bc

Bidadari dari Sarang p*****r

book_age18+
5.1K
FOLLOW
138.9K
READ
dark
possessive
second chance
arrogant
dominant
CEO
boss
sweet
bxg
realistic earth
like
intro-logo
Blurb

Emas akan tetap menjadi emas meski berasal dari tempat yang kotor. Dan kau akan tetap menjadi bidadari ku meski aku menemukanku di sarang p*****r. (Mr. Harley)

"Baiklah, aku serius, aku melamarmu hari ini," ucap Harley tanpa beban, tatapannya lurus dan terfokus pada kedua mata Maira yang menatap bodoh. 

"Jadi, kau menerimaku? Atau menolakku seperti hari itu?" tanya Harley serius. 

Maira masih terpaku pada tatapannya. 

"Tenang saja. Aku tidak akan menyuruh seseorang atau dua orang untuk menculikmu seperti hari itu sebab kau menolakku. Jadi, jawab dengan jujur dan sesuai dengan perasaanmu," ucap Harley lagi. 

Satu detik, dua detik, sepuluh detik, Maira masih diam, dan hanya ada tatapan antara keduanya. Sampai akhirnya terdengar suara cegukan. 

"Hik!" Maira buru-buru menutup bibirnya.

"Hik!"

Harley menyipitkan kedua mata, lalu tertawa kecil. "Apa kau gugup?"

Maira mengangguk, dan cegukan itu melengkapi anggukannya. Gadis itu hendak mengambil teko di meja. Namun, terhalang oleh Harley. Pria itu seperti tidak mengizinkan Maira untuk minum lebih dulu. 

"Jadi, kau menerimanya? Atau tidak?"

"Hik!"

"Aku akan memberikan tekonya kalau kau sudah menjawab," ucap Harley. 

"Hik! Aku … hik! Menerimanya … hik!" 

Harley tersenyum penuh kemenangan. Diambilnya gelas, lalu mengisikan air ke dalamnya. Dia memberikan air itu pada Maira. 

"Berterimakasihlah padaku," ucap Harley.

"Em … apa kau … mencintaiku?" Gadis itu bertanya sebab tidak ingin mengulangi hal yang sama seperti sebelumnya.

chap-preview
Free preview
Prolog
Pernikahan bahagia yang harusnya menjadi jalan terakhir untuk melepas masa lajang, justru menjadi bencana bagi Maira. Tidak pernah sedikit pun terpikir dalam benaknya jika calon suaminya itu hanya bersembunyi di balik topeng malaikatnya. Sebelum Sang Ayah menghembuskan napas terakhir, dia berpesan tentang lelaki yang telah diamanahkan untuk mendampingi hidup Maira, menggantikan posisi dan menyerahkan semua tanggung jawab kepada calon suami putrinya. Maira tidak bisa menolak. Telah banyak hari yang dia lewati bersama Sang Ayah, dan dia merasakan sendiri setiap pilihan ayah tidak ada yang pernah membuatnya kecewa. Namun apa yang dia dapatkan dari suaminya sekarang? Humaira Umayah, seorang gadis cantik dengan kulit putih kemerahan. Wajahnya yang tertutup kain cadar itu hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang merupakan mahramnya. Gadis yang lebih akrab dipanggil Maira itu hanya tinggal bersama Sang Ayah. Hidupnya terasa begitu hangat dan penuh kedamaian. Namun tidak setelah ayah pergi, dan memintanya menerima lamaran seorang pria yang datang padanya. Sekarang di sini lah dia, di jalanan aspal hitam, di bawah gelapnya malam, berlari menyelamatkan diri tanpa alas kaki. Maira menyeka keringatnya sambil terus menambah kecepatan, deru napasnya memburu tak karuan, rambutnya awut-awutan melekat bersama keringat dan air mata di wajahnya. Meski darah sudah mengucur dari kedua kakinya, Maira tidak berhenti berlari. Dia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Suara kendaraan yang melaju cepat di belakangnya membuat jantung Maira ingin keluar. Dia menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru dengan cepat, berharap menemukan seseorang yang bisa dimintai bantuan. Namun tidak ada siapa pun di tempat itu, hanya ada lampu jalan dengan sinar temaram, dan mobil hitam yang sedang mengejarnya. Maira terus berlari sampai semesta menghentikan langkahnya. Gadis itu tersandung di atas trotoar jalan, membuatnya tersungkur ke gorong-gorong cukup dalam di pinggir jalan itu. Maira terguling beberapa putaran sebelum akhirnya mendarat di atas tumpukan karung berisi dedaunan kering. Dia meringis kesakitan. Namun bersyukur sebab kecelakaan ini mungkin menolongnya dari orang-orang yang mengejarnya. Maira menyembunyikan tubuhnya yang sudah terkulai lemah pada tumpukan karung itu. Dia menahan suara dan deru napasnya saat sinar lampu menyorot ke arahnya. "Sialan! Ke mana dia!" umpat seorang pria dari atas sana. "Sudah mahal-mahal kita membelinya!" sambungnya marah. "Cepat cari lagi, jangan sampai dia lolos!" Mobil hitam itu kembali melaju kencang setelah pria itu memastikan Maira tidak ada di sana. Maira mendorong karung itu setelah merasakan mereka sudah pergi. Dia hampir kehilangan seluruh oksigen sebab berada di bawah sana. Gadis itu menelan air mulutnya sambil berusaha menetralkan pernapasan. Maira merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Apa ini akhir hidupnya, atau hanya akhir dari kehidupan damainya. Maira mengaduh sakit dan kecewa, cobaan apa yang telah datang padanya. Tidak cukup kah cobaan untuknya dengan kepergian Sang Ayah. Maira protes pada Pemilik Hidupnya, tanpa dia sadari bahwa barusan Allah telah menyelamatkannya dari orang-orang yang hendak menangkapnya. Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Beberapa jam yang lalu, di sebuah tempat prostitusi yang sedang mengadakan pelelangan gadis perawan. Acara itu dihadiri oleh pria mapan dari berbagai penjuru kota. Undangannya bersifat rahasia, dan hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mendapatkannya. "Mas Lian! Jangan tinggalin Maira!!" Gadis itu memohon dengan air mata yang sudah banjir di balik kain cadarnya. Dia memeluk kaki suaminya penuh iba, berharap lelaki itu mengasihaninya sedikit saja. Lian menarik kakinya dari sentuhan gadis itu. Dia benar-benar muak melihat Maira. Apalagi mendengar suaranya yang menghasilkan panas di telinga Lian. Belum lagi suara tangis menjijikkan yang memicu adrenalin pria itu. "Berhenti memanggil namaku! Aku tidak pernah mencintaimu dan kau tidak akan pernah aku izinkan untuk mencintaiku! Pernikahan kita hanya syarat untukku mendapatkan kepercayaan mama!" bentak Lian. Pria itu berjongkok di depan Maira, lantas mengangkat kepala gadis itu. "Kau tidak berhak cemburu pada Sieera! Dia pacarku, dan satu-satunya wanita yang boleh mendapatkan cintaku! Paham sampai sini!" ketusnya dengan rahang mengeras, giginya menggertak tak ingin mendapat nasihat apalagi bantahan. Maira memejamkan matanya, membuat air mata yang membendung menjadi tumpah seluruhnya. Cadar hitamnya itu sampai basah sebab derasnya air mata yang mengalir. Lian semakin muak saja melihat mata sendu gadis itu. Dia membuang kepala Maira dari tangannya. "Kau lebih cocok jadi jalang!" bentak Lian. Maira meringis, menahan sakit di lehernya, juga sakit di hatinya. Lian menikahi Maira hanya untuk menuntaskan syarat dari mamanya. Ayah Maira yang saat itu kondisinya sedang sakit parah menyetujui permintaan mamanya Lian, untuk menikahkan putra putri mereka, dan berharap bahagia untuk mereka. Maira tidak tahu apa-apa soal itu sebelumnya. Yang dia tahu, Lian adalah orang baik saat pertama kali Maira bertemu dengannya. Juga saat ayahnya bertemu dengan Lian. "Maira mohon, Mas Lian! Maira janji akan pergi dari hidup mama dan Mas Lian. Izinkan Maira pergi dari sini...," lirihnya penuh iba. "Kau pikir aku bodoh! Mama tidak akan membiarkanmu pergi. Lagipun aku bisa mendapat keuntungan besar dari menjualmu, kenapa tidak," ucap Lian. "Aku tinggal bilang pada mama kalau kau lari bersama pria lain. Dan aku akan mendapat bukti setelah kau dibeli nanti." Lian tertawa getir. Maira sungguh tidak menyangka Lian sejahat itu. Dia pikir suaminya hanya berselingkuh di belakangnya. Nyatanya pria itu lebih kejam dari pikirannya, Lian membawanya untuk menjualnya. "Apa salah Maira, Mas ... hiks ... " Gadis itu sesegukkan meratapi takdir yang dia alami saat ini. Bagaimana tidak. Maira bukan lah gadis yang tahu banyak tentang hingar bingar dunia ini. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah untuk mendalami ilmu yang sudah dia dapat dari pesantren. Maira bisa dijuluki gadis yang buta, tuli, bahkan bisu. Sebab dia tidak pernah menggunakan mata, telinga, dan mulutnya untuk hal yang tidak bermanfaat. Ayahnya telah benar-benar menjaga dan mendidiknya untuk seorang pria yang pantas mendapatkannya. Maira tidak pernah melihat dunia yang penuh cobaan ini. "Berhenti mengiba di hadapan ku! Kau tidak akan pernah mendapat kasihan dariku!!" Lian menarik cadar juga kerudung yang dipakai Maira, lalu melemparnya menjauh dari gadis itu. Maira terlonjak dengan satu tarikan napas. Tubuhnya bergetar panik mencari kain kerudungnya, dia berusaha menutupi kepalanya dengan kedua tangan. Lian menarik gadis itu, menghalanginya dari mengambil kerudungnya. "Diam! Sebentar lagi kau akan dilelang!" Pria itu menghempaskan Maira ke ujung tembok di ruangan itu, lalu berjalan keluar setelah mengambil kerudung dan cadar Maira. Dia mengunci kembali pintu ruangannya. "Bagaimana Tuan Lian?" tanya seorang pelayan yang bekerja di sana. "Silahkan." Lian mempersilahkan pelayan lelaki itu masuk dan membawa Maira untuk dipromosikan. Maira menyudutkan diri dalam ruangan itu. Seluruh organ tubuhnya bergetar ketakutan. Apalagi saat dia melihat seorang pria masuk dan berjalan menghampirinya. Gadis itu menyembunyikan wajahnya di antara lutut-lutut kakinya. "Don't worry, Baby...," lirih pria itu sambil mengusap rambut hitam lebat milik Maira. Gadis itu menyingkirkan tangan yang menyentuh kepalanya, lalu kembali merapatkan ruas-ruas tubuhnya. Pelayan itu menyunggingkan senyum. Detik berikutnya, dia menarik kaki Maira, membuat gadis itu terlonjak lalu memberontak. "Diam atau kau mendapat suntikan di bokongmu!" ancam pelayan itu. Maira membeku. Pria itu melepas sepatu juga kaus kaki yang dipakai Maira. Lalu tak lama, datanglah dua orang wanita dengan peralatan rias di tangannya. Mereka langsung merias wajah Maira meski berulang kali gadis itu menepisnya. Sampai akhirnya mereka memilih untuk menyuntikkan cairan penenang padanya. Maira langsung dibawa dan dilelang saat itu juga. "Lelang gadis cantik, putih, mulus, bersih, dan pastinya belum pernah disentuh lelaki mana pun. Saya mulai dari harga dua ratus juta!" Maira tidak bisa berkata apa-apa, selain meminta pertolongan pada Pemilik Pertolongan di dalam hatinya. Wajahnya yang biasa menampilkan semburat kemerahan kini terlihat pucat pasi, padahal dua wanita tadi sudah sempat meriasnya. Maira tidak pernah menyangka akan berhadapan dengan situasi seperti ini. Dia tidak bisa bergerak banyak, tubuhnya terkurung dalam jeruji besi berukuran sedang, yang terdapat empat buah roda di bawahnya. Gadis itu terduduk dalam keadaan berlutut di sana. Dia benar-benar menggigil ketakutan, melihat banyaknya lelaki yang memusatkan perhatian padanya. Hal ini yang sebelumnya sangat Maira hindari, itu lah sebabnya dia memakai cadar. Namun sekarang, tidak ada sehelai benang pun yang menutupi kepalanya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

When Janda Meet Duda

read
221.9K
bc

BUKAN ISTRI SIMPANAN CEO

read
162.3K
bc

My Arrogant CEO

read
272.8K
bc

The Bastard Billionaire

read
66.8K
bc

Om Duda Nikah Lagi

read
77.0K
bc

AHSAN (Terpaksa Menikah)

read
306.0K
bc

OBSESSED

read
90.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook