Keputusan

1128 Words
Pria muda itu menatap layar ponselnya, ia sudah memesan e-ticket untuk kembali ke Australia karena ada urusan mendadak dan juga ingin mengurus segala keperluannya di sana untuk pindah ke Indonesia. "Kamu lagi liat apa sih? Serius banget mukanya," tanya Sena yang tiba-tiba muncul dengan handuk yang ia lilitkan di kepalanya. Wangi shampo Sena membuat Alex sedikit salah fokus, ia cepat-cepat mematikan ponselnya. "Hm, nggk ini aku lagi liat tiket keberangkatan ke Australia. Besok aku harus balik karena ada urusan mendadak sekalian mau urus pindahan aku ke sini," ujar Alex sambil mencoba tersenyum. Dirinya masih risih dengan Sena yang tiba-tiba muncul dengan wangi yang seperti ini karena hal tersebut tentu saja membuat naluri laki-lakinya menjadi liar. Sena hanya menghembuskan nafasnya pelan di dekat wajah Alex. Sebenarnya ia kasihan pada kekasihnya itu demi dirinya ia malah harus bolak-balik Australia-Indonesia. Jarak tersebut memang tidak terlalu jauh, namun tetap saja itu sangat merepotkan dan mengeluarkan banyak uang. "Oh, ayolah, Lex. Jangan memaksakan diri untuk menjagaku seperti ini, aku bisa jaga diriku sendiri," ucap Sena pelan. Gadis itu merasa tidak enak karena membebankan Alex. Pria itu tertawa kecil sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Sena, nafasnya menyapu wajah Sena dengan lembut "Aku rela seperti ini, aku berharap kamu juga tidak mengecewakanku," ucap Alex yang terdengar seperti sebuah peringatan ditelinga Sena. Gadis itu terpaku, ia masih tidak yakin apa yang dimaksudkan Alex adalah hubungannya dengan Richard? tetapi Sena masih yakin bahwa Alex tidak mengetahui hubungan gelapnya dengan Richard. Entahlah mungkin itu hanya perasaan Sena saja karena ia selingkuh dibelakang Alex. "Ah, iya tentu saja aku tidak akan mengecewakanmu, kamu tidak perlu cemas akan hal itu," ujar Sena cepat-cepat tersenyum manis pada Alex berharap pria itu luluh dengan senyumannya itu. "Apa kamu dapat dipercaya?" tanya Alex mencoba meyakinkan lagi apa yang diucapkan Sena. Gadis itu menatap Alex dalam. "Jangan percaya aku, jangan percaya siapa pun. Di dalam cinta ada yang menjadi penjahatnya, ada juga yang jadi korbannya, mungkin saja salah satu dari kita adalah penjahatnya. Jadi, mari kita saling berhati-hati," kata Sena pelan sambil tersenyum samar. Alex yang mendengar perkataan Sena semakin yakin bahwa secara tidak langsung itu adalah pngakuan dari gadisnya itu. Alex menarik tubuhnya kembali, ia mengalihkan pandangannya pada jendela yang berada di hadapannya. Sena melirik kekasihnya itu dengan rasa bersalah. Ia mengatakan itu karena ia tidak ingin Alex begitu menaruh harapan padanya yang tidak bisa menjaga kepercayaannya. "Apa yang ada dipikiranmu? Kita ini sepasang kekasih, bukankah memang harus saling percaya? Apa kamu ada maksud lain mengatakan hal itu?" tanya Alex yang masih tidak ingin menatap Sena. "Hm? Maksud apa?" tanya Sena berusaha tidak paham akan pertanyaan Alex. Pria itu melirik Sena sekilas kemudian menghela nafasnya pelan, ia tidak boleh kasar pada Sena hanya karena hal ini. Alex yakin bahwa Sena punya alasan tentang ini semua, ia juga yakin bahwa alasannya tidak jauh-jauh dari masa lalunya. Seseorang pernah mengatakan pada Alex bahwa berhubungan dengan orang yang memiliki luka masa lalu lebih berat rintangannya karena bisa saja luka tersebut menjadi masalah dalam hubungan mereka. "Hm, anggaplah aku tidak pernah mengatakan apapun. Aku besok ada jadwal terbang pagi, kamu jaga diri ya, lakukanlah apa yang kamu mau, kamu sudah dewasa aku yakin kamu paham mana yang baik dan mana yang buruk. Aku percaya kamu," ucap Alex mencoba tersenyum pada Sena dengan ikhlas, namun tetap saja sorot mata nya masih memancarkan kekecewaan. "Aku boleh ikut besok? Aku kangen rumah," kata Sena dengan ekspresi sedih. Ia benar-benar membutuhkan seseorang yang sabar menghadapi dirinya, ia sudah tidak punya lagi tempat berpulang. Kalau sudah seperti ini, Alex tidak bisa memungkiri bahwa ia sangat kasihan pada Sena. Sekarang hanya dirinya yang menjadi tumpuan hidup Sena, tumpuan kesedihan Sena. Hermelina sebelum meninggal juga sudah memberikan amanat untuk menjaga Sena. "Lainkali saja ya, aku lagi gak bisa temanin kamu ke rumah. Sekarangkan rumah aku udah jauh juga bukan di sebelah rumah kamu lagi," ujar Alex mencoba mencari alasan karena ia memang sedang ingin melakukan perjalanan sendiri. "Oh, iya aku lupa. Ok deh lain kali ya? Janji kan?" tanya Sena mencoba menegoisasi agar Alex membawanya kembali ke Australia. Sebenarnya bisa saja ia ke Australia sendiri, namun ia tidak mempunyai uang yang cukup, dari pada membayar tiket pesawat, akan lebih baik gajinya ia simpan untuk bayar sewa apartemen yang lumayan mahal itu. "Tenang aja, kapan pun kamu mau aku akan anterin ke sana. Cuma gak bisa kali ini, maaf yaa," ujar Alex terlihat menyesal sambil mengusap lembut rambut panjang Sena. Gadis itu tersenyum pada Alex, lagi pula kalau dipikir ia juga tidak bisa berangkat begitu saja meninggalkan pekerjaannya, pastilah Richard akan sangat marah karena ia tidak profesional. "Baiklah kalau begitu lagi pula aku juga gak bisa mendadak sih meninggalkan kerjaan gitu aja," kata Sena dengan bibir yang mengerucut terlihat sedih. Alex hanya bisa tersenyum, percayalah tersenyum disaat hati kecewa adalah hal yang tepat agar semuanya tetap baik-baik saja. Mereka pun banyak berbincang dan bernostalgia malam itu seakan malam tersebut adalah malam terakhir bagi mereka berdua. Berbincang seperti ini benar-benar membuat mood Alex sesikit membaik walaupun baru saja ia mendapati kenyataan yang sangat membuat hatinya hancur. Mungkin ada banyak orang di dunia ini yang harus berpura-pura seperti Alex agar semuanya baik-baik saja. Begitu pun Alex berharap dengan caranya terlihat baik-baik saja ia bisa menjaga hubungan yang sejak lama ia bangun. Sesekali Alex memandangi Sena yang sudah tertidur dipangkuannya, ia membelai lembut rambut gadis kecilnya itu. Rasanya memang dunia cepat sekali berlalu, tiba-tiba mereka harus menjadi dewasa dengan luka yang membuat mereka harus saling tersakiti. "Semuanya akan baik-baik saja kan? Kita gak akan pisah kan?" tanya Alex pelan sambil menatap Sena lekat. Saat-saat terberat dalam hubungan mereka sepertinya sedang dimulai. Fase dimana salah satu dari mereka dicoba oleh sebuah ujian, tinggal bagaimana mereka menghadapi itu semua sampai fase itu berlalu. Mata berwarna coklat muda itu menatap Sena yang sedang tertidur nyenyak dengan sorot kesedihan, ia tidak tahu gadis kecil yang ia kenal dulu sudah berubah menjadi sebuah monster dalam hubungan mereka. Namun, Alex tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Sena. Sena seperti itu karena lukanya, Alex yakin sekali semua terjadi karena Sena masih menyimpan dendam di dalam lubuk hatinya. Andai keluarga Sena baik-baik saja, kemungkinan Sena seperti ini sangatlah kecil. Alex sangat yakin itu karena Alex benar-benar kenal siapa Sena. Namun, nasi sudah menjadi bubur, semuanya sudah terlanjur hancur. Sekarang tugas Alex adalah memperbaiki Sena yang telah hancur itu walaupun pasti tidak akan mudah memperbaiki seseorang yang penuh dendam. "Ah, baiklah jangan mengeluh, Lex!" ucap Alex berusaha menyemangati dirinya sendiri sepertinya dia memang harus belajar tidak peduli dengan kenyataan dan mengikuti saja hatinya. Hati paling tahu apa yang harus dilakukan dan kemana harus berlabuh. Semoga saja dengan berpikir positif seperti ini dirinya bisa menerima hal-hal diluar ekspetasinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD