Arini harus datang lebih awal ke kampus. Maksimal pukul enam pagi dia harus sudah menyerahkan jualannya ke pihak pengelola kantin. Kampus memang mulai aktif pukul delapan. Mahasiswa mulai ramai pukul tujuh. Akan tetapi, sebagai pejuang rupiah dia harus siap sebelum matahari terbit. Pagi ini hati Arini bungah. Harinya diawali dengan suka cita. Empat puluh delapan buah jajanan yang dia buat, terjual kepada teman-teman kosnya. Rezeki memang tidak akan tertukar. Dia kehilangan kelas bimbel, tetapi Allah ganti dengan orderan berlipat. Tadi malam, saat sedang mengolah sambal untuk lontong, Risa menyapanya. "Malam-malam kamu masak, Rin?" Sahabatnya itu bertanya heran. "Iya, Sa," sahut Arini diiringi senyum hangat, "aku buat sambal untuk lontong. Mulai tadi pagi aku jualan lontong sambal di