Petaka Malam Tahun Baru
Bab 6 (POV Bastian 1) : Suprise
Agghh ... sial, kenapa bisa ketinggalan dompet segala? Aku segera berlari menuju ke mobil. Untung saja, Tiara hanya mengajak makan di restoran dekat rumah. Mana dia juga nggak bawa dompet, dasar!
Eh, apa ini? Aku mengerutkan dahi saat melihat sebuah bingkisan di kursi kemudi. Aku tersenyum dan menduga ini adalah suprise dari Tiara. Wanita yang sudah tiga bulan ini kupacari. Dia memang selalu membuat kejutan manis untukku. Ah, nanti saja, sebaiknya aku pura-pura nggak tahu biar dia senang.
Kupacu mobil menuju restoran, di mana Tiara sedang menungguku. Dia tersenyum saat melihat kedatanganku, ah ... aku semakin tak sabar mendapatkan hadiah lainnya selain dari sekedar bingkisan kado yang harus membuatku pura-pura senang saja.
“Sayang, kok lama?” rengeknya manja.
“Cuma sebentar kok. Hmm ... kamu udah pesan rupanya, ayo kita makan!” Aku duduk di hadapannya.
Tiara tersenyum lagi dan mulai menikmati makanannya, serta tak lupa sambil menyuapkan ke mulutku juga. Dia membuatku seperti anak bayi saja, namun aku akan girang jika dia menyuapkan langsung dari bib**nya. Ah, otak mesu*ku kembali bekerja.
Baru saja kami hendak pulang, ponselku malah berdering, ada panggilan masuk dari Pedro, temanku.
“Bas, kamu di mana? Aku dan teman-teman ada di depan rumah kamu ini?” cecarnya saat panggilannya kuterima.
“Lagi di restoran, tapi udah mau pulang. Tunggu aja!” jawabku sambil menggandeng pinggang ramping Tiara menuju pintu keluar restoran.
Panggilan telepon kuakhiri, lalu masuk ke mobil.
“Siapa yang telepon, Yank?” tanya Tiara sambil melirikku.
“Pedro cs, mereka ada di depan rumah,” jawabku sambil memacu mobil menuju rumah.
Sepuluh menit kemudian, mobilku telah tiba di depan rumah dan benar saja, lima teman gengku itu sudah menunggu di depan sana.
Aku mengajak Tiara untuk turun dari mobil lalu meraih kotak kado yang tadi, menatap pacarku itu dengan senyum yang mengembang. Biar saja, lima temanku yang jomlo itu ileran. Aku ketawa jahat melihat mereka yang selalu ngenes. Sungguh berbeda jauh denganku yang selalu gonta-ganti pacar, namun tentunya setelah mendapatnya barang berharga miliknya. Hmm ... semua pasti tahu, apa yang diincar cowok sepertiku.
“Sayang, apaan ini isinya? Aku lebih senang jika dikasih kado benda asli, bukan benda mati,” ujarku sambil melempar kunci rumah kepada Pedro, agar ia membukanya.
“Apaan sih, Sayang, itu bukan dariku. Kamu dapat dari mana?” Tiara malah pura-pura tak tahu, padahal aku udah tahu skenarionya. Palingan juga, bakal dikasih kaos atau celana pendek lagi, atau juga bingkai fotoku bersamanya. Cewek memang lebay, padahal cowok lebih suka kado yang asli.
“Hmm ... oke deh, kita buka sama-sama di dalam kalau gitu.” Aku tersenyum sambil membawa bingkisan kado seukuran kotak mie instant itu.
Kuletakkan kotak kado itu di atas meja ruang tamu. Beberapa orang temanku ada yang langsung menuju dapur, ruang tengah juga kamar. Mereka sudah menganggap rumahku ini sebagai rumah mereka sendiri.
“Buka dong, Bas! Kalau isinya kue ulang tahum, bagi gue sepotong, ya!” Andra duduk di hadapanku.
Ah, Andra mah emang doyan apa saja. Semua dia embat, kado-kado sebelumnya yang dari Tiara juga, dia yang ambil. Dia memang selalu ingin mencicipi barang bekasku.
“Buka deh, Yank! Aku jadi penasaran akan isinya, awas aja kalau itu dari selingkuhan kamu!” Tiara memonyongkan bibirnya yang membuatku geram ingin ... hmmm ....
“Selingkuhan yang mana sih, Yank? Tiap hari sama kamu saja, mana sempat buat selingkuh.” Aku memeluknya dari samping.
Tiara tersenyum malu-malu.
“Heleehh ... kok malah mesra-mesraan sih? Buka dong cepat kadonya, lapar nih!” Andra merengut sambil mengelus perutnya.
Kulepaskan pelukan dari tubuh ramping pacar ke-sekianku itu, lalu kembali fokus kepada kado dari pengirim misterius kalau ini memang bukan dari Tiara.
Kubuka dengan cepat kertas kado berwarna-warni dengan motif kembang api tahun baru. Nah. Kini tinggal membuka tutup kotaknya saja. Kuraih kertas dari dalam kardus dan membaca tulisannya.
“Happy new years,” ujarku dengan mengerutkan dahi.
“Apa, Yank, tulisannya?” Tiara menyambar kertas itu dari tanganku.
Andra mendekat, saat aku kembali membuka isi kotak itu yang di dalamnya terdapat bungkusan dengan kantong plastik berwarna merah. Hmm ... seperti ada bau amis, aku mendengus lalu membuka ikatan kantong plastik.
“Agghhh!!!” jeritku histeris saat melihat sesosok bayi berwajah pucat di dalam kantong plastik itu.
“Kenapa, Yank?” Tiara memegang punggungku.
Ya tuhan, bayi siapa itu? Jantung ini masih berdebar kencang.
“Apaan, Bas, isinya?” Bastian mendekati kotak itu dan membukanya juga.
Sama sepertiku, Andra juga menjerit histeris.
“Bayi siapa itu?” teriak Andra kencang.
Mendengar keributan di ruang tamu, empat temanku lainnya juga muncul di sini dengan tatapa heran.
“Aku nggak tahu, Dra! Kukira itu kado suprise dari Tiara, nyatanya mayat bayi.” Aku meringkuk di sofa.
Tiara dan empat temanku lainnya juga kaget melihat isi kotak kado itu. Entah kerjaan siapa ini? Kelima temanku saling pandang saat membaca kertas bertulisan ‘happy new years’ dan menatap ke arah kotak berisi mayat bayi itu.
“Bas, jangan-jangan .... “ Pedro memegangi dadanya.
Aku langsung paham maksud dari Pedro, dan langsung kepikiran Riva, mantan pacar yang pernah kami kerjai di pantai, di malam tahun baru.
“Nggak mungkin!” Aku berusaha menyangkal walau firasat ini tertuju kepadanya.
“Ya sudah kita pulang saja!” Seno, satu-satunya temanku yang tak ikut andil dalam tragedi di tahun baru itu angkat bicara.
“Iya, pulang aja yuk, guys!” Amrul segera memasang jaketnya.
“Eh, kok pada pulang? Terus mayat bayi ini gimana?” tanyaku kesal sambil bangkit dari sofa.
“Telepon Polisi aja!” usul Bobby sambil bersiap bersama empat temanku lainnya.
“Kalau Polisi udah datang ke sini, jangan bilang kalau kami berlima juga melihat mayat bayi itu! Bilang saja kalau hanya kalian berdua saja yang melihatnya, kami nggak mau repot jadi saksi atau apalah .... “ Andra meraih kunci mobilnya.
Tanpa mendengarkan perkataanku lagi, kelima temanku itu sudah berebutan berlari ke luar. Aku menyuruh Tiara untuk segera menghubungi Polisi walau aku agak risi dengan aparat berseragam cokelat itu.
“Sayang, nanti jangan panggil aku Bastian, ya! Panggil aku Davit, aku udah ganti nama, walau teman-temanku masih sering kecelosan manggil Bastian!” perintahku kepada Tiara saat dia telah selesai menelepon Polisi.
“Iya, Sayangku, Davit.” Tiara mendekat ke arahku.
Dengan cemas, aku menunggu kedatangan Polisi dan sambil menyusun kata-kata yang tepat jika diintrogasi nanti. Aku tak mau peristiwa malam tahun baru bisa terseret ke masalah ini. Sebaiknya tulisan ‘happy new years’ ini kuamankan dulu.
Bersambung .... .