"Farel, makan yang bener. Mau gue banting mejanya sampai rusak?" serobot Ria saat melihat Farel hanya mengacak-acak nasi di piringnya.
"Ria, pakai aku-kamu. Jangan lo-gue!" tegur Farhan mengambil air minum.
"Iya iya, calon suami." jawab Ria mengedipkan sebelah matanya. Farel berekpresi seperti ingin muntah.
"Hari ini kita milih cincin. Kamu siap-siap sana!" ucap Farhan menyuruh Ria.
"Gini aja deh, aku udah cantik. "
"Sisiran dulu, rambut acakadul kayak gitu. Berasa bawa orang gila," balas Farhan menatap penampilan Ria yang hawut-hawutan.
"Lambenya, minta dicipok?" tanya Ria yang membuat Farhan melotot. Sungguh Ria manusia buaya, ada anak kecil, ngomongnya frontal banget.
"Cepat sisiran! Jangan malu-maluin aku!" sentak Farhan. Ria pun segera berlari mengambil sisir dan membenahi rambutnya. Pak Dokter itu selalu mengatainya seperti orang gilaa. Awas aja kalau dia sudah dandan, pingsan dia melihat Ria yang berubah jadi cantik.
"Farel, kamu ikut Papa, atau main sama Rex?" tanya Farhan.
"Mau main sama Rex aja, Pa. Ketimbang sama Ria," jawab Farel.
"Panggil Ria dengan sebutan mama! Dia calon mama kamu."
"Emang Ria yang ngelahirin aku? Emangnya aku ada di perut Ria?" tanya Farel bertubi-tubi.
"Enak aja. Gue juga ogah-"
"Iya, Ria yang mengandung kamu. Kamu dulu di perut mama Ria," sela Farhan cepat menghentikan ucapan Ria.
"Masa sih? Kok aku gak ngerasa?"
"Namanya anak kecil juga gak akan ngerasa kalau di dalam perut, kan masih bayi," jelas Farhan.
"Kamu tanya aja sama Tirex. Pasti dia juga gak ingat saat di dalam perut," ucap Ria ikut menimpali.
"Kalau kamu Mama aku, kenapa kamu baru balik? Kenapa juga kamu ninggalin aku?" tanya Farel dengan mata berkaca-kaca.
"Mama kerja di tempat jauh. Yang penting mama sudah di sini sekarang," ucap Farhan memberi pengertian. Yang selalu jadi ketakutan Farhan adalah, saat Ibu kandung Farel datang, dan membawa anak itu pergi. Sumpah demi apapun Farhan tidak akan rela jika anaknya dibawa ibu yang sudah tega menelantarkan Farel.
"Mama jangan pergi lagi kalau gitu!" ucap Farel turun dari kursi. Bocah itu memeluk kaki Ria sembari menangis. Ria mengangkat Farel untuk dia peluk.
"Mama gak akan pergi lagi, asal Farel nurut sama papa dan mama," ucap Ria mengusap punggung calon anaknya. Farhan tersenyum tipis, bisa kalem juga ternyata si Ria.
Melihat Farel yang menangis, nyatanya membuat Ria tidak tega dengan anak itu. Sisi keibuannya dengan sendirinya muncul.
"Mama janji gak akan pergi, kan?" tanya Farel menatap memohon.
"Mama akan selalu ada di samping kamu. Sekarang kamu main dulu ya sama Tirex!" ujar Ria. Farel mengangguk.
Farhan mengantar anaknya ke rumah Rex sekalian nitip untuk beberapa jam kedepan. Rex kesenangan ketika didatangi temannya. Ria yang tampak ogah-ogahan memijakkan kakinya ke rumah Gerald yang sombong, memilih menunggu di teras. Bagi Ria, Papa Rex adalah orang sombong yang pernah dia temui.
"Ngapain lo gak masuk? Lo mau pingsan ya lihat rumah gue yang gede?" sinis Gerald yang keluar dari pintu. Pria itu hanya mengenakan boxer pendek.
"Mulut kalau kelamaan gak dicium ya gitu. Bawaannya ngomel mulu," ketus Ria.
"Lo aja yang kurang dicium. Sana, suruh dokter yang kurang belaian itu buat nyosor lo."
"Ya jelas bakal lebih hot dari-"
"Ria!" tegur Farhan mengisyaratkan Ria untuk tetap diam.
"Mas Gerald, kami titip Farel sebentar ya! Kami pamit pergi dulu!" ucap Farhan sopan.
"Iya silahkan, Dokter!" jawab Gerald tak kalah sopan. Gerald hanya kesal dengan Riandiny wanita lajang yang sok-sokan mengguruinya tentang cara mengurus anak, sungguh memuakkan. Dan saat itulah, baik dirinya atau Ria, langsung mengibarkan bendera perang.
"Masuk!" titah Farhan mendorong tubuh Ria ke mobil. Ria terus menggerutu dan menyumpah serapahi Gerald karena telah menghinanya.
"Kenapa sih kamu, cegah aku buat nyemprot Gerald. Orang sombong kalau dibiarin makin ngelunjak. Harta gak seberapa aja. Bangganya naudzubillah," omel Ria.
"Ria diam! Aku gak suka perempuan yang sering julid sama tetangga!" tandas Farhan.
"Kenapa sih kriteria kamu sulit banget?" tanya Ria kesal.
"Kenapa? Daripada kamu julid sama tetangga, lebih baik ngurus suami dan anak, kan?"
"Iya sih. Tapi aku belum puas buat labrak dia," rengek Ria.
"Jangan pikirkan Gerald! Orangnya dari dulu gitu, mending fokus pada persiapan pernikahan kita!"
"Udah beli kasur apa belum?" tanya Ria tiba-tiba.
"Kenapa beli kasur?"
"Kan buat malam pertama kita. Aku gak mau ya di kasur yang udah tua dan reyot. Nanti kita nananinu, kedengeran sama Farel," oceh Ria yang membuat Farhan melotot. Kenapa perempuan di sampingnya tidak ada malunya saat membahas hubungan suami istri.
"Kenapa bahas itu mulu sih. Bahas kedepannya, jangan bahas yang di kasur aja!"
"Yang di kasur itu lebih mantap. Aku curiga kalau kamu beneran letoy,"
"Gagah, tegak berdiri!" ucap Farhan.
"Kenapa gak mau bahas. Kayak perjaka aja, padahal duda," ejek Ria.
"Kamu jangan-jangan janda. Kok lebih pengalaman dari aku?"
"Enak aja. Aku masih peraawan ting-ting!"
"Kok udah tau urusan ranjang?" pancing Farhan.
"Biasalah, nonton yang iya-iya," jawab Ria cengengesan. Farhan menghela napas, ada-ada aja mahluk plus enam dua. Kelakuannya bermacam-macam.
Sampai ke basement toko perhiasan, Ria ngotot tidak mau turun karena Farhan tidak mau menggandeng tangannya. Farhan mengusap wajahnya, dia sudah tua tapi dikerjain terus sama anak bau kencur macam Ria.
"Ya aku maunya digandeng biar mesra!" ucap Ria kekeuh.
"Ya ampun malu-maluin tau gak!" kesal Farhan.
"Kamu jadi cowok gak romantis amat. Makanya mantan istri kamu minta cerai."
"Jangan bahas-bahas mantan, Ria!" desis Farhan.
"Yaudah makanya gandeng aku!"
Farhan menekan hatinya berkali-kali untuk sabar. Dia menarik tangan Ria untuk turun dari mobil. Farhan menggandengnya dengan kasar tangan Ria untuk memasuki toko perhiasan. Saat memilih cincin pun, harus ada drama memuakkan dari Ria. Tak ada satu pasang cincin pun yang menurut Ria bagus. Kalau tega, Farhan sudah pasti akan menghabisi Ria saat ini juga.
Setelah memilih cincin, Farhan mengajak Ria makan ke restoran. Ia memilih privat room yang langsung membuat Ria berjingkrak karena tiba-tiba rahimnya terasa anget. Kalau memilih privat room, sudah pasti orang kaya.
"Duduk!" Farhan menyuruh Ria duduk di hadapannya.
Hanya ada keheningan antara keduanya. Farhan menatap Ria dengan intens. Tiba-tiba Ria jadi sangat kikuk. Gadis itu mengetukkan kakinya ke lantai. Berdoa semoga situasi akward ini cepat menghilang.
Seseorang masuk membuka pintu sembari membawa sajian makanan yang mereka pesan, "Silahkan, tuan, nyonya!" ucap pelayan itu sopan. Farhan dan Ria mengangguk bersamaan.
"Ekhem!" Farhan berdehem membuat Ria yang baru menundukkan kepalanya, jadi mendongak kembali.
"Kamu tau kan, pernikahan kita didasari oleh perjodohan?" tanya Farhan bermaksud mengingatkan.
"Aku tau!"
"Bagus. Walau ini hanya perjodohan kamu wajib memperlakukan aku dan anakku sebaik mungkin. Kamu juga wajib belajar mencintaiku. Begitu juga dengan sebaliknya!" ucap Farhan dengan tegas. Ria membulatkan matanya. Ia pikir, Farhan akan bilang kalau pria itu tidak suka dengan perjodohan ini.
"Aku past-"
"Jangan berbicara sebelum aku suruh!" sela Farhan dengan cepat. Ria mengatupkan bibirnya kembali.
"Tidak ada yang namanya orang ketiga ataupun perselingkuhan. Kamu berani selingkuh di belakangku. Awas aja. Mati kau saat itu juga!" Farhan menatap tajam mata Ria.
"Tidak boleh mengungkit tentang mama kandung Farel karena mama kandungnya Farel cuma kamu, bukan orang lain. Dan satu lagi, berbicara yang sopan dan tidak malu-maluin!"
"Banyak banget aturannya!" protes Ria.
"Mau nikah sama aku, gak?"
"Ya mau,"
"Makanya nurut!"