Chapter 8

1108 Words
C H A P T E R  8 "Memangnya kita petnah bertemu?" Hannah menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.      Pria itu tersenyum kemudian melirik ke arah Mia. "Maksudku, Mia."    Hannah jadi ikut melirik ke arah Mia. "Kau kenal dia Mia?" tanya Hannah pada sahabatnya.    "Tidak," jawab Mia kemudian kembali berjalan. Hannah mengikuti sahabatnya yang terlihat sedikit kesal.    "Kau masih seperti dulu ya," kata pria itu lagi. "Masih saja berteman dengan orang-orang aneh."    Mia kemudian berhenti sambil berbalik. "Justru kau yang aneh, Zack. Dan seharusnya kau membusuk di penjara."    Zack menyeringai. "Kau masih saja mengungkit-ungkit masa lalu, aku hanya tidak ingin kau jadi terlihat aneh saat berteman dengan orang-orang aneh juga."    "Hey, cebol! Sebaiknya kau urusi saja urusanmu! Temanku sudah bilang tidak mengenalmu." Sekarang Hannah yang meluap-luap. Amarahnya tidak bisa dikendalikan saat berurusan dengan orang yang mengatai sahabatnya.    "Kau pikir kau siapa berkata seperti itu padaku?" Zack mendekati Hannah.    "Aku sahabatnya Mia, asal kau tahu saja," jawab Hannah penuh amarah.    Sekarang Zack sudah berada di depan Hannah. Wajahnya terlihat sama persis saat Mia menolaknya beberapa tahun lalu. Tangan Zack sudah mengepal, sedangkan Hannah masih terus mengoceh. Dalam hitungan detik, tangan Zack terangkat mengarak ke Hannah. Namun, Mia lebih cepat dan menggeser posisi Hannah menjadi posisinya.     Mia menangkisnya persis seperti yang pernah diajarkan Alex. Mata Zack tertuju pada Mia dengan kebencian. Seperti dendam yang belum terselesaikan. Tangan Zack yang lainnya mulai melayang lagi ke arah Mia. Dan gadis itu juga bisa menangkisnya. Dengan satu gerakan cepat, Mia meninju wajah Zack dengan satu pukulan dan menyiku dagunya hingga darah keluar dari mulutnya.    Mia mundur beberapa langkah. Rasanya melakukan hal itu membuat Mia merasa tidak takut lagi dengan Zack. Setidaknya dia tahu bahwa dia akan baik-baik saja jika bertemu dengan Zack lagi.    Sekarang, Mia menjadi perhatian. Orang-orang mulai mengerumuninya dan sebagian yang lain merasa kasihan sekaligus geli melihat Zack yang kalah oleh seorang wanita.    Hannah terkejut melihat Mia yang bisa sebegitu ganasnya dengan pria itu. "Whoa, kau hebat!" ujar Hannah terkagum-kagum.    "Kau seharusnya tidak berurusan dengan dia," kata Mia.    "Aku hanya mau membelamu. Lagipula dia bilang bahwa kau selalu berteman dengan orang aneh, itu berarti aku kan."    "Lalu apa itu, cebol?" tanya Mia geli. "Dia kan tidak cebol."    "Aku hanya tidak bisa mendapatkan kata-kata yang pas untuk mengejeknya. Dia terlalu sempurna, secara fisik. Secara hati, dia busuk," jawab Hannah yang masih memikirkan hal tadi. "Sebenarnya, apa hubunganmu dengannya?"    "Dia mantanku. Tidak, bukan mantan, aku tidak pernah menganggapnya mantan. Dia orang yang pernah membuatku trauma seumur hidup. Dia juga alasan mengapa aku tidak suka kepopuleran." Mia mengendus tangannya yang berbau darah Zack.    "Benarkah? Kau tidak pernah cerita mengenai hal itu." Hannah melipat lengannya di d**a, meminta penjelasan Mia.    "Kita harus ke toilet dulu," ujar Mia.    Hannah kemudian mengikuti Mia berjalan menuju toilet. Sampai Mia membersihkan tangannya, Hannah masih terus menuntut penjelasan Mia.    "Begini, saat itu aku berpacaran dengannya. Kau tahu, salah satu pria paling diincar satu sekolahan dan akhirnya dia mengencaniku. Dan dia memintaku untuk berhubungan s*x dengannya, aku menolak dan dia mengamuk dengan memukulku dengan bat baseball. Untungnya aku selamat dan setelah itu aku pindah ke sini." Mia menjelaskan.    "Ya ampun. Kalau aku tahu dia melakukan itu padamu, aku pasti sudah meninjunya sebelum dia berbicara."    "Tinjuku lebih baik daripada tinjumu." Mia tertawa diikuti oleh Hannah juga.    "Tapi kenapa dia tidak dipenjara?"    "Karena dia dibawah umur saat itu, tapi dia harus tetap menjauh dariku setidaknya lima meter. Dan aku punya hak untuk melakukan apapun jika dia mendekatiku."    Hannah mengangguk. Dia tidak pernah mengira bahwa Mia memiliki masa lalu yang begitu membuatnya trauma seumur hidup. Sekarang, Hannah semakin membenci pria itu. Menyakiti sahabatnya berarti menyakiti dirinya juga. ***    Sam terus mengingat kata-kata Will mengenai Miranda, mengenai ayah dan ibunya. Satu-satunya pertanyaan sast ini adalah, apakah Sam mempercayai adiknya?    Sejak tadi Sam hanya duduk di dalam kamarnya sambil memikirkan hal itu. Kemudian dia teringat sebuah wajah yang tersenyum padanya dalam bayangannya. Seolah-olah mereka sudah sangat dekat, namun Sam tidak bisa melihat wajahnya yang buram dalam bayangannya.    Seseorang mengetuk pintu kamar Sam sekali. Pria itu kemudian bangkit dari duduknya dan membuka pintu. Val langsung mendorong Sam saat pria itu membuka pintunya.    "Ada banyak yang harus kita bicarakan," ujar Val sambil menutup pintu di belakangnya.    Sam hanya menatap Val tanpa mengatakan apa-apa. Kemudian duduk kembali ke tempatnya sebelum Val datang. "Bicara tentang apa?" tanya Sam.    "Tentang Mia, kau seharusnya tidak meninggalkannya begitu saja. Dia bisa menjadi incaran para pemberontak."    Sam menggeleng. "Val, mungkin aku memang pernah dekat dengan gadis itu. Tapi sekarang aku tidak mengenalnya sama sekali. Bagaimana bisa aku menjaga seseorang yang sama sekali tidak aku ingat sedangkan menjaga adikku sendiri saja tidak bisa."    Val menatap Sam yang sama sekali tidak mengerti tentang apa yang sedang dia katakan. "Kau dulu yang mengatakan rela mati untuk Mia. Kau rela melakukan pertukaran karena takut Will akan membunuh Mia." Suara Val pelan namun pasti.    "Aku akan menemui jika aku mengingatnya. Sekarang aku mau istirahat," kata Sam.    Val menatap Sam yang sekarang sudah naik ke atas tempat tidurnya. Rasanya dia mau menyeret pria itu dan mendorongnya masuk ke dalam lubang waktu agar bisa pergi ke Bumi. Tapi Val hanya nenunjukkan ekspresi kecewanya dan pergi keluar kamar.    "Masih membujuknnya untuk menemui gadis bumi itu?" tanya sebuah suara dari kanan Val. Irial muncul dari balik dinding dengan masih mengenakan baju bertarungnya.    "Menjauh dariku," ujar Val.    Irial menarik lengan Val dan membuatnya berhenti berjalan. "Aku ingin membawamu ke suatu tempat."    "Aku tidak mau," bantah Val sambil menghentakkan tangannya.    "Wah-wah, apa yang sedang kalian lakukan di sini?" tanya sebuah suara dari belakang mereka.    Si kembar Earth sedang memandang Val dan Irial dengan penuh keingintahuan. Terutama Hale, dia sangat ingin membuat Irial marah.   "Kau tahu apa yang akan terjadi jika kami memberitahu Miranda tentang hubungan kalian?" tanya Hale sambil menggigit sebuah batang tusuk gigi.    "Tidak ada kami Hale, aku tidak akan mengatakan apapun." Jace melirik ke arah Irial sambil memberikan ekspresi meminta maaf tentang sikap adiknya.   "Katakan saja, aku tidak punya hubungan apapun dengan Irial. Lagipula, pria-pria Bumi lebih tampan daripada kalian." Val mengangkat sebelah alisnya sambil berjalan dengan cepat.    Hale terkekeh. "Hah, pria-pria Bumi lebih tampan dariku? Justru gadis-gadis Bumi akan memujaku jika aku pergi ke Bumi."    Irial tidak mengatakan apa-apa lagi dan pergi meninggalkan si kembar Earth. Dari kejauhan, Irial mendengar teriakan Hale yang meneriaki tentang dirinya. Tapi Irial menghiraukannya.    Irial tidak mengerti kenapa Jace dan Hale memilik sifat yang sangat berbeda. Mulai dari cara mereka berbicara hingga ke narsisan Hale yang sungguh tidak bisa ditoleransi lagi. Irial sangat menyukai Jace, bahkan dia berharap Jace adalah saudara laki-lakinya. Tapi dia tidak menyukai Hale, terutama sifatnya. Irial dan Hale akan selalu bertengkar saat mereka bertemu. Dan sayangnya, mereka adalah satu tim yang tidak bisa dipisahkan. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD