"Alex," ucap Sena yang berderai air mata setelah mereka berada di apartemennya. Pria itu memeluk Sena dengan rasa iba, ia bersahabat dengan Sena sudah sangat lama bahkan dari umur mereka masih kecil dan tesmi menjadi kekasih saat usia mereka delapan belas tahun, namun baru kali ini Alex melihat Sena serapuh ini.
"Hey, jangan nangis. Kamu jelek kalau nangis kayak gini," ujar Alexander sambil melepaskan pelukannya, ia menatap kedua mata Sena dengan intens. Sena hanya bisa menunduk, tanpa ingin melihat kedua mata Alex yang penuh kesabaran menghibur dirinya.
"Ini aku bawain burger kesukaan kamu," ucap Alex sambil memperlihatkan bungkusan kecil ke hadapan Sena.
Dari aromanya saja membuat Sena menjadi lapar, rasa sedih berganti jadi rasa lapar yang sangat membuat dirinya melupakan kesedihan yang hari ini ia dapati.
"Kamu emang jago ya bikin mood aku naik lagi, thanks dear," ucap Sena mengecup bibir Alex sekilas. Walaupun hal itu sudah sering dilakukan oleh Sena, namun Alex tetap saja merasa gugup jika gadis itu memperlakukannya seperti tadi.
Mereka pun berbincang cukup lama sambil makan siang menghadap pemandangan kota Jakarta. Sebenarnya perasaan Sena tidak begitu baik untuk bertemu orang saat ini, namun ia juga tidak tega untuk melarang Alex yang sudah berkorban jauh-jauh dari Australia ke Indonesia untuk dirinya.
"Aku punya kabar baik," ucap Alex disela-sela makannya. Sena mengerutkan dahinya menatap pria itu dengan wajah heran.
"Kabar baik apa?" tanya Sena sambil menyuapkan daging ham ke mulutnya. Alex memang sebenarnya sudah merencanakan ini semua dari awal kepindahan Sena ke Indonesia, namun berkali-kali rencananya harus tertunda demi pekerjaannya. Mungkin ini saatnya Alex membuat Sena terkejut.
"Aku akan pindah ke Indonesia, aku gak mau kita LDR terus. Gimana, kamu senang kan dengan rencanaku ini? Sebenarnya..." baru saja Alex akan melanjutkan kata-katanya, Sena terlihat sangat terkejut.
"Pindah ke Indonesia? What? kamu jangan gila deh, Lex! kerjaan kamu gimana di Australia?" tanya Sena yang benar-benar terkejut dengan keputusan Alex yang terbilang sangat mendadak.
"Aku kan bisa kontrol dari Indonesia, setiap hari juga aku kontrol dari rumah kan kalau di sana. Nanti sebulan sekali aku akan ke Australia, tenang aja," ucap Alexander dengan santai. Seharusnya memang Sena senang karena pria itu akan bersamanya setiap hari di sini, jadi ia tidak merasa kesepian di negara orang. Namun, entah mengapa Sena malah bersikap terbalik dari yang seharusnya, ia seolah tidak suka jika Alexander berada di sini.
"Hm, menuruku akan lebih baik jika kamu tetap di sana, dear. Aku juga akan sibuk di sini jadi kita tidak akan selalu bertemu," ucap Sena dengan senyuman kecut berusaha menggoyahkan keputusan Alex akan kepindahannya ke Indonesia.
"Tidak apa-apa, aku tidak memaksa agar kita terus bertemu, tapi akan lebih aman jika aku di satu negara dengan kamu kan. Mama kamu udah titip kamu sama aku, aku khawatir kalau kamu jauh terus," jelas Alexander dengan wajah sendu. Sena hanya bisa menghela nafasnya pelan, mengungkit mamanya, Hermelina memang sebelum meninggal sudah menitipkan Sena pada Alexander.
Namun, rasanya sedikit berbeda sekarang. Sena semakin tidak peduli dengan perkataan itu lagi. Ia sudah mulai kerasan hidup sendiri tanpa siapa pun.
"Lex..." perkataan Sena terjeda, Alexander tampak menatap Sena dengan tajam, ia tidak suka dibantah, Sena tahu itu.
"Baiklah kalau itu mau kamu, aku akan mendukung," ucap Sena akhirnya, ia tidak bisa membantah perkataan Alexander jika sudah menatapnya seperti itu, Pria bermata coklat terang itu selalu sabar menghadapi Sena, namun ia paling tidak suka jika perkataannya ditentang apalagi itu demi kebaikan Sena.
Mata elang milik Alex berubah menjadi berbinar ketika mendengar hal itu dari mulut manis Sena. Pria itu mendekati Sena dengan perlahan kemudian mengecup bibir mungil Sena yang merah merona. Saat ini, hanya ada Sena dan Alex dalam ruangan tersebut yang sedang asik dengan kegiatan intimnya.
Kring!
Dering ponsel Sena membuat kegiatan mereka terhenti, Sena melirik ke arah ponselnya yang berada di nakas. Dengan inisiatif, Alex mengambilkan ponsel tersebut dan memberikannya pada Sena.
"Thanks," ucap Sena sambil menyalakan ponselnya. Ia memicingkan matanya menatap layar ponsel kemudian berteriak senang.
"Ahh!! Aku dapet bonus!!" teriak Sena dengan wajah senang, memang ternyata uang selalu menjadi mood terbaik untuk orang. Alexander hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum.
"Bonus apa?" tanya Alex yang penasaran, pria itu mencoba mengintip ponsel kekasihnya itu dari samping. Sena yang melihat wajah alex mendekat, cepat-cepat mematikan layar ponselnya kemudian tersenyum manis ke arah Alex.
"Besok gantian ya aku yang traktir kamu," ucap Sena kemudian berdiri dari pangkuan Alex dan meninggalkan Alex dengan rasa penasaran karena tidak biasanya Sena mentraktir seorang pria walaupun itu adalah kekasihnya sendiri.
Alex sebenarnya curiga, namun ia tetap berpikir positif bahwa Sena pastilah hanya bermaksud baik ingin mentraktir karena mendapatkan bonus dari tempat kerjanya. Pria itu pun akhirnya menyusul Sena ke ruang kerja.
"Kamu bermalam di sini kan?" tanya Sena yang masih sibuk mengetik di meja kerjanya, terlihat sekali bahwa gadis itu sedang sibuk dengan laptop kesayangannya sampai ia lupa membereskan piring makan.
"Iya, bolehkan?" tanya Alex sambil memeluk Sena dari belakang, ia rindu sekali dengan gadisnya ini. Sudah bertahun-tahun ia tidak bertemu setelah kepindahan Sena ke Indonesia.
Sena hanya mengangguk sambil tersenyum manis dan memegang lengan kekar milik Alex yang sedang bergelayut di lehernya.
"Kalau mau istirahat, istirahat aja ya dear, aku masih banyak kerjaan. Pak Richard ternyata gak kasih bonus gratisan, ada maunya," gerutu Sena yang sebal dengan bosnya itu. Alex hanya mengangguk pelan, ia tahu betapa kerasnya Sena bekerja selama ini.
"Ok deh, aku tinggal ya. Good Luck, dear," ucap Alex mengecup lama pucuk kepala Sena yang sangat wangi itu kemudian pergi meninggalkan Sena di ruangan kerjanya seorang diri. Gadis itu menghela nafasnya kemudian mematikan laptop tersebut dan beralih ke ponselnya dengan senyuman yang tak bisa diartikan.
Alex ternyata tidak benar-benar pergi dari tempat itu, ia memantau Sena dari balik pintu. Rasanya memang Sena janggal sekali, seperti ada yang Sena sembunyikan darinya. Pria itu menutup pintu kamar Sena perlahan kemudian kembali ke dapur untuk membereskan piring-piring makan yang belum sempat dibereskan tadi.
'Ada yang berubah, tapi aku harus tetap percaya sama Sena. Mungkin dia sedang ingin sendiri' batin Alex menenangkan dirinya. Pria itu paham bahwa masalah Sena bukanlah hal kecil, menjadi seorang anak dengan orang tua yang bercerai tidaklah mudah. Yang harus dilakukan Alex saat ini hanyalah bersabar sampai Sena bisa lupa dengan lukanya.
"Lex, aku pergi ya. Pak Richard suruh aku ke kantor sekarang," ujar Sena yang tiba-tiba muncul di belakangnya. Alex tersentak kemudian hanya bisa mengangguk pelan.
"Aku antar ya?" tanya Alex yang cepat-cepat mengelap kedua tangannya yang basah sehabis cuci piring. Sena menggeleng cepat.
"Gak usah, aku bisa kok naik taksi sendiri. Kamu di sini aja ya, gak lama kok," ujar Sena sambil mengerdipkan matanya dan mengecup pipi kanan Alex. Pria itu hanya pasrah kemudian mengantarkan Sena sampai ke depan pintu apartemennya.
"See you, dear," ucap Sena yang terlihat sangat gembira, entah apa yang membuat gadis itu menjadi lebih baik moodnya. Alex hanya bisa berharap bahwa yang membuat gadisnya bahagia adalah hal baik.