“Mengapa kau mengikutiku? Aku tidak memiliki urusan denganmu lagi dan aku juga tidak memerlukan dirimu, sebagai penjaga urusan moralku!” Bentak Clara.
Ia bahkan dengan beraninya menampar wajah pria itu, sampai menimbulkan bunyi nyaring. Clara menatap Tabah dengan mata yang menyala-nyala, karena amarah. Ia sama sekali tidak takut, kalau Tabah akan balas menamparnya.
Dengan dagu yang diangkat tinggi-tinggi, Clara menunjukkan kepada Tabah, kalau dirinya tidak menyesali dengan apa yang sudah dilakukannya kepada pria itu.
“Ayo, balas! Aku tahu, kau pasti melakukannya dan lelaki, sepertimu tentu saja tidak akan peduli kau berhadapan dengan wanita ataukah pria!” Bentak Clara emosi.
Tabah memandang Clara dingin bibirnya terkatup rapat dan rahangnya mengeras. Tampak sekali, kalau ia sedang menahan amarahnya.
Dicekalnya dengan kasar tangan Clara, lalu berkata, “Aku tidak akan membalasmu, karena aku tidak akan mengotori tanganku untuk w************n, sepertimu!”
Setelah mengatakan hal itu, Tabah justru berjalan pergi meninggalkan Clara Yang diam terpaku di tempatnya berdiri. Dipandanginya Tabah, sampai pria itu masuk mobil dan kemudian menghilang dari pandangannya.
Setelah beberapa saat tersadar dari tertegunnya. Clara menaiki motornya, kemudian melajukannya pulang ke rumah.
Sesampainya di depan rumah Clara langsung mematikan mesin motor. Ia berjalan menuju pintu depan dan ia tidak mendengar ada suara langkah kaki dari dalam rumah.
Dirogohnya tas yang ia bawa dan dikeluarkannya kunci pintu, kemudian pintu pun dapat dengan mudah dibuka olehnya.
Dibukanya pintu lebar-lebar, biar bisa memasukkan motornya, setelahnya ia pun masuk kamar dan langsung menuju kamar mandi untuk menggosok gigi, serta membersihkan wajahnya.
Setelahnya Clara langsung saja merebahkan badan. Namun, matanya tidak juga mau terpejam. Penghinaan yang diucapkan Ayah Tabah dan Tabah begitu membekas di hatinya.
Ponsel Clara bergetar terus-menerus membuat dirinya dengan kesal mengangkat ponsel yang ia letakkan di samping bantalnya.
Dilihatnya yang mengirimkan pesan dari nomor kontak yang tidak dikenalnya. Pada awalnya, Clara hendak mengabaikan saja pesan tersebut, tetapi ia penasaran juga dengan isi pesan yang dikirimkan untuknya. Ia pun membuka pesan tersebut.
‘Hai, ini aku Tomi. Kita bertemu tadi di kafe.’
Clara langsung saja teringat dengan pria itu. Ia pun langsung mengirimkan balasan. ‘Hai, juga!’
‘Apakah pria yang bertengkar denganmu di parkiran tadi, adalah kekasihmu? Aku tidak mau membuat masalah.’ Balasan pesan dari Tomi.
Dengan cepat Clara mengirimkan balasan, kalau dirinya mengantuk dan ingin tidur. Setelahnya ia langsung saja mematikan ponselnya.
Bukannya ingin bersikap kasar hanya saja Clara merasa, kalau dirinya tidak suka urusan pribadinya dicampuri orang lain.
***
Pagi harinya Clara berangkat ke kampus, seperti biasa dengan menaiki motornya. Pada saat lampu merah motor yang dikendarainya bersebelahan dengan mobil yang dikemudikan Tabah.
Tabah yang tidak sabar menunggu lampu berubah warna menjadi hijau melihat ke kiri dan kanannya. Sampai matanya melihat Clara dengan motornya.
Ia pun langsung saja menurunkan kaca mobil dan melayangkkan senyuman mengejek ke arah Clara.
Clara mengacungkan jari tengahnya ke arah Tabah. Ia benci melihat pria itu yang meremehkan dirinya.
Begitu lampu hijau menyala dengan cepat Clara memacu motornya, meliuk-liuk di antara mobil dan kendaraan lainnya.
Sesampainya di kampus dan duduk di kursi Clara ditatap dengan keheranan oleh temannya.
“Ada apa denganmu? Kenapa wajahmu terlihat begitu muram?” Tanya teman Clara.
Clara mengerucutkan bibirnya ia masih kesal, karena apa yang dilakukan Tabah tadi. Dan herannya ia selalu saja bertemu dengannaya. ‘Apakah Tabah mengikuti?’ batin Clara.
Melihat Clara yang melamun tidak menjawab pertanyaannya. Teman Clara mencubit hidung Clara untuk menyadarkannya dari lamunan.
“Ish, apaan sih, kamu?” sewot Clara.
“Habis, aku bertanya kamu malah dia saja dan melamun. Berat sekali, yang kaupikirkan, seperti orang yang sedang putus cinta saja!” Ledek teman Clara.
Clara memanyunkan bibirnya. “Aku lagi marah besar kepada seseorang dan rasanya aku bisa memakannya.”
“Wow! Siapa lelaki yang tidak beruntung itu?” Tanya teman Clara penasaran.
Dengan wajah cemberut Clara mengatakan, kalau orang itu tidak layak untuk diingat nama dan wajahnya, karena hanya akan membawa masalah saja.
Teman Clara hanya memasang wajah cemberut saja. Ia terpaksa harus menerima, kalau Clara tidak mau jujur sepenuhnya kepadanya.
Percakapan keduanya berganti dengan rencana magang mereka yang akan berlangsung bulan depan.
“Semoga saja aku nanti akan mendapatkan tempat magang dengan bos yang nyaman dan baik hati,” ucap Clara.
Yang langsung diaminkan oleh temannya dan menambahkan, siapa tahu saja nanti malah jadi berjodoh dengan bos tempat mereka magang.
“Ih, mana ada CEO yang masih muda kebanyakan sudah tua, dengan rambut yang sudah memutih dan perut gendut. Mana mau aku, kalau dapat bos, seperti itu,” sahut Clara.
Rini, teman Clara langsung tertawa mendengarnya. “Kalau seperti itu aku pun juga tidak mau. Yang ada malah dijadikan istri kedua atau simpanan. Aku maunya, magang di perusahaan Kak Tabah saja. Eh, bolehkkan kita panggil kakak saja, karena dia dulunya kakak tingkat kita.”
Mendengar nama Tabah disebut wajah Clara langsung menjadi cemberut. Ia sangat membenci pria itu.
“Kenapa mukamu menjadi cemberut, begitu mendengar nama Tabah kusebut?” Tanya Rini.
Sebelum Clara sempat memberikan jawaban dosen mereka sudah masuk. Kelas pun menjadi sunyi mereka tidak berani dengan dosen yang terkenal killer tersebut.
Begitu mata kuliah itu berakhir Clara dan Rini pergi ke kantin, karena setelah ini keduanya masih ad akelas lagi. Namun, baru saja duduk ponsel Clara berbunyi. Begitu dilihatnya, ternyata ada notif pesan masuk dan begitu dilihatnya dari Tabah.
‘Apa sih maunya si Tabah ini?’ gerutu Clara dalam hati.
Dibukanya pesan dari Tabah dan ia menjadi kessal karenanya. “Astaga, Rin! Aku lupa, kalau ada acara penting dan tidak bisa mengikuti kuliah jam berikutnya. Tolong ijinkan aku, ya!”
Clara bangkit dari duduknya, sambil meletakkan satu lembar uang 10 ribuan. “Aku nitip bayar, ya!”
Mengabaikan panggilan dari Rini, yang bertanya ada apa dan kenapa ia terburu-buru. Clara terus saja berjalan menjuju parkiran.
Sesampainya ia di sana sudah berdiri Tabah di samping mobilnya, dengan tatapan matanya yang tajam.
“Kamu ikut naik mobilku!” Perintah Tabah.
Clara mengangkat dagunya tinggi dengan tatapan sama tajamnya. Ia tidak mau diintimidasi oleh pria, yang selalu saja menghina dirinya. Ia mempunyai harga diri dan dirinya bukanlah wanita lemah, yang hidupnya tergantung kepada Tabah.
“Dengar Tuan Kaya Raya! Aku akan naik motorku sendiri. Kita bertemu di sana dan jangan takut, kalau aku tidak akan datang! Aku akan menepati janjiku!” sahut Clara.
Ia langsung menuju motornya dan hendak naik ke atas jok motornya. Ketika ia mendengar suara pintu mobil yang dibuka dan umpatan yang terlontar dari bibir Tabah.
Didengarnya suara langkah kaki yang mendekat, sehingga membuat ia memalingkan badannya. Dan sebelum ia sempat menyadari apa yang terjadi. Ia merasakan tubuhnya diangkat, kemudian dengan kasar dihempaskan pada jok mobil Tabah di sisi penumpang.
Dengan cepat Clara bangkit dari duduknya hendak keluar dari mobil tersebut. Namun, Tabah tidak kalah sigap. Ia menutup pintu mobilnya dengan cepat dan menimbulkan bunyi yang nyaring.
Setelahnya ia berjalan pada sisi pintu mobil bagian sopir. Ia lalu duduk di balik kemudi, lalu menyalakan mesinnya. Dan mengemudikan menuju jalan raya.
“Apa yang kau lakukan, Tabah? Mengapa kau suka sekali memaksakan kehendakmu kepadaku!” Bentak Clara dengan mata yang menyala-nyala, karena emosi.