Chapter 5

1292 Words
C H A P T E R  5 Mia menarik lengan Hannah dan menggenggamnya dengan kuat sambil berlari. Dia tahu orang-orang itu sedang mengincarnya. Mia tidak tahu bagaimana mereka bisa melacak gadis itu. Tapi jika Mia adalah salah satu dari kaum Orion dan bisa menggunakan kekuatan Deja vu-nya, itu berarti mereka juga bisa melacaknya. Hanya tinggal menunggu waktu untuk mereka memancing Mia ke dalam Deja vu.   "Belok sini," kata Hannah saat melihat g**g di sudut jalan. "Aku rasa kita sudah cukup jauh." Hannah mulai mengatur napasnya.   "Tidak, mereka pasti bisa menemukan kita. Kita harus bosa mengecohnya." Mia mulai menarik lengan Hannah lagi.   Namun Hannah menarik lengan Mia juga. "Aku-tidak-sanggup-lagi," ujar Hanmah terengah-engah.   Dan kemudian, ada seorang pria menutupi jalan mereka di depan. Mia menggenggam tangan Hannah kencang-kencang sambil mundur perlahan-lahan. Namun mereka terkepung, pria yang tadi Mia lihat sudah berada di belakangnya. Kedua pria itu menyeringai, seakan mereka baru saja menemukan sebuah mainan baru.   Mia melihat situasinya, mereka benar-benar terkepung karena terapit oleh dua gedung tinggi. Satu-satunya jalan keluar adalah jika mereka bisa terbang. Sayangnya, Mia tidak memilili kekuatan seperti itu. Dia memang memiliki darah Orion, tapi hanya setengah. Bahkan Mia tidak bisa melakukan telekinesis.    "Serahkan Gungnir pada kami!" perintah salah satu pria yang memiliki rambut berwarna putih. Warna rambutnya telihar tidak alami, seakan dia salah memilih cat rambut tapi sudah terlanjur mewarnainya.   "Apa yang kalian bicarakan? Aku tidak mengerti!" bantah Mia.   "Jangan pura-pura tidak tahu! Aku tahu kau salah satu peacekepeer yang membawa Gungnir itu." Pria yang satu lagi mulai mendekat.   Mia memposisikan tubuhnya untuk menghalangi Hannah. Mia tidak mau sahabatnya terluka karena dirinya. "Kalian salah orang," bantah Mia lagi.   "Ya, bukan kami yang mengambil Gundu? Gunung? Tidak, gunung tidak bisa diambil. Gulungan?" Hannah berusaha melucu, tapi justru membuat suasana semakin kacau.   Kedua pria itu mulai menggunakan kekuatannya dan mengeluarkan benda tajam dari kedua arah. Mia mulai menarik gelang yang menlingkari pergelangan tangannya dan seletika berubah menjadi tongkat berbentuk panah—Gungnir. Mia memutar Gungnir-nya dan semua benda tajam itu menghamtam ke dinding-dinding gedung yang mengapit mereka.   "Masih ingin bertarung denganku?" tanya Mia menantang mereka berdua.   Kedua pria itu menatap Mia dengan tajam. Salah satunya kemudian meludah. "Aku tidak akan di kalahkan oleh anak perempuan ingusan sepertimu," ejeknya.   "Memang tidak," kata sebuah suara dari belakang pria itu. "Aku yang akan mengalahkanmu." Alex kemudian melesatkan panahnya tepat ke jantung pria berambut putih.   Tanpa pikir panjang, Mia menghempaskan Gungnir-nya kearah pria yang satunya lagi dan membuat pria itu terpental ke jalanan. Hannah langsung berlari ke arah Alex dan bersembunyi di balik pria itu. Mia masih kesal sebenarnya dengan Alex, tapi pria itu entah kenapa tiba-tiba saja datang.   Mia berjalan ke arah Alex tanpa menatap mata pria itu. Kemudian Gungnir tersebut kembali mengecil dan melingkari pergelang tangan Mia kembali. "Terima kasih, tapi aku rasa aku tidak butuh bantuanmu." Mia berjalan begitu saja melewari Alex.   "Maafkan aku," kata Alex akhirnya. "Aku hanya belum siap bertemu denganmu sekarang." Alex meletakkan panahnya di atas bahu.   Mia berhenti seketika, kemudian berbalik. "Belum siap? Memangnya selama ini aku memintamu untuk melakukan apa?" Mia menggeleng tidak percaya.   Alex diam saja. Mia tentu menunggu penjelasan Alex yang lebih masuk akal. Tapi pria itu terus saja diam sambil menatap Mia. "Lupakan saja," ujar Mia akhirnya. "Jika kau memang tidak ingin menemuiku, sebaiknya kau pergi saja. Sama seperti Sam yang meninggalkanku."   Mia kemudian berbalik dan tidak mengatakan apa-apa lagi. Kata-kata itu tidak sengaja terucap dari mulut Mia. Dia memang tidak menyalahkan Sam karena itu memang kemauannya untuk pergi. Dan bagi Mia, mungkin Sam akan lebih baik jika tinggal di Orion dan menemukan kembali ingatannya yang hilang.   Tapi beda halnya dengan Alex. Mia tahu Alex harus pergi saat itu, tapi dia mengatakan untuk kembali. Dan saat mereka bertemu, yang Mia dapatkan justru adalah Alex yang menjauh. Hannah menyusul sahabatnya yang berjalan dengan sangat cepat. Sampai-sampai Hannah harus berlari kecil untuk menyamain jalannya dengan Mia.   "Mia, tunggu! Kau berjalan cepat sekali," ujar Hannah.   Saat sampai di depan asrama, Mia tidak mengatakan apa-apa lagi selain mengatakan pada Hannah bahwa dia baik-baik saja. Walaupun Hannah tahu sahabatnya sedang tidak baik-baik saja, dia membiarkan Mia untuk menyendiri. Kadang, menyendiri lebih baik saat kita sedang tidak mau mengatakan apapun.   Mia membuka pintu kamarnya. Rupanya teman sekamar Mia tidak ada. Dan itu bagus, karena Mia bisa lebih leluasa melakukan apapun. Terutama merapikan kopernya yang belum di rapikan. Dengan cepat, Mia membuka lemarinya dan mulai menyusun pakaiannya dalam lemari. Untuk pakaian dalam, gadis itu meletakkannya di paling ujung.   Setelah menyelesaikan baramg-barangnya yang diletakkan di lemari, sekarang Mia memilih untuk mendengarkan musik dari ponselnya sambil membaca buku. Untung sekali dia membawa beberapa buku kesukaannya. Mia duduk di kursi yang menempel di dekat jendela dan mulai membaca.   Alunan musik dan adegan dalam bukunya menjadi satu dalam pikiran Mia. Bercampur aduk menjadi sebuah adegan demi adegan yang tergambar seperti film. Pikirannya mulai terhanyut dan melupakan dunianya sekarang. Seolah-olah dia adalah tokoh dalam buku itu.   Layar telepon genggamnya menyala. Pesan dari Hannah. Mia menutup bukunya dan mulai membaca pesan dari Hannah.   Ada pesta penyambutan anak baru di lapangan indoor. Kalau kau mau ikut aku akan mengetuk pintu kamarmu.   Mia mengerjap. Pesta rasanya bukan ide bagus untuk suasana hatinya saat ini. Jadi Mia menolak ajakan Hannah.   Aku tidak ikut. Aku akan membaca beberapa bab novelku lagi.   Kirim   Hannah membalas lagi.   Baiklah, jika kau membutuhkanku, kau bisa telepon aku.   Ya, have fun :)   Kemudian Mia melirik jam di layar ponselnya. Tidak terasa sudah pukul tujuh malam. Rasanya dia baru saja membaca dua puluh  tujub bab n****+ miliknya dan sudah malam saja. Cahaya bulan di luar membuat Mia untuk membuka jendela kamarnya. Pandangannya terpaku pada bulan yang bersinar terang malam itu. Pikirannya melayang ke tempat Sam berada.   Pintu kemudian berayun terbuka. Sawyer membawa kantung belanjaan di tangan kanan dan kirinya. Kemudian pria itu menatap Mia. "Tidak suka pesta?" tanyanya.   "Tidak suka keramaian lebih tepatnya." Mia membenarkan. Gadis itu kemudian melirik kantung belanjaan Sawyer. Perutnya terasa sangat lapar sekali. Mengingat tadi Mia tidak jadi makan siang dengan Hannah. Dan sekarang perutnya mulai meronta-ronta.   "Hmm, apa isi kantung belanjaanmu ada roti atau semacamnya?" tanya Mia malu-malu.    Sawyer menatap Mia sesaat, kemudian tersenyum. "Ya, aku membeli ini memang untukmu," katanya.   Mia memiringkan kepalanya. "Untukku?" tanyanya kebingungan.   "Ya, ini." Sawyer menyodorkan sekantung belanjaannya pada Mia.   Mia mengambilnya dari tangan Sawyer dan melihat ke dalam isinya. Ini memang hari keberuntungan Mia, ada berbagai macam makanan yang bisa mengganjal perutnya hingga besok pagi.      "Terima kasih," ujarnya sambil membuka bungkusan roti. "Sama-sama," kata Sawyer. "Ngomong-ngomong, kenapa kau tidak ikut pesta di luar?" tanya Sawyer.   Mia mengunyah rotinya perlahan-lahan. Rasanya seperti berada di surga karena dia benar-benar kelaparan saat ini. Dan jika sedang kelaparan, semua makana terasa begitu nikmat. "Aku sudah bilangkan, aku tidak suka keramaian. Terutama jika berisik seperti pesta."   Sawyer mengangguk-angguk sambil duduk di pinggiran temapt tidurnya. Kemudian dia melirik buku yang berada di samping Mia. "Buku apa yang sedang kau baca?" tanyanya lagi.   "I Am Number Four karya Pittacus Lore," jawabnya dengan mulut penuh roti.   "Buku tentang apa itu?"   "Tentang alien dari planet Lorien yang mengungsi ke Bumi. Dia berpindah-pindah untuk menjauh dari musuhnya Mogodorian. Dan kaum Lorien yang dikirim ke Bumi di beri nomer 1 sampai 10. Tokoh utamanya si nomer empat dan misinya di Bumi adalah bersembunyi dari para Mogodorian yang ingin membunuhnya, setidaknya sampai pusakanya muncul. Tapi dia akhirnya jatuh cinta pada gadis Bumi."   Sawyer diam mendengarkan penjelasan Mia yang panjang lebar. Sawyer tidak pernah mengira manusia Bumi memiliki buku yang menceritakan hal semacam itu. Rasanya seperti kisah kaumnya, hanya saja lebih tragis lagi.   "Maafkan aku, saat ada yang bertanya tentang buku yang aku baca kadang aku terlalu bersemangat," kata Mia saat melihat Sawyer hanya diam saja.   "Tidak, tidak. Aku suka mendengar penjelasan darimu." Sawyer akhirnya bicara.   Mia masih menyuap rotinya. Kemudian tersenyum pada Sawyer sambil menghabiskan sisa roti di tangannya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD