva yang selalu membuat lelucon, tanpa mereka sadari ternyata ada beberapa anak laki – laki yang memotret kedekatan mereka berdua.
“Udah beres, gue mau balik kerja.” Ucap Vianka.
“Bentar!” Sahut Delva menahan pergelangan tangan Vianka.
Bersamaan dengan itu, terdengar suara kegaduhan di luar Cafe.
“SATPAM SIALAN LO, MINGGIR!”
“GUE MAU MASUK!”
“MINGGIR WOY!”
“b*****t, GUE BILANG MINGGIR!”
‘BRAKK’
“ SIALAN LO DELVARO!” Teriak lelaki berseragam SMA, membuat Vianka refleks mendekat pada Delva.
Vianka mendengar umpatan keluar dari bibir Delva, “sialan, gue lupa di sini kan markas bang Sat.”
“Lo kenal Del?”
“Lo bisa pergi sekarang!” Titah Delva.
Vianka diam tak bergeming, matanya menatap lelaki yang sedang berjalan menujunya dan Delva.
“Kayaknya gue pernah liat.” Batin Vianka.
“Lo PERGI!” Sentak Delva menyuruh Vianka pergi.
Sebelum Vianka pergi, salah satu teman Satria menghalangi langkahnya.
“Awas lo!” Sinis Vianka pada lelaki di hadapannya.
“Bawa ke sini Dit.”
Vianka di seret, sekarang Satria tengah berada di depannya.
“Bang, jangan di apa – apain.” Titah Delva.
Delva tidak bisa melindungi Vianka, dia juga sama dengan Vianka, dia kesulitan bergerak karena tangannya di tahan teman Satria.
“Ga gue apa – apain, gue Cuma mau ngasih dia sedikit pelajaran. Biar ni cewek, gak genit lagi sama cowok.” Sinis Satria, dengan pandangan yang mengarah pada pakaian Vianka.
‘PLAKK’
“VIANKA!”
Vianka meringis saat pipinya terkena tamparan, belum lagi tarikan kencang pada rambutnya.
“Awwsh, le – pashh.” Ringis Vianka.
“Gue ingetin lagi sama lo, jangan sampai tangan gue nyentuh wajah murahan lo lagi.” Ucap Satria seraya meludah tepat di samping Vianka. Lalu pergi meninggalkan Cafe.
Flashback Off
Kejadian kemarin membuatnya meringis, sakitnya masih terasa. Tamparan yang Vianka terima membekas di pipi mulusnya, bahkan semenjak kejadian kemarin setiap dia menyisir pasti ada rambutnya yang rontok.
Tak terasa air mata jatuh meluncur dari matanya, dunianya terasa menghilang. Baru kali ini, dia diperlakukan hina oleh seorang lelaki.
Tanpa dia sadari bel sekolah berbunyi dua jam yang lalu, sekolah pun sudah sepi. Dia memutuskan untuk pulang, namun saat membuka pintu rooftop Vianka dikejutkan dengan kedatangan Axel.
“Vianka!” Ucap Axel seraya menarik Vianka ke dalam pelukannya.