Aysa, gadis yang sedang menuntut ilmu di kampus ternama jurusan jurnalistik, duduk memeluk kakinya yang terlipat. Menggeleng-gelengkan kepala, teringat kejadian tadi malam. Pria itu menindihinya, mencium bibirnya.
Crazy, enak sekali pria itu nyosorin bibir yang jelas-jelas masih perawan. Belum ada satu pun pria yang mencium bibirnya, dan pria asing itu mencuri ciuman pertamanya.
Ia ingat bagaimana Azka mengunci tubuhnya, menatap tubuhnya yang hanya mengenakan bra saja. Demi tuyul dan emak-emak rempong, Aysa benar-benar merasa sangat malu dengan kondisi dadaa yang terbuka begitu.
Seumur hidupnya, tak pernah bagian terunik miliknya itu dipamerkan. Bagaimana ia tidak merasa sangat malu? Bahkan ia juga ingat bagaimana Azka menatapnya, pria di atasnya itu menatap gundukan miliknya dengan tatapan nanar.
Nyebelin! Kalau ketemu lagi dengan pria itu, pasti Aysa akan memotong titidnya. Lihat saja nanti!
Aysa mengusap kulit lengannya yang meremang. Bayangan bibir Azka yang mendarat di bibirnya terus membayang, meninggalkan kesan aneh.
Eh? Ia menepuk pipinya sendiri saat tersadar sudut bibirnya tertarik lebar. Loh? Kok dia malah tersenyum saat teringat kejadian itu? bukankah seharusnya ia kesal?
Haduh, bagaimana hatinya akan berkhianat? Organ tubuhnya memang meremang, geli dan merasa ogah, tapi entah kenapa hatinya berbunga-bunga, bibirnya pun malah tersenyum.
Lah? Seharusnya Aysa tidak boleh gembira dengan situasi tidak normal seperti itu, tapi hatinya berkhianat, tega-teganya hatinya bersorak gembira saat menatap wajah sang idola. Haduh.
Aysa akhirnya menyerah, tidak mau mengkhianati dirinya sendiri dengan merasa marah tapi hati sebenarnya bahagia. Kenyataannya, Aysa adalah pengagum rahasia sosok Azka.
Eh, tunggu dulu, saat kejadian tadi malam, hatinya dengan beraninya merasa berbunga menatap wajah pria tampan itu. Wajah yang selalu membayang dalam pikirannya. Sayangnya pertemuan mereka kini terkesan buruk sekali, Azka menganggapnya sebagai gadis nakal penjaja diri.
Ingatan Aysa flash back pada kejadian dua bulan lalu. Ia duduk di salah satu meja restoran untuk mengerjakan tugas kampus. Alih-alih perhatiannya malah fokus pada pria tampan yang duduk di meja sebelahnya. Azka. Pria tampan yang mirip sekali dengan opa-opa Korea, yang kalau tersenyum bikin hati meleleh, otak klepek-klepek. Menggunakan kemeja maroon, rambut kelemis disisir rapi, sepatu mengkilap yang pastinya harganya mahal. Badannya gagah, bahkan dari balik kemejanya yang ketat tercetak tubuh six pack-nya itu. Aysa terpesona pada pandangan pertama, atau bisa dibilang jatuh cinta, tapi jangan diumbar, cukup tahu diri saja.
Hatinya bergetar layaknya gitar dipetik, jantungnya berdebar seperti genderang mau perang. Pokoknya ala-ala jatuh cinta anak muda dia rasakan kala itu.
Aysa terus memperhatikan Azka yang membuka mulut, memasukkan makanan ke mulut dan mengunyah. Duh… pria itu terlihat semakin tampan saat mengunyah.
Brrrrt… Getar ponsel mengalihkan perhatian Aysa. Ia meraih ponsel yang tergeletak di meja. Dih, benda gepeng yang harganya tidak mahal dan malu-maluin itu berani-beraninya mengganggu tuannya yang sedang asik jatuh cinta.
Aysa menjawab telepon. “Halo, Tante! Eh, iya iya, aku segera pulang!”
Tantenya Aysa meminta supaya ia cepat pulang, katanya keponakan Aysa yang paling kecil sakit, mencret-mencret. Hadeh penyakit lama tidak hilang juga. Pasti gara-gara kebiasaan si kecil yang suka ngutipin makanan jatuh dan memakannya.
Segera Aysa mengemasi meja dan memasukkan buku ke tas. Lalu bangkit meninggalkan meja. Sayangnya gerakan tubuhnya yang keluar dari celah kursi bersamaan dengan Azka yang juga bergerak ke samping bangkit dari kursi.
Bruk!
Aysa terperangah menoleh ke samping. Bahunya bertabrakan dengan lengan keras Azka. Pria yang sedang asik menelepon itu mengucap kata maaf sekilas lalu melenggang pergi.
Kebanyakan orang akan marah saat bertabrakan, tapi Aysa malah tersenyum. Bahunya baru saja bersentuhan dengan lengan pria tampan itu. aromanya pun masih tertinggal. Besok-besok tabrakin aja lagi.
Sebelum melangkah, Aysa mendapati sebuah kartu nama di lantai. Aysa memungut benda itu, membaca nama yang tertera. Azka Tanaka. Pasti milik pria itu terjatuh.
Dewi fortuna seperti sedang memberi peluang baik kepadanya untuk bisa berdekatan dengan pria pujaan hati. Aysa mengejar Azka, ingin mengembalikan kartu nama itu.
Sesampainya di luar, Aysa berlari memanggil, “Azka, ini kartumu terjatuh!”
Azka yang tengah memasuki mobil itu seperti tidak mendengar. Mobilnya bergerak meninggalkan Aysa yang kini terbengong membaca keterangan di kartu nama itu.
Azka Emanuel Tanaka, direktur perusahaan Tanaka Groups. Lengkap dengan alamatnya. Aysa membelalak. Jadi, pria yang dia kagumi itu adalah seorang direktur di perusahaan besar? Semenjak itu, Aysa jatuh cinta pada pandangan pertama. Ia mengidolakan Azka dan suka mencari tahu tentang Azka.
Mengingat hal itu, Aysa tersenyum simpul. Sampai sekarang, kartu nama Azka masih terselip rapi di dompetnya. Segala sesuatu tentang Azka, menjadi daya tarik baginya sampai-sampai ia sering iseng mencari tahu tentang Azka di sosial media. Tidak banyak informasi yang dia dapatkan dari sosial media, tapi minimal informasi penting mengenai makanan dan minuman favorit pria itu sudah tercatat di memori kepalanya. Warna baju kesukaan, juga hobinya, yaitu golf, gyme dan berenang. Pantesan badannya bagus.
Meski Aysa ingat pernah bertemu dengan Azka sebelumnya, tapi yakinlah Azka pasti tidak akan ingat dengan gadis sederhana seperti dirinya. Dan benar saja, Azka tidak mengingat Aysa saat pertemuan di hotel waktu itu.