Bertemu

1312 Words
'Kuharap kamu bukan luka dan pertemuan ini adalah alasan kenapa suatu saat kamu menjadi penyembuhku.' My Halal Badboy ~Thierigiara *** Tahun-tahun berlalu, Ulya semakin mengenal dekat Rayn, namun kini mereka sedikit jarang berkomunikasi karena memang Rayn sudah memasuki semester akhir. Banyaknya mata kuliah yang mewajibkannya untuk melakukan praktik di lapangan membuatnya sedikit jarang bertemu Ulya. Ulya sendiri tak mempermasalahkan itu, karena toh dia juga tidak terbiasa berinteraksi dengan lawan jenis. Dia juga lebih menjaga dirinya karena bagaimanapun tak ada ikatan antara dirinya dan Rayn, sebisa mungkin Ulya menjaga hatinya sendiri untuk tak terjerumus dalam dosa. "Morning!!" sapanya pada semua orang dalam kelas. Hari ini kebetulan ada kelas pagi, masuk jam 08.30 Beberapa ada yang menjawab, beberapa pula mengabaikan. "Males banget kayaknya Ran," ujarnya pada Randi. "Tadi malam begadang Ul, jadi ngantuk," jawab Randi, Ulya memang cukup ramah, meski selalu mengenakan hijab panjang namun gadis itu tetap berteman dengan para laki-laki di kelasnya. Gadis itu mendudukkan dirinya di bangku tepat di sebelah Randi, mengeluarkan binder dan beberapa buku untuk dibaca sembari menunggu dosen yang mengajar hari ini. "Lo udah siap tugas dari pak Ahmad?" tanya Sasil. Ulya mengeluarkan bukunya. "Udah dong," jawab Ulya. "Please ini hidup dan mati gue Ul, bantuin!!!" Sasil sampai memohon. Ulya terkekeh. "Ya udah nih." Dengan santainya Ulya menyerahkan bukunya ke Sasil, semua teman-temannya kemudian menyalin tugas dari buku milik Ulya. Sebenarnya Ulya lebih mau mengajari jika memang mereka tak mengerti, namun justru mereka yang tak mau diajari, jadi Ulya pun berusaha untuk tak ambil pusing, lagipula tak ada kerugian dalam dirinya jika teman-temannya itu mencontek tugas miliknya. Itu hanya tugas sederhana dan tugas itu adalah tugas PAI yang notabene mata kuliah umum, bukan jurusan. "Fix sih, Ulya cewek paling cantik di Fakultas Ekonomi," ungkap Arion, itu karena dia juga berkesempatan mendapat contekan. Yang lainnya tertawa mendengar itu. "Penjilat lo!" sewot Sasil. Arion malah menarik rambut Sasil karena tak terima dikatain, lagipula bukankah mereka semua sama? Kan sama-sama mencontek milik Ulya. Ulya hanya tertawa mendengarnya, gadis itu mengeluarkan ponselnya untuk melihat apa yang terjadi di sosial media. Rayn : 'Aku ada rencana ke kampus hari ini.' Ulya : 'Serius? Mau ngapain?' Ulya jadi agak antusias, dia memang dekat dengan Rayn sejak waktu itu, mereka tak pacaran, dekat dalam artian teman, Ulya merasa senang saat Rayn menjawab beberapa pertanyaannya dengan baik. Ulya seperti memiliki sosok abang saat mengenal Rayn. Belakangan Rayn jarang di kampus karena harus KKN di sebuat tempat yang agak jauh dari kota tempat mereka tinggal. Rayn : 'Mau ke perpus cari referensi.’ Ullya : 'Oke deh, hati-hati ya.' Ya selain berpesan apa lagi? Ulya memutuskan mengenakan hijab panjangnya, jadi tak masuk akal jika dengan penampilan seperti ini dia sering-sering menemui Rayn. Dengan tertutupnya penampilannya, Ulya juga merasa bahwa dia perlu memperbaiki ahlaknya. *** Rayn benar-benar ke kampus siang itu, Ulya yang sebenarnya sudah selesai dengan mata kuliah umum sejak jam sepuluh rela menunggu sampai waktu zuhur hanya untuk bertemu dengan seorang Rayn. Saat Rayn sampai pun dia tak langsung menemui Ulya, dia bertemu dosen dulu, bertemu beberapa teman, ke perpustakaan setelah itu baru menghubungi Ulya untuk janji temu. Rayn beberapa kali melempar senyum dan Ulya beberapa kali menunduk, dia tak ada perasaan lebih untuk Rayn dan murni menganggapnya sebagai sahabat, namun senyum laki-laki itu tetap saja manis dan tetap saja tak akan baik untuk kesehatan jantungnya. Yang ia takutkan adalah zinah mata dan pikiran. Meski menjalani kegiatan masing-masing, sesekali Rayn melirik Ulya yang duduk di taman kampus sambil membaca buku. Selesai urusan dengan teman-temannya, Rayn menemui Ulya di kafetaria. "Apa kabar?" tanyanya. "Alhamdulillah baik kak, kakak sendiri?" tanya Ulya. "Baik juga Alhamdulillah," jawab Rayn sembari tersenyum. "Kakak nggak sama kembaran?" tanya Ulya, dia juga jadi mengenal kembaran Rayn, namanya Zayn, tapi keduanya tak dekat karena Rayn sendiri juga tak dekat dengan kembarannya. "Bareng sih tadi dari rumah, tapi dia nggak tau ke mana, orang sibuk mah selalu ada alasan buat pergi," jelas Rayn, padahal menurutnya kesibukan Zayn selalu tak menentu tapi jujur Rayn tak pernah ikut campur dalam urusan Zayn karena kembarannya itu agak tempramen dan Rayn selalu kalah jika harus adu otot dengan Zayn. Ulya mengangguk-angguk paham. “Gimana rasanya jadi mahasiswa semester tiga?” tanya Rayn memulai percakapan, laki-laki itu mendudukkan diri di hadapan Ulya. Ulya mengedikkan bahu. “Ya lumayan agak stress ya, tapi belum gila.” Rayn terkekeh mendengar itu, bahkan sosok sepintar Ulya merasa terbebani dengan kuliah. Memang dunia universitas sangat jauh berbeda dengan saat duduk di bangku SMA. Rayn mengangguk. "Semangat terus!!" “Pastilah, udah kadung nyemplung.” Ulya mengaduk jus jeruknya setelah itu kembali menyesapnya. Sebenarnya tidak berat, hanya saja menurut Ulya dia agak kaget karena sudah tak ada lagi yang mengarahkan seperti saat SMA dulu. “Namanya juga mau sukses, mana ada sukses yang instan.” Ulya mengangguk setuju. “Kakak gimana KKN-nya?” “So far so good, nggak ada yang berat, malahan bisa sekalian jalan-jalan.” Karena Rayn KKN di sebuah pabrik yang letaknya sedikit di pedesaan itu membuatnya bisa sekalian refreshing. Ulya mengangguk lagi. *** "Masih deket aja lo sama kak Rayn," kata Sasil menyenggol lengan Ulya. Ulya baru bergabung kembali dengan Sasil selepas mengobrol dengan Rayn tadi, Sasil dan Qaira adalah dua teman Ulya yang pada akhirnya mengikuti Ulya untuk masuk ke kampus ini, ikut juga masuk ke fakultas ekonomi dengan prodi manajemen, bisa-bisanya mereka kembali satu kelas. "Ya namanya kenal, cuma saling sapa aja kok," kata Ulya, dia juga tak mau dicap sebagai pacar atau sejenisnya dengan Rayn. "Jadi imam idaman juga nggak apa-apa kok Ul." Kali ini Qaira yang menggoda Ulya. "Gue sih tetap mau sama kak Zayn, pokoknya kak Zayn punya gue! No kecot!!" Ulya hanya tertawa mendengar itu, sementara Qaira mengedikkan bahu tak peduli, menurutnya Rayn dan Ulya cocok, tapi jika Zayn dengan Sasil tidak, karena Zayn terlalu ganteng untuk Sasil. Kembaran Rayn itu bertolak belakang dengan Rayn, Ulya tak akan tertarik sepertinya karena memang kembaran Rayn sejak mereka duduk di bangku SMA sudah terkenal bandal. Ya Rayn memang kakak kelas Ulya di SMA, tapi karena dua kembar itu sangat populer jadi Ulya tak memiliki kesempatan untuk berkenalan di SMA. Ulya hanya tahu Rayn saat itu dan baru mengenal saat dirinya sudah kuliah karena waktu itu tak sengaja Rayn membantunya yang sedang datang bulan. “Nongki yuk.” Qaira langsung merangkul bahu Ulya, enggan berlama-lama lagi membahas kembar popuper di SMA, maupun di kampus. Masalahnya kalau Ulya Rayn dan Sasil Zayn, terus dia siapa? Jadi lebih baik tidak dibahas. Katiganya memutuskan untuk duduk-duduk di kafe depan kampus, sebenarnya Ulya tak tahun alasan kedua temannya itu masih berada di kampus padahal mata kuliah sudah selesai sejak berjam-jam lalu. Seperti biasa ketiganya mengobrolkan banyak hal mulai dari skincare, fashion, sampai crush, urusan yang terakhir meski sudah mendeklarasikan dirinya menginginkan Zayn, Sasil tetap memiliki crush lain di mana-mana. Ponsel Ulya yang diletakkan di atas meja berdering, ketiganya yang semula tertawa langsung terdiam. Ulya mengerutkan dahi karena panggilan tersebut dari nomor baru. “Aku angkat telepon dulu,” izinnya, teman-temannya mengangguk. Selepas itu Ulya keluar dari kafe karena suasana di dalam cukup berisik. “Dengan saudari Ulya Varisha?” tanya seseorang dari seberang sana dengan nada sangat sopan. “Iya benar saya sendiri.” “Dua keluarga anda meninggal dunia dan sekarang sedang berada di...” Ulya membelalakkan matanya. “Siapa ya Pak?” “Atas nama Bapak Abriawan Gunadharman dan Ibu Paramitha.” Seketika jantung Ulya rasanya mencelos begitu saja, itu adalah nama kedua orang tuanya. “Saya lihat anda adalah satu-satunya wali...” Tanpa mendengarkan penjelasan bapak-bapak yang kemungkinan polisi itu Ulya langsung berjalan cepat menuju pinggir jalan. “Kak Rayn!!!” Sosok yang kebetulan melintas di depan kafe tempat Ulya dengan teman-temannya tadi sedang nongkrong langsung menghentikan motornya. Ulya langsung naik ke atas boncengan orang itu dan meminta diantar ke rumah sakit yang tadi sempat ia dengar sedikit namanya. Kedua teman Ulya dibuat terheran-heran dari dalam kafe. ***    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD