Sorot mata tajam Laura menatap ke depan. Disampingnya, Oscar sedang menghembuskan asap rokok perlahan. Matanya juga menyapu sepanjang pertokoan di hadapan mereka.
"Tampaknya gadis itu cukup berani." Kata Oscar pelan. Laura tersenyum sinis.
"Sepertinya dia sudah tau beberapa hal kecil." Timpal Laura acuh tak acuh.
Tangan Oscar memainkan gelas anggur di atas meja dengan malas.
"Kamu sudah mendapatkan semua barang ibumu. Tapi kunci itu, apakah gadis itu menyimpannya?" Tanya Oscar pelan.
Laura menghela napas sedikit frustasi.
"Kakek tidak pernah mengatakannya." Jawab Laura bingung.
"Pergi cari tau." Perintah Oscar dengan nada sedikit kesal.
"Apa kamu hanya peduli dengan barang-barang ibuku?" Laura menjawab dengan cemberut. Oscar segera merubah sikapnya sedikit lebih lembut.
"Bukankah itu untuk kita?" Bujuknya lembut sambil membelai pipi Laura. Dengan itu Laura sedikit terhibur. Matanya menatap sosok pincang yang keluar dari toko perhiasan di hadapan mereka.
"Putri angkat yang malang." Gumamnya pelan. Ia menatap gadis itu hingga hilang dari pandangan.
***
Risya berjalan di ujung Orchard Road ketika ia berhenti di kedai kopi terdekat. Ia duduk dan memesan copucino dan sepotong croisant coklat.
Fikirannya masih melayang pada kasus cincin tunangan sehingga dia tidak fokus pada sekeliling.
Ketika sedang menikmati kopi, sebuah sedan tiba-tiba menabrak seorang kakek tua yang sedang menyebrang jalan di hadapannya. Karena itu adalah area ramai dan banyak orang sudah berkumpul memberi pertolongan, si pengemudi terpaksa turun untuk melihat keadaan.
Pengemudi itu adalah seorang pria menggunakan jaket kulit berwarna coklat tua yang tampak familiar. Kening Risya berkerut, matanya tanpa sadar menatap sedan berwarna kuning terang yang menarik perhatian.
Ingatannya semakin jelas mana kala Risya melihat tatto kupu-kupu di punggung tangan kanan pria itu.
Ya, itu dia!
Orang yang menabraknya lima bulan lalu!
Risya segera bangkit dari kursi lalu meraih tongkat. Ketika orang-orang sibuk memberi pertolongan pada kakek tua, pria itu tanpa sengaja menoleh ke Risya yang melongo kaget. Tatapannya berubah kaget. Ia kemudian diam-diam mundur masuk ke mobil dan berniat melarikan diri.
"Tolong! Tahan dia! Tahan si pemilik mobil!" Risya berteriak panik.
Diantara mereka ada jarak sekitar dua puluh meter di tambah kakinya belum cukup pulih. Orang-orang yang mendengarnya berteriak, baru merespon setelah beberapa detik sementara si pemilik mobil sudah bersiap untuk pergi.
Ketika orang-orang berusaha menghentikannya, itu sudah terlambat. Pria itu memacu mobil dengan kecepatan penuh, hampir menabrak beberapa pejalan kaki.
"Seseorang, telepon polisi!" Pekik Risya sambil tertatih-tatih menuju taksi terdekat.
Ia tidak bisa melewatkan kesempatan ini. Pria itu jelas melarikan diri ketika melihatnya.
Risya masuk ke taksi yang parkir di pinggir jalan.
"Ikuti mobil kuning itu." Perintahnya panik.
"Jangan sampai kehilangan jejak." Tambahnya lagi.
Pengemudi taksi adalah seorang gadis tomboi yang mungkin seumuran Risya. Ia mendelik kaget ketika perintah itu turun. Dengan cepat mobil di pacu ke jalan utama di Westroad.
Jalanan westroad sangat lebar dan lurus, jadi meski jarak mereka sang jauh. Mobil kuning itu masih terlihat di depan.
"Nona, apakah dia pencuri?" Tanya si gadis sambil fokus mengemudi.
"Tabrak lari." Jawab Risya singkat. Gadis itu melirik Risya beserta tongkat dari kaca spion. Ia kemudian menghidupkan radio HT dan menghubungi saluran kepolisian.
"Emergency! Energency! Kasus tabrak lari di Orchard Road. Penabrak berada di Km 124 West Road."
Risya menatap gadis pengemudi dengan kaget.
"Anda benar-benar sangat efesien." Pujinya murah hati. Si gadis hanya tersenyum di kaca spion.
Diujung West Road mobil kuning itu terlihat melambat. Ia berhenti di sisi kiri jalan persis di depan sebuah mobil yang terparkir direst area. Dua orang wanita menggunakan kacamata hitam bersandar di pembatas jalan.
Disisi kiri westroad adalah tebing curam dan laut lepas. Ada sebuah rest area selebar sepertiga lapangan bola.
"Pelan-pelan." Gumam Risya. Matanya menyapu dua orang di sisi lain mobil.
Si pengemudi mobil kuning tidak keluar dari mobil, ia hanya menurunkan kaca dan bicara dengan kedua orang berkacamata hitam di rest area itu.
Apakah kedua orang itu adalah dalang dibalik kecelakaannya? Pihak lain adalah Wanita, sebenarnya wanita mana yang tanpa sadar telah dia singgung?
Jaraknya agak jauh jadi pandangan Risya terbatas.
Si gadis pengemudi melirik dari kaca spion lagi. Ia menghela napas dan merogoh laci dashboard. Ada sebuah teropong mainan disana dan ia menyodorkannya ke Risya.
Melihat itu Risya sedikit terkejut. Senyum simpul muncul dibibir nya.
"Aku menyukaimu." Ujar Risya sambil tertawa.
"Maaf, aku bukan penyuka sesama jenis." Bantahnya pun sambil tersenyum.
Mendengar jawaban tak terduga itu Risya terbahak-bahak. Si gadis pengemudi segera menunjuk ke depan.
"Pertunjukan hampir habis."
Risya kembali fokus. Berkat teropong mainan ini wajah wanita itu lebih jelas. Ia segera menahan napas dengan kaget.
Laura!
Tapi siapa gadis yang satu lagi? Risya belum pernah melihatnya. Posturnya tinggi dan sangat cantik. Ia berusaha mengingat-ingat tapi nihil.
Mobil kuning tiba-tiba menutup kacanya. Tampaknya sudah selesai bicara dan mulai melaju ke tikungan kanan West Road.
"Apa kita masih harus mengikuti mobil itu?" Tanya gadis sopir. Risya bingung sejenak. Ia kemudian memutuskan melanjutkan misi hingga akhir.
Mereka mengikuti mobil itu hingga ke timur Saint Lucia. Itu tidak jauh dari West Road. Namun ketika mobil itu masuk ke Sakura Park, perasaan dingin muncul di hati Risya.
Sakura Park, bukankah setelah taman sakura ini terdapat rumah Paman mereka?
Mobil itu masih berjalan hingga ujung taman sakura lalu ia berhenti tepat disisi utara villa timur ini.
"Kita sudah sampai?" Tanya gadis sopir.
Risya terlalu syok untuk menjawab.
Apakah paman Rudy dan laura adalah dalang dibalik kecelakaannya? Apakah mereka berniat membunuhnya? Apa motif mereka? Bukankah Risya hanya putri angkat?
Namun pemandangan di depan bahkan lebih membuat Risya syok serta hampir pingsan!