PG - 02

1033 Words
Gaven memasuki kafe miliknya dengan senyuman menawan yang selalu membuat makhluk bernama wanita akan pingsan melihat senyuman dari pria tampan itu. Bukan tidak memiliki pekerjaan, jam sepuluh pagi seperti ini dirinya ke kafe miliknya. Gaven hanya merasa sangat bosan di kantor dan akan melihat bagaimana tingkah laknat dari kembarannya.             “Pagi boss,” sapa salah satu karyawan Gaven dan menunduk di depan Gaven. Gaven yang melihat karyawannya menunduk, merasa sangat kesal dan tidak mau karyawannya melakukan dirinya seperti seorang raja.             “Lo ngapain nunduk begitu? Bikin gue kesal aja liat lo nunduk kayak gitu!” ucap Gaven dan berjalan menuju meja pojokan. Dirinya ingin santai-santai di kafe miliknya ini, sambil melihat siapa yang hari ini akan menembak dirinya.             Gaven heran dengan semua wanita itu, yang membuat dirinya ilfell dan malu dengan tingkah mereka. Mereka mau saja menyatakan perasaan lebih dulu pada lelaki, padahal seharusnya lelaki yang menembak mereka bukannya mereka malah menembak lelaki itu duluan.             Zaman memang sudah terbalik sekarangf             Gaven menerima kopi dari karyawan kafenya dan menyuruh karyawan kafenya untuk segera pergi. Membiarkan Gaven untuk bersantai ria hari ini, sambil melihat cuaca yang tampaknya sangat cerah dan membuat hati adem untuk bersantai hari ini.             Gaven yang sedang nongki-nongki santai sendirian di sebuah kafe miliknya, membuat rahangnya hampir jatuh melihat gadis yang baru memasuki kafe-nya dengan langkah anggun gadis itu. itu gadis mirip banget sama Park Min Young, itu loh, pemain drama Korea yang cantik banget. Siapa yang nggak tahu coba.             “Alamak cantiknya! Tercuri hati Babang Gaven kalau kayak gini.” Gaven langsung berdiri dari tempat duduknya, dan berjalan menuju meja gadis itu dengan rasa percaya dirinya.             Plies deh, dia harus percaya diri. Orang dia tampan dan kaya, siapa yang nggak mau sama dia. Nenek yang bau tanah aja mengakui ketampanannya yang haqiqi ini.             “Hai,” ucap Gaven senyum malu-malu.             Gadis itu menatap pada Gaven dan mengangkat sebelah alisnya. “Ah, kamu pelayan di sini? Aku mau pesan jus tomat dan banana cake’s.”             Gaven yang mendengar ucapan gadis itu, menatap tidak percaya. Dari sudut mana dirinya terlihat seperti pelayan.             DARI SUDUT MANA?!             Gue cipok juga cewek ini. Ucap Gaven dalam hatinya.             “Mbak nggak salah nuduh saya sebagai pelayan kafe ini? Saya boss di sini. BOSS.” Gaven menekankan kata boss pada gadis yang menatapnya dengan tatapan percaya dan tertawa mengejek setelahnya.             “Nggak usah mimpi Mas. Mana mungkin Mas boss kafe ini, dari tampang Mas aja, saya sudah lihat, kalau Mas ini pelayan kafe ini.”             Gaven yang tak terima dirinya masih disangka pelayan, dirinya memanggil salah satu karyawan di kafenya dan mengatakan pada mbak satu ini. Kalau dirinya bukan pelayan di kafe ini. dirinya pemilik SAH kafe ini.             “Maaf, Mbak. Mas Gaven memang pemilik kafe ini. Kalau dia pelayan, nggak mungkin dia pakai baju biasa dan mahal seperti itu,” ucap salah satu karyawan yang dipanggil oleh Gaven.             Gadis itu menggeleng dan masih tidak percaya. Bisa saja, pria yang bernama Gaven ini mengancam temannya untuk mengatakan dirinya adalah pemilik kafe ini. Mana mungkin pria ini adalah pemilik kafe ini.             “Saya masih nggak percaya. Udahlah Mas, nggak usah bohong gitu. Saya miris lihat orang zaman sekarang, yang suka ngaku sebagai pemilik kafe dan memaksa temannya lagi buat bohong.”             Gaven meremas rambutnya, dan tidak menyangka, kalau gadis yang sedang duduk dengan gaya anggun ini tidak percaya dirinya adalah pemilik kafe ini. Dasar gadis unik. Gaven tidak mengelak, dirinya malahan tertarik dengan gadis yang mengatakan dirinya pelayan berulang kali sedari tadi.             “Aduh, sayang, kamu jangan bilang aku pelayan. Aku punya mobil mewah, rumah mewah, dan yang paling penting aku akan belikan apa pun yang kamu mau. Kalau kamu jadi kekasih aku,” bilang saja Gaven sudah gila. Baru bertemu dengan gadis ini dirinya sudah menembak gadis ini.             Salahkan sang gadis. Yang tidak gatal seperti wanita-wanita yang menyatakan cinta pada Gaven, malahan mengatakan Gaven seorang pelayan. Gadis yang langka dan patut untuk diperjuangkan dan dijadikan istri. Gaven akan mendapatkan gadis ini.             Gadis itu menggeleng dan tidka percaya dengan apa yang dikatakan oleh lelaki yang bernama Gaven ini. Berani sekali lelaki ini menembak dirinya, dan seolah mengatakan dirinya adalah perempuan martre. Walaupun semua perempuan itu matrealitis, tapi, berpikirlah, perempuan mana yang mau hidup susah dengan seorang lelaki. Tidak ada.             “Mas bener-bener udah gila kayaknya, saya menjadi takut. Cepat ambil pesanan saya deh Mas, dari pada ganggu saya dari tadi. Dan membicarakan yang nggak-nggak. Nggak masuk akal maksudnya.”             “Saya nggak membicarakan yang nggak masuk akal. Saya memang pemilik kafe ini. Seharusnya kamu berbangga diri, karena bertemu dengan saya yang tampan dan mapan ini. Sudah banyak wanita yang saya tolak, tapi, saya malah menembak kamu.” Gaven mengedipkan matanya beberapa kali.             “Gila. Saya muak lihat kenarsisan kamu. Seolah saya itu suka sama kamu. Saya itu nggak akan suka sama pria tukang bohong kayak kamu, yang bisanya cuman bohong dan mengaku terus. Saya kasihan sama boss kamu, mempunyai karyawan seperti kamu. Bukannya kerja, malahan menggoda pelanggan!” gadis itu mendelik dan menatap Gaven tidak suka.             Gaven mendesah kasar. Alamak. Alamak. Alamak. Dirinya boss di sini, kenapa dirinya harus merasa kasihan dengan dirinya sendiri. Jelas-jelas dia yang mengaji para karyawan di sini, malah dirinya dikatakan tidak tahu untung dan segala macamnya.             “Kamu jangan bilang gitu, nanti kamu nyesel. Aku beneran boss di sini, kamu boleh makan gratis di sini. Cecep, lo ambilin pesanan Mbak cantik ini dan nanti nggak usah Mbak cantik ini bayar pesanan dia.”             Pelayan kafe yang bernama Cecep itu mengangguk, dan berjalan menuju dapur kafe, untuk mengambilkan pesanan dari Mbak cantik—kata bossnya. Mbak satu itu, seharusnya beruntung ditembak oleh boss Gaven. Mengingat boss Gaven banyak menolak wanita-wanita cantik selama ini. Memang bodoh kayaknya si Mbak itu.             Setelah kepergian Cecep  Gaven kembali menatap pada gadis itu dan tersenyum manis. Gaven mengeluarkan sebuah kartu namanya dari dompetnya, dan mengulurkannya pada gadis itu—yang langsung diambil oleh gadis itu, tanpa membacanya terlebih dahulu.             “Itu kartu nama aku. Kalau kita jumpa lagi nanti, kamu beneran jodoh aku. Ingat jodoh aku. Aku nggak bakalan lepasin kamu, dan akan jadikan kamu pacar atau istriku langsung,” ucap Gaven dan pergi dari meja gadis itu.             Gaven kembali ke kantornya, karena sudah pasti dirinya dimarahi oleh Gavin. Karena dirinya pergi seenak jidat saja.             Gadis itu melihat kartu nama di tangannya sekilas dan membuangnya. Nggak butuh. Pasti lelaki itu berbohong laki. Emang lelaki nggak waras.             *olc*
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD