BAB 9 PERJANJIAN ANTARA TABAH DAN CLARA

1561 Words
“Aku tidak mau menandatangani apapun juga yang berhubungan denganmu! Apakah kamu sekarang takut aku akan melaporkanmu ke polisi? Bersiaplah suatu hari nanti kau akan mendapatkan balasan atas kesombonganmu!” Bentak Clara emosi. Tabah menatap dingin Clara, ia tidak takut sama sekali dengan ancaman yang dilontarkan Clara. Uang dan kekuasaan yang dimilikinya akan berbicara. Ia mengatakan, kalau dirinya tidak memaksa Clara. Hanya saja jangan salahkan dirinya, apabila terjadi hal yang buruk kepada Clara akibat pernikahan paksa mereka. Clara mendelik kesal ke arah Tabah, ia benci dengan pria itu yang selalu sok kuasa atas dirinya. “Tidak akan ada hal yang buruk terjadi denganku, karena kau tidak akan bisa lagi menggunakan kekuasaanmu untuk mengancamku ataupun keluargaku!” Tegas Clara. Tabah menyunggingkan senyum sinis di sudut bibirnya ia menganggap remeh ucapan Clara. “Tandatangani saja apa yang kuminta, maka hidupmu dan keluargamu akan menjadi mudah! Kita juga tidak perlu lagi saling berhubungan!” Mata Clara melotot ke arah Tabah, ia diam sebentar memikirkan apa yang dikatakan Tabah barusan. Tidak berhubungan lagi dengan Tabah merupakan suatu hal yang menggembirakan. Dan tentu saja ia tidak akan lagi merasa was-was, kalau suatu waktu Tabah akan muncul dan membuat masalah lagi dalam kehidupannya. “Aku setuju untuk menandatangani surat pernyataan denganmu, tetapi aku akan mempelajarinya terlebih dahulu, karena aku tidak mau ada hal yang merugikan diriku dalam surat pernyataan itu!” Tegas Clara. Pelayan yang tadi datang kembali dengan membawa makanan pesanan mereka. Keduanya pun diam menunggu pelayan itu pergi dari sawung mereka. Clara dan Ryan makan dalam diam, karena keduanya tahu apabila mereka berbicara hanya akan membuat mereka berdua bertengkar saja. Beberapa saat, setelah selesai makan barulah Tabah memulai pembicaraan di antara mereka berdua kembali. “Berlagak sok pintar, hah! Baiklah, setelah ini kita akan pergi ke kantor pengacaraku. Di sana nanti akan kita rancang perjanjian di antara kita berdua!” ucap Tabah. Clara yang baru selesai menyeruput es teh manis miliknya langsung saja setuju. Namun, ia meminta jaminan dirinya tidak akan dibawa ke tempat yang asing untuk kemudian ditinggalkan begitu saja. Dengan cepat Tabah mengatakan, kalau Clara terlalu berlebihan dan bersikap tidak masuk akal. Mana mungkin, ia akan mengotori tangannya, apalagi sampai membuat nama baiknya tercemar. Bibir Clara langsung saja manyun mendengarnya. Namun, ia tidak mau berdebat lagi dengan Tabah. Ia bangkit dari duduknya, keluar dari sawung tersebut berjalan menuju parkiran. Tabah menyusul di belakangnya, tetapi ia membayar tagihan makan mereka terlebih dahulu. Setelahnya ia berjalan menuju parkiran dengan santai, sekalipun ia mengetahui kalau Clara sudah menunggunya di sana. Tak berapa lama kemudian, keduanya sudah berada dalam mobil dengan tujuan mereka adalah kantor pengacara Tabah. Dalam waktu beberapa menit, keduanya sudah sampai di tempat tujuan. Tabah dan Clara langsung saja turun dari mobil tersebut. Begitu keduanya sudah duduk di depan seorang pria yang berusia pertengahan abad, Tabah mengatakan maksud kedatangannya dan ia menyampaikan beberapa poin dalam perjanjiannya dengan Clara. Clara dengan cermat mendengarkan apa yang dikatakan oleh Tabah. Dan ia pun ikut menimpali, “Saya memang bersedia untuk tidak melakukan tuntutan, tetapi saya juga minta agar pesahabatan antara Ayah saya dan Tabah bisa dipulihkan!” Tatapan Clara galak tertuju kepada Tabah. Ia mengetaui, kalau Ayahnya bersedih dengan putusnya persahabatannya dengan Ayah Tabah. Tabah tidak suka dengan permintaan Clara, karena itu sama saja dengan ia yang harus memberikan penjelasan kepada Ayahnya, bahwa bukan kesengajaan Claralah untuk tidak hadir pada acara pertunangan itu. “Aku memberikan kesempatan kepadamu untuk mendekati Ayahku dan merubah pendiriannya! Karena aku tidak akan pernah melakukanya, karena aku sama sekali tidak peduli putus atau tidaknya hubungan persahabatan orang tua kita!” Tegas Tabah. Mata Clara langsung melotot tanpa sadar tangannya melayang ke lengan pria itu. “Baik, aku akan melakukannya! Berikan akses kepadaku untuk bertemu dengan Ayahmu!” Tabah menjanjikan, kalau ia akan memberikan kesempatan dan kemudahan kepada Clara untuk bertemu dengan Ayahnya. Namun, ia juga memperingatkan kepada Clara jangan coba-coba mencari simpati Ayahnya, agar pertunangan mereka yang sempat batal kembali dilanjutkan. “Kembalilah dua hari lagi, untuk menandatangani dokumen perjanjian kalian,” ucap pengacara itu. Keduanya kemudian keluar dari ruangan pengacara tersebut masuk mobil Tabah. Clara tidak minta diantarkan pulang oleh Tabah, tetapi ia minta diantarkan ke kampusnya. Tidak banyak kata Tabah langsung saja meluncurkan mobilnya menuju ke kampus Clara. Tabah mengentikan mobilnya di depan pintu gerbang kampus tersebut tanpa mematikan mesin mobilnya. Namun, sebelum Clara turun dari mobil Tabah, pria itu memegang lengannya dan menatap Clara dengan tatapan yang begitu tajam. “Ada satu hal yang belum sempat kulakukan, pada saat kita disahkan sebagai pasangan suami Istri!” ucap Tabah. Clara mengernyitkan keningnya merasa heran dan tidak mengerti apa maksud dari ucapan pria itu barusan. Dan sebelum ia menyadari apa yang akan dilakukan oleh Tabah. Ia merasakan tengkuknya ditarik, sehingga wajahnya dan Tabah menjadi begitu dekat. Bibirnya dicium Tabah dengan begitu ringan, kemudian Tabah memperdalam ciuman tersebut. Clara selama beberapa saat terbuai dengan ciuman itu, kemudian tersadar. Dengan kasar ia mendorong d**a Tabah menjauh darinya. Yang dibalas Tabah dengan senyum sinis. “Jangan pernah melakukan hal itu lagi!” Bentak Clara dengan mata yang menyala-nyala, karena marah. “Aku juga tidak berminat untuk menciummu kembali! Kau itu kaku, diriku bagaikan mencium patung!” ejek Tabah. Clara langsung turun dari mobil tersebut dengan emosi yang campur aduk. Ingin rasanya ia tadi melayangkan pukulan ke wajah sombong Tabah. Namun, ia tidak yakin, kalau Tabah akan diam saja, kalau ia melakukannya. Ia berjalan memasuki gerbang kampusnya menuju kelas. Hari ini ia memang ada jadwal kuliah. Sesampainya di kelas teman-temannya sudah ramai, karena jadwal masuk kuliah hanya beberapa menit lagi saja. Baru saja Clara duduk di kursi, pundaknya dipukul dengan keras. “Ke mana saja kau menghilang kemarin? Ayahmu mencari-cari dan ia terlihat sangat mengkhawatirkanmu! Mengapa kau pergi tidak memberikan kabar?” Tanya temannya beruntun. Clara membalikkan badan dan matanya menatap kesal. “Sialan! Kamu ini sakit sekali memukul!” Temannya tertawa kecil, lalu duduk di samping Clara. Nanti, di kantin kau harus menceritakan semuanya!” Ancam teman Clara, karena dosen mereka sudah memasuki kelas ia tidak bisa bertanya lebih banyak lagi. Clara merasa lega, walaupun hanya sebentar saja, karena nantinya temannya itu akan meminta jawaban dari pertanyaannya. Beberapa menit kemudian, Clara dan temannya sudah berada di kantin kampus. Namun, karena tadinya Clara sudah makan bersama dengan Tabah. Ia hanya memesan minuman saja untuk dirinya. “Jadi, di mana kau bersembunyi untuk menghindari pertunanganmu dengan Tabah?” tanya teman Clara. Clara diam sebentar ia menimbang apakah ia bisa merahasiakan kepada teman akrabnya ini? Dan apakah temannya ini tidak akan membocorkan rahasianya? “Aku memang sengaja pergi ke tempat yang jauh karena aku tidak mau bertunangan dengan Tabah. Kamu tahu sendiri, bukan bagaimana sikapnya dahulu ketika kita bertemu dengannya?” Teman Clara mengangguk, ia memang mengingat bagaimana sikap Tabah yang sombong. Namun, ia merasa ada yang disembunyikan Clara darinya. Dan ia tidak bisa memaksa Clara untuk berkata jujur, karena tidak mau pertemanan mereka menjadi putus. Keduanya kemudian, membicarakan tentang hal yang lainnya dan menutup pembahasan tentang menghilangnya Clara. Yang tampak jelas tidak ingin membahasnya. “Kamu ke kampus tadi bersama siapa? Aku tadi melihat kamu turun dari sebuah mobil mewah dan aku, sepertinya pernah melihat mobil tersebut sebelumnya,” ucap teman Clara yang mengejutkan dirinya. Clara langsung menyeruput es teh miliknya untuk menunda menjawab pertanyaan tadi. Ia tidak mengira, kalau akan ada yang melihat ia turun dari mobil Tabah. Kenapa tadi ia tidak berfikir sampai ke sana, ya? “Oh, itu aku tadi ada teman Ayahku yang bertandang ke rumah, Ketika ia hendak pulang bersamaan dengan aku yang akan berangkat ke kampus. Dan ternyata, motorku mogok ikutlah aku dengan teman Ayahku yang kebetulan rumahnya searah dengan kampus kita,” terang Clara. “Aku kok berasa, seperti sedang menjadi terdakwa dan harus menghadapi pertanyaan dari hakim.” Tambah Clara lagi. Suara kekehan terlontar dari bibir teman Clara, sehingga menarik perhatian dari pengunjung kantin lainnya. Tangan Clara terulur untuk mencubit tangan temannya itu. Yang langsung saja dibalas dengan pelototan. Beberapa saat kemudian, keduanya pun keluar dari kantin tersebut. Clara pulang, dengan membonceng temannya itu. Sesampainya di rumah Clara hanya melihat kakeknya saja yang duduk di atas kursi roda, sementara kedua orang tuanya tidak berada di rumah. Setelah menyapa Kakeknya, Clara pun langsung masuk kamar. Ia meletakkan tasnya di atas meja belajar, kemudian menuju kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Ketika sedang mencuci wajahnya itulah Clara baru menyadari, kalau ia belum mengembalikan cincin dari Tabah. ‘Mengapa aku masih memakai cincin ini? Apa karena aku merasa, kalau pernikahan kami ini sebenarnya sah?’ batin Clara. Dilepasnya cincin itu dari jari dan ia mengamati, kalau di bagian dalam dari cincin tersebut ada tulisan namanya dan Tabah. Sungguh lucu dirinya dan Tabah berhasil menghindari pertunangan mereka. Akan tetapi, tidak bisa mencegah mereka untuk menikah. Dipasangnya kembali cincin itu di jarinya, dengan janji dalam hati, kalau ia akan mengembalikan cincin itu kepada Tabah nanti ketika mereka bertemu. Keluar dari kamar mandi Clara mendengar ponselnya berdering dengan nyaring. Ia pun mengangkat teleponnya dan ketika melihat siapa yang menghubunginya Clara menggerutu sendiri. “Halo, Tabah! Kenapa kau menghubungiku? Bukankah sudah ada kesepakatan di antara kita untuk saling menghindari?” Tanya Clara, melalui sambungan telepon. “Besok malam ada pesta di rumahku! Tunjukkan kemampuanmu untuk meluluhkan hati Ayahku, agar menjalin kembali persahabatannya dengan Ayahku!” sahut Tabah dingin. Clara langsung tertegun. Ia tidak mengira, kalau secepat ini ia harus bertemu dengan Ayah Tabah. “Apakah kau juga ada di sana dan akan menemaniku?” Tanya Clara lemah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD