Menjaga Ulya

1058 Words
'Karena memang beberapa hal hanya Tuhan yang merencanakan, sebab Dia pasti selalu tahu yang terbaik.' My Halal Badboy Thierogiara *** Selama prosesi pemakaman Rayn dan Zayn menemani Ulya, kalau Rayn karena memang ingin memastikan Ulya tetap baik-baik saja. Zayn melakukannya karena terpaksa, dia takut mamanya menarik motornya jika dia tak berada di sana, memang karena belum berpenghasilan, Zayn terpaksa harus hidup dengan ancaman-ancaman dari mamanya. Rayn memayungi tubuh Ulya yang terduduk menatap perlahan gundukan tanah menutup tubuh ibunya, sementara Zayn hanya menatap tanpa tahu harus melakukan apa. Dia juga tak tahu kenapa Rayn bisa kenal gadis itu sementara ia tidak. Zayn hanya ikut berdoa dalam hatinya semoga saja dua orang yang telah pergi meninggalkan mereka semua di berikan tempat terbaik di sisi Tuhan. Zayn bukan sosok yang religius jadi doanya pun hanya seadannya. Meski sebenarnya Ulya memiliki sanak saudara entah kenapa kedua orang tua Zayn dan Rayn yang mengurus semuanya. Bahkan di pemakaman inipun yang tersisa sampai akhir hanya keluarga mereka yang menemani Ulya. Annita sibuk memeluk tubuh Ulya yang tampak sangat lemah saat tubuh kedua orang tuanya telah tertutup tanah dengan sempurna. Zayn menabur bunga mawar ke atas makam juga menyiramkan air setelah diminta oleh mamanya. "Kita pulang ya Sayang, biar ibu sama ayah tenang." Annita mengajak Ulya, sementara Ulya menggeleng. "Tante boleh pulang duluan, Ulya di sini aja sama ayah sama ibu." Dan tampak semaki kalau Ulya sebenarnya tak sadar dengan apa yang ia katakan. "Jangan dong sayang, kita pulang sama-sama ya," ajak Annita, tak mungkin dia meninggalkan Ulya sendirian di kuburan. Zayn berjongkok. "Gini kalau lo terus di sini juga nggak akan merubah apapun, gue bukan orang yang paham beginian, tapi bukankah semakin kita sedih orang yang meninggal juga semakin berat melangkah? Mereka akan ikut sedih lihat orang-orang yang ditinggalkan sedih, justru kalau lo sayang sama mereka lo bangkit dan menjalani kehidupan yang mereka tinggalkan, sekarang mimpi mereka semua ada di punggung lo, jangan kecewakan mereka," jelas Zayn, dia bukan sosok bijak yang memang terbiasa memberikan nasihat, namun siang ini matahari terik dan Zayn tak sanggup lagi jika harus menunggu gadis itu selesai dengan segala kesedihannya. Kedua orang tua Zayn mulanya ingin memarahi anak mereka, namun karena pada akhirnya Ulya mau bangkit dengan bantuan Zayn mereka jadi urung melakukannya. Zayn menuntun Ulya keluar dari kompleks pemakaman dan Zayn akhirnya bersyukur mereka akan masuk mobil, tubuhnya sudah sangat berkeringat karena kepanasan. Mereka sekeluarga berkendara kembali ke rumah Ulya, kata orang Annita dan Briawan—orang tua Zayn Rayn—mereka semua harus menemani Ulya di rumahnya. "Kenapa sih kita harus ikut campur sama hidup si Ulya itu? Gue banyak urusan dan kenapa pula kita harus nginep di rumahnya, saudara dia kan banyak," keluh Zayn saat akan keluar dari mobil. "Ya namanya juga orang habis duka, ya harus ditemenin," ujar Rayn, Rayn berbeda dengan Zayn, Rayn selalu menjalani kehidupan yang simple tanpa neko-neko jadi dia tak akan masalah meski harus menginap di rumah Ulya, lagipula dia ingin menemani gadis itu dalam masa-masa seperti ini. *** Keesokan paginya, Ulya masih saja tampak menyedihkan, Zayn yang keluar ke balkon tak sengaja melihat gadis itu yang melamun. "Kehilangan memang menyakitkan, tapi bukankah lebih baik mengambil pelajaran dari semuanya?" tanya Zayn, dia mungkin bukan orang baik, tapi kalau ada seseorang yang sedang terpuruk dan posisi orang itu ada di hadapannya maka tak ada salahnya sedikit memberi petuah. "Kamu nggak akan ngerti." Dan ya, Zayn tak akan mengerti, cowok itu kemudian memutuskan untuk tetap diam dan menikmati paginya. Mereka adalah dua orang dengan kehidupan berbeda, Zayn merasa dia tak perlu menghakimi siapa pun. Keduanya sama-sama menatap langit sampai suara Annita menginterupsi. "Twins! Ul! Makan yuk, mama udah siap masak," ujar Annita. Zayn menoleh untuk melihat respons Ulya, gadis itu tetap bergeming. "Ul!" panggil Zayn. "Sarapan," ujarnya setelah Ulya menoleh ke arahnya. "Duluan aja," kata Ulya. Zayn mengedikkan bahu kemudian masuk kembali ke kamarnya, lebih tepatnya kamar Ulya karena gadis itu memutuskan tidur di kamar orang tuanya, jadi Rayn dan Zayn tidur di kamar Ulya sementara kedua orang tua mereka tidur di kamar tamu. Zayn berjalan ke bawah sendirian. "Mana Ulya?" tanya Annita saat Zayn sampai di anak tangga paling bawah. "Nggak mau sarapan, aku disuruh duluan," jawab Zayn, menurutnya setiap orang pasti mengerti apa yang terbaik untuk dirinya jadi Zayn tak akan pernah memaksa siapa pun. Annita menggelengkan kepalanya tak habis pikir, dia kira Zayn akan mengajak dan sedikit membujuk Ulya, namun ternyata anak laki-lakinya itu sama saja seperti biasanya. Annita lantas berjalan menaiki tangga menuju lantai dua rumah tersebut di mana Ulya berada. Zayn hanya mengedikkan bahu kemudian berjalan menuju meja makan. Setelah buju rayu dari Annita akhirnya Ulya mau keluar kamar, Zayn tak peduli dengannya sementara Rayn terus menatap gadis itu prihatin. Dia selalu memposisikan dirinya sebagai Ulya sebagai sosok yang ditinggalkan dan Rayn selalu tak sanggup membayangkannya. *** Zayn memutuskan merokok di halaman samping, sementara Rayn di teras samping menemani Ulya mengobrol. Zayn tertawa, cocok sekali saudara kembarnya itu dengan gadis culun seperti Ulya, mereka berdua sama-sama baik dan hidup dengan jalan yang lurus jadi keduanya tampak cocok. Kalau Zayn, Ulya bukanlah gadis ideal yang akan ia jadikan pacar, dia menyukai gadis barbar yang dekat dengan dunia malam, bukan gadis dengan hijab panjang seperti Ulya, ya walau wajahnya cantik Zayn tetap tak merasa tertarik. Rayn mengangkat panggilan masuk ke ponselnya. "Ke mana aja lo?" tanya Neo—teman segengnya. "Lagi ikut mama sama papa," jawab Zayn jujur. Kemudian terdengar suara tawa dari seberang sana, teman-temannya mentertawakannya. Zayn juga ikut tertawa, menggelikan memang dia tetap ikut ke mana-mana kedua orang tuanya di umur segini, tapi mau bagaimana lagi? Dia selalu diancam jika tak mau ikut. "Ada apa?" tanya Zayn. "Nggak ada, cuma mastiin lo masih hidup aja," ujar Neo dari seberang sana. Lagi-lagi Zayn tertawa mendengar itu, kadang dia juga heran kenapa dia bisa berteman dengan orang-orang gila. Orang-orang yang menghabiskan waktunya untuk hal-hal bodoh seperti yang sering mereka lakukan. "Tongkrongan udah lupa sama lo!" teriak seseorang yang Zayn tebak itu adalah Timot—teman Zayn yang lainnya. "Diem lo!" "Anak Mama!" teriak yang lainnya. Dan Zayn hanya tertawa-tawa mendengar itu, dia memang tak akan pernah bisa marah dengan teman-temannya karena faktanya hidupnya garing jika tak ada mereka. "Gue juga udah bosen banget di sini," aku Zayn. "Ya udah kabur lah ngab!" "Nanti malem deh," kata Zayn bernegosiasi. "Amer nih ready!" koar Timot. "s****n lo!" umpat Zayn. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD